Tag: manusia
Menyiasati Kegelapan, Membangun Etos Totalitas
Pertautan Antara Kematian, Kesadaran dan Pembebasan Seutuhnya
Oleh Reza A.A Wattimena
“Za, si Adi sudah ga ada.” Begitu bunyi notifikasi Whatsapp saya di malam hari. Sahabat saya itu sudah berpulang. Dia yang banyak menemani saya, ketika saya menjalani perceraian beberapa tahun lalu.
Dua bulan lalu, ia menghubungi saya. Katanya, dia kangen, dan ingin berdiskusi dengan saya. Dia memang sangat menikmati diskusi filsafat. Banyak pencerahan dan kebijaksanaan yang didapat, begitu katanya. Lanjutkan membaca Pertautan Antara Kematian, Kesadaran dan Pembebasan Seutuhnya
Publikasi Terbaru: Mencari Tuhan di dalam Otak? Mengurai Prinsip-prinsip Dasar Neuroteologi
Oleh Reza A.A Wattimena
Tulisan ini mengurai prinsip-prinsip dasar di dalam neuroteologi. Awalnya akan dibahas soal pemahaman dasar dan sejarah singkat neuroteologi. Lalu akan dijelaskan secara detil prinsip dan konsep kunci di dalam neuroteologi. Kajian ini memang mendamaikan dua disiplin ilmu yang selama ini dianggap bertentangan. Teologi dengan dasar iman di dalam tradisi agama tertentu. Sementara, neurosains dengan pendekatan metode penelitian ilmiah yang melulu eksperimental, rasional dan empiris. Neuroteologi mencari titik seimbang diantara keduanya, lalu digunakan untuk memperoleh pemahaman lebih jauh soal pengalaman spiritual dan kehidupan beragama manusia.
Kata-kata Kunci: Neuroteologi, Neurosains, Teologi, Otak, Tuhan
Jurnal bisa diunduh disini:
Kisah Dua Zen Master
Oleh Reza A.A Wattimena
Namanya Soleh. Sejak saya kecil, ia sudah berjualan es krim. Setiap sore, sekitar jam 4.30, ia lewat depan rumah saya. Suara kentungan gong kecil yang selalu membuat anak-anak di sekitar rumah saya bergembira.
Yang kedua bernama Paiman. Ia berjualan soto mie. Sekitar jam 5 sore, ia juga lewat depan rumah saya. Dulu, ibu saya suka membeli soto mie darinya. Kini, sesekali, saya juga belanja darinya. Lanjutkan membaca Kisah Dua Zen Master
Tentang Kelekatan
Haruskah Tunduk pada Tekanan Sosial?
Oleh Reza A.A Wattimena
Berkendara di Jakarta memang serba salah. Ketika lampu lalu lintas berwarna merah, saya berhenti. Namun, banyak kendaraan di belakang saya terus membunyikan klakson, supaya saya berjalan. Jalanan memang lagi sepi.
Saya tetap berhenti, karena saya tidak mau ambil resiko melanggar lampu lalu lintas. Saya juga tak mau membahayakan diri saya dan orang lain. Namun, tekanan sosial lewat klakson dari belakang terus berbunyi, supaya saya melaju, dan melanggar lampu merah yang sedang menyala. Pernahkah anda mengalami hal serupa? Lanjutkan membaca Haruskah Tunduk pada Tekanan Sosial?
Jangan Takut Pada Awan

Oleh Reza A.A Wattimena
31 Desember 2022, jam 12 malam. Suara petasan melingkupi ruang dan waktu. Saya sedang berada di Ameth, Nusalaut. Pulau kecil di Ambon, sekitar 2,5 jam dengan Speedboat dari Kota Ambon, atau 6 jam dengan menggunakan kapal Feri.
Dada terasa sesak. Ada emosi kuat muncul di dada. Saya tak menamainya. Saya hanya menyadari dan mengamati emosi kuat tersebut. Lanjutkan membaca Jangan Takut Pada Awan
Filosofi Sederhana Tahun 2023
Oleh Dhimas Anugrah, Ketua Circles Indonesia (Komunitas Pembelajar Budaya, Filsafat, dan Sains)
Presiden pertama Republik Indonesia Ir. Soekarno penah mengatakan, bangsa Indonesia setiap hari digembleng oleh keadaan. “Digembleng, hampir hancur lebur, bangun kembali. Digembleng, hampir hancur lebur, bangun kembali,” ujarnya dengan lantang. Seperti pidato di atas, di tahun 2022 ini kita mungkin juga sudah babak belur dihantam krisis. Anda dan saya bisa saja hampir hancur lebur. Tapi, kini saatnya kita bangkit.
Tidak sedikit sahabat saya berkeluh kesah karena merasa penat menjalani 2022 yang berselimut tantangan. Dalam beberapa momen di tahun ini, kita seperti digembleng dalam cobaan yang tidak dapat dipastikan kapan berakhir. Namun, mengacu pada pidato Bung Karno tadi, kita disadarkan untuk menjadi individu yang tidak boleh kalah oleh keadaan di luar kendali kita. Situasi yang sulit itu justru menjadi kesempatan bagi Anda untuk bangkit. Sebab menurut Sang Penyambung Lidah Rakyat, hanya dengan jalan demikianlah kita bisa menjadi manusia yang benar-benar “berotot kawat balung wesi” (tulang besi). Lanjutkan membaca Filosofi Sederhana Tahun 2023
Filsafat dan Dunia Digital
Cara Tercepat (dan Termudah?) Memajukan Indonesia
Oleh Reza A.A Wattimena
Saya tertarik menanggapi tulisan seorang teman: ini linknya. Di Rumah Filsafat, ia menulis soal cara tercepat dan termudah untuk menghancurkan negara. Bentuk dan sebarkan kehadiran lembaga-lembaga intoleran yang ekstrem dan siap melakukan kekerasan. Negara tersebut akan hancur dari dalam.
Saya ingin membalik pertanyaannya, bagaimana cara tercepat (dan mungkin termudah?) untuk membangun negara, terutama Indonesia? Ada enam jalan yang bisa ditempuh. Saya sebut termudah, karena jika ini tidak dilakukan, Indonesia bisa pecah. Perang saudara akan menghapus Indonesia dari peta dunia. Lanjutkan membaca Cara Tercepat (dan Termudah?) Memajukan Indonesia
Keterlibatan sebagai Jalan Pembebasan

Oleh Reza A.A Wattimena
Seperti biasa, saya menyapu di pagi hari. Saya bangga, bahwa saya membersihkan rumah saya sendiri. Setiap hari, saya melakukannya. Kecuali, banyak pekerjaan yang harus dilakukan, dan saya harus beristirahat.
Tanpa sadar, pikiran saya melantur. Saya ingat beberapa peristiwa di masa lalu. Padahal, tangan saya sedang menyapu. Saya sadar, pikiran saya bergerak menjauh dari apa yang sedang saya kerjakan. Ini terjadi lumayan sering. Lanjutkan membaca Keterlibatan sebagai Jalan Pembebasan
Tentang Pesona dari Kedunguan
Oleh Reza A.A Wattimena
Siang itu, saya berjalan di sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta. Ada antrian panjang di sebuah restoran. Saya pun penasaran, dan mulai mencari info. Ternyata, itu adalah toko roti yang berasal dari negara lain, dan baru saja membuka toko di pusat perbelanjaan yang saya kunjungi.
Apakah roti tersebut sungguh enak, sehingga layak ditunggu dalam antrian yang lama, panjang dan menyiksa? Bagaimana dengan protokol kesehatan? Apakah itu masih berlaku? Setelah beberapa bulan, dan antrian sudah berhenti, saya mencoba roti tersebut. Lanjutkan membaca Tentang Pesona dari Kedunguan
Tentang Filsafat Perselingkuhan
Manusia Tiga Rangkap
Oleh Dhimas Anugrah
Masalah utama jiwa manusia menurut Soren Aabye Kierkegaard adalah kebosanan, kecemasan, dan keputusasaan ( boredom, anxiety, and despair). Filsuf Denmark itu menghabiskan sebagian besar tulisannya untuk mendiagnosis ketiga penyakit ini. Anda pernah bosan? Saya pernah.
Ya, memang orang bisa bosan ketika tidak distimulus hal-hal yang menarik perhatiannya. Lanjutkan membaca Manusia Tiga Rangkap
Tolong, Ini Bukan Saya yang Asli…
Oleh Reza A.A Wattimena
“Akhirnya, terlihatnya sifatnya yang asli,” begitu kata seorang teman. “Dia marah, dan membanting barang, lalu memaki-maki saya! Dia tidak bisa lagi berpura-pura. Terlihat sudah karakternya yang asli.” Teman saya bercerita, bagaimana ia bertengkar hebat dengan mantan istrinya.
Saya mengerti, ia berada dalam keadaan marah. Emosinya mengaburkan kejernihan batin dan pikirannya. Saya hanya mendengar, sampai ia berhenti bercerita. Lalu, saya bertanya, “Kamu yakin, itu karakternya yang asli?” Lanjutkan membaca Tolong, Ini Bukan Saya yang Asli…
MENGENANG CHIUNE SUGIHARA 杉原 千畝
Oleh Dhimas Anugrah
Pada Perang Dunia II, ribuan orang Yahudi dari Lithuania dan Polandia berlomba keluar dari Eropa Timur.
Waktu itu perang sedang memanas. Adolf Hitler makin menggila. Tanpa visa, perjalanan ke luar negeri bisa sangat berbahaya.
Apa lagi, pada Juni 1940 Italia ikut terlibat dalam perang dan rute laut Mediterania ditutup.
Para pengungsi terpaksa mencari jalan keluar baru untuk mencari selamat: melintasi Eropa Timur dan Asia (melalui kereta api trans-Siberia) ke Vladivostok, kemudian ke Jepang. Lanjutkan membaca MENGENANG CHIUNE SUGIHARA 杉原 千畝
Trias Sapientia untuk Indonesia
Oleh Reza A.A Wattimena
Beberapa waktu lalu, saya diminta memberikan materi di sebuah diskusi daring. Temanya langsung menyentuh tiga bidang kegemaran saya, yakni filsafat, sains dan agama. Apa yang bisa dibicarakan dengan tiga bidang besar itu? Diskusi daring mengalir, dan saya keluar dengan konsep ini: trias sapientia, atau tiga kebijaksanaan.
Ketiga bidang itu memiliki hubungan yang rumit. Terkadang, ada kebencian di antara mereka. Konflik, diskriminasi, intoleransi dan bahkan perang tak dapat dihindarkan. Namun tak jarang juga, ada hubungan cinta yang saling menguatkan dan membangun di antara ketiganya. Lanjutkan membaca Trias Sapientia untuk Indonesia
Relung-relung Batin Kupu-kupu Malam
Revolusi Spiritual
Oleh Dhimas Anugrah, Pendiri dan Ketua Lingkar Filsafat (Circles) Indonesia, komunitas pembelajar budaya, filsafat, dan sains.
“Mental manusia Indonesia itu tidak suka berpikir logis, tidak suka berusaha dengan gigih dan tekun, suka meremehkan mutu, suka menerabas, tidak percaya diri, tidak disiplin, dan suka mengabaikan tanggungjawab,” ujar Prof. Koentjaraningrat.
Anda marah atas simpulan itu?
Tunggu dulu. Coba tilik amatan Mochtar Lubis yang tiba pada konklusi bahwa “Manusia Indonesia pada umumnya bermental munafik, enggan bertanggung-jawab, berjiwa feodal, percaya takhyul, berwatak lemah, boros, bukan pekerja keras, suka mengeluh, mudah dengki, arogan, dan tukang tiru. Lanjutkan membaca Revolusi Spiritual