Sebuah Berita Gembira: Semuanya Sedang Runtuh

Victotorian lady. Young woman in eighteenth century image
Victotorian lady. Young woman in eighteenth century image.

Oleh Reza A.A Wattimena

Kedua orang tua saya sudah meninggal. Saya tidak lagi mempunyai kakek dan nenek dari keluarga dekat. Masih segar diingatan saya, betapa hangat hubungan kami dulu. Kini, semua tinggal kenangan semata.

Relasi pun serupa. Ada yang datang dengan penuh semangat. Lalu, mereka pergi, nyaris tanpa jejak. Yang tertinggal hanya kenangan. Ada yang mengundang senyum. Ada yang menusuk dada dari dalam.

Karir juga tak tetap. Sudah lama saya tak menerima gaji dan tunjangan hari raya. Ini baru saya sadari, ketika sedang berbincang dengan teman. Karir di abad 21 bagaikan awan yang terus berganti didorong angin tanpa henti.

Semua benda di sekitar saya juga terus melemah. Rumah terus memerlukan renovasi. Begitupula kendaraan bermotor yang terus meminta perhatian lebih. Semuanya sedang runtuh setiap saat di depan mata saya.

Alam juga terus berubah. Akibat ulah manusia, alam kehilangan keseimbangannya. Cuaca menjadi sungguh tak menentu. Tak lama lagi, alam ini tak akan mampu menampung kerakusan dan kebodohan manusia.

Politik juga terus membusuk. Penguasa bodoh ingin memperpanjang dinasti. Kaum radikal agama kematian memoles diri untuk menarik dukungan. Demokrasi dan keadilan hanya janji palsu yang diumbar tanpa rasa sesal.

Di depan mata, tubuh saya juga melemah. Beberapa aktivitas sudah membuat saya merasa lemah. Tidur siang kerap menjadi kebutuhan, walaupun hanya sejenak. Api untuk bergerak mencapai sesuatu yang lebih juga kerap meredup.

Setiap saatnya, segalanya muncul dan lenyap. Di tingkat materi dan bentuk, tak ada yang tetap di alam semesta ini. Kata Dzongsar Khyentse Rinpoche, master Buddhis Tibetan, semuanya ada, sekaligus tidak ada, pada saat bersamaan. Kata Herakleitos, filsuf Yunani Kuno, kita tak pernah menginjakkan kaki di air yang sama.

Semuanya sementara berarti semua adalah kesempatan. Setiap saat adalah sebuah kemungkinan. Di sini dan saat ini, kita bisa menentukan apa yang terbaik untuk dilakukan dengan kesadaran penuh. Tak ada kesalahan yang tak bisa diperbaiki, dan tak ada kebaikan yang terlambat untuk diperbuat.

Di tingkat materi dan bentuk, segalanya berubah. Namun, ada sesuatu yang tak berubah. Ia abadi. Ia tak pernah lahir, dan tak pernah mati.

Ia tak berbentuk, dan bukan materi. Ia ada di seluruh alam semesta, sekaligus di setiap sel tubuh kita. Para ilmuwan menyebutnya materi gelap (dark matter), sekaligus energi gelap (dark energy). Para mistikus menyebutnya kesadaran murni (pure consciousness), yakni jati diri kita yang sebenarnya (true self).

Sesungguhnya, ia tak bernama. Ia hadir sebelum semua konsep dan bahasa ada. Memberinya nama bisa berbahaya. Kita lalu hanya memahaminya secara konseptual, dan tidak lagi mengalaminya secara utuh serta penuh.

Ia juga kosong, bagaikan ruang hampa yang amat besar, menampung segala yang ada. Ia tak jauh, tapi juga tak dekat, karena jarak hanyalah konsep ciptaan pikiran semata. Ia memeluk dan memelihara semua yang ada, tanpa kecuali.

Walaupun kosong, namun ia sepenuhnya sadar. Ia adalah kecerdasan maha besar yang mencipta dan merawat segalanya, tanpa merasa menjadi raja. Gambaran ini  pun tak tepat, karena besar dan kecil juga hanyalah ukuran ciptaan manusia. Lalu apa itu?

Langit gelap. Udara panas. Mobil berlalu lalang. Semua sudah sempurna sebagaimana adanya. Saat ke saat…

Diterbitkan oleh

Reza A.A Wattimena

Pendiri Rumah Filsafat. Pengembang Teori Transformasi Kesadaran dan Teori Tipologi Agama. Peneliti di bidang Filsafat Politik, Filsafat Ilmu dan Kebijaksanaan Timur. Alumni Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta, Doktor Filsafat dari Hochschule für Philosophie München, Philosophische Fakultät SJ München, Jerman. Beberapa karyanya: Menjadi Pemimpin Sejati (2012), Filsafat Anti Korupsi (2012), Tentang Manusia (2016), Filsafat dan Sains (2008), Zen dan Jalan Pembebasan (2017-2018), Melampaui Negara Hukum Klasik (2007), Demokrasi: Dasar dan Tantangannya (2016), Bahagia, Kenapa Tidak? (2015), Cosmopolitanism in International Relations (2018), Protopia Philosophia (2019), Memahami Hubungan Internasional Kontemporer (20019), Mendidik Manusia (2020), Untuk Semua yang Beragama (2020), Terjatuh Lalu Terbang (2020), Urban Zen (2021), Revolusi Pendidikan (2022), Filsafat untuk Kehidupan (2023), Teori Transformasi Kesadaran (2023), Teori Tipologi Agama (2023) dan berbagai karya lainnya. Rumah Filsafat kini bertopang pada Crowdfunding, yakni pendanaan dari publik yang terbuka luas dengan jumlah yang sebebasnya. Dana bisa ditransfer ke rekening pribadi saya: Rekening BCA (Bank Central Asia) 0885100231 atas nama Reza Alexander Antonius. Lebih lengkapnya lihat di https://rumahfilsafat.com/rumah-filsafat-dari-kita-untuk-kita-dan-oleh-kita-ajakan-untuk-bekerja-sama/

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.