Tujuan Hidup Manusia

cyril-rolando-digital-illustrations-3Oleh Reza A.A Wattimena

Dari kecil, karena lahir di Indonesia, saya langsung dijejali ajaran agama. Saya diajarkan, bahwa tujuan manusia hidup adalah memuliakan Tuhan. Manusia diciptakan dan dirawat oleh Tuhan. Maka, ia harus menyembah dan memujanya.

Saya juga diajarkan, supaya berharap pada berkah dari Tuhan. Saya memujanya, supaya Ia memberikan keberuntungan dalam karir, kesehatan dan kelancaran dalam hidup. Dengan memuja Tuhan, saya berharap dapat diberikan kemudahan. Ini semua omong kosong.

Apakah Tuhan itu pebisnis, sehingga kita perlu bertransaksi dengannya? Apakah Tuhan begitu kerdil, sehingga ia perlu dijilat, supaya ia berbaik hati pada kita? Alhasil, karena dipenuhi pemahaman sesat seperti itu, hidup saya berantakan. Dan, seperti yang diajarkan, saya menyalahkan Tuhan.

Apakah anda mengalami hal serupa? Jika anda lahir dan hidup di Indonesia, kemungkinan besar, anda mengalami hal yang sama. Sejak kecil, kita diajar untuk menjadi pengemis. Kita diajar untuk meminta, dan sekali-sekali bersyukur, pada sosok di luar diri yang tak pernah terbukti keberadaannya.

Para pemikir kritis Eropa kiranya tepat. Konsep Tuhan dan agama hanya digunakan untuk melakukan kontrol sosial. Jika kita patuh beragama, dan selalu bertransaksi dengan Tuhan, maka kita akan menjadi warga yang patuh. Kita bayar pajak, tak mampu berpikir kritis, tak banyak kritik, selalu bersyukur, sehingga gampang dibodohi oleh penguasa busuk yang korup, seperti yang terjadi di Indonesia sekarang ini.

Ujung-ujungnya adalah urusan uang. Institusi agama menjadi semakin kaya, jika umatnya gampang ditipu. Pemuka agama hidup dalam gelimang harta. Sementara, umatnya terjebak dalam lubang kemiskinan ekstrem yang semakin dalam.

Maka, memuja Tuhan, dan mendapatkan berkah darinya, bukanlah tujuan hidup manusia. Kita harus meninggalkan ajaran sesat semacam itu. Sudah cukup lama, kita hidup dalam kebodohan yang menciptakan banyak masalah psikologis maupun sosial. Lalu, apa tujuan hidup manusia?

Pertama, kita mesti paham, apa artinya hidup. Kehidupan adalah kesadaran. Semua panca indera berfungsi, karena kesadaran. Ada sesuatu di dalam diri kita yang sadar, yang tahu, tentang apa yang sedang terjadi disini dan saat ini.

Dalam arti ini, tujuan hidup manusia adalah untuk sadar sepenuhnya. Sadar sepenuhnya berarti hidup sepenuhnya. Tidak ada tujuan lain di luarnya. Tujuan dari hidup adalah hidup seutuhnya, sepenuhnya.

Bagaimana caranya? Setiap saat, kita mengalami sesuatu. Ada suara yang sampai di telinga. Ada sesuatu yang enak, atau tidak enak, dipandang mata. Cuaca juga terus berubah, sehingga apa yang terasa di kulit pun berubah setiap saatnya.

Hidup sepenuhnya berarti mengalami semua itu sepenuhnya. Mengalami sepenuhnya berarti merasakan dan mengalami, tanpa menganalisis. Tidak ada konsep dan bahasa yang menjadi perantara. Semua dialami langsung, saat ke saat, sebagaimana adanya.

Spektrum pengalaman manusia itu luas. Ada pengalaman yang sangat menyenangkan. Ada juga pengalaman yang menyakitkan. Hidup sepenuhnya berarti mengalami semua itu sepenuhnya, apa adanya, tanpa analisis, tanpa penilaian.

Ada waktunya kita bersedih. Ini juga adalah sebuah pengalaman manusia, yakni pengalaman kehidupan itu sendiri. Misalnya, ketika kita kehilangan anggota keluarga yang kita cintai. Atau, kita harus berpisah dengan kekasih hati.

Seringkali juga, kita merasa marah. Hak-hak kita sebagai manusia dilanggar. Kita mengalami fitnah. Kita juga merasa diperlakukan tidak adil. Kemarahan juga adalah bagian dari pengalaman manusia yang mesti dialami sepenuhnya dan seutuhnya.

Namun, ada kalanya juga, kita merasa bahagia. Hidup menjadi ringan. Semua terasa indah dan bermakna. Persahabatan, cinta, keluarga dan pekerjaan menemukan keseimbangan yang kita dambakan. Ini semua juga pengalaman hidup manusia yang perlu dialami sepenuhnya.

Tujuan hidup manusia tidak perlu dikaitkan dengan Tuhan. Ia juga tidak perlu dikaitkan dengan hal-hal besar, seperti mengubah dunia, menjadi penguasa, menjadi orang kaya, dan sebagainya. Itu semua adalah versi tujuan hidup ciptaan dari masyarakat, baik agamawan maupun iklan motivasional, yang berujung pada penderitaan dan rasa tak pernah puas. Menjadi manusia yang hidup berarti mengalami secara penuh dan utuh setiap hal yang terjadi kepada kita, tanpa kecuali.

Di dalam pengalaman manusia yang disadari, ada yang transenden menyelinap. Ia yang menyalakan semua panca indera untuk mengalami. Ia yang memberikan energi pada seluruh sistem manusia untuk bekerja sebagaimana mestinya. Ia berada sebelum nama, sebelum pikiran, sebelum konsep.

Kita hanya perlu membalik arah perhatian kita dari dunia luar ke dunia dalam diri. Di situ, kita akan berjumpa pada “sosok sebelum nama” tersebut. Itulah rumah kita yang sebenarnya. Tujuan hidup manusia adalah mengenalinya, dan hidup bersamanya.

===

cropped-rf-logo-done-rumah-filsafat-2-1.png

Rumah Filsafat kini bertopang pada Crowdfunding, yakni pendanaan dari publik yang terbuka luas dengan jumlah yang sebebasnya. Dana bisa ditransfer ke rekening pribadi saya: Rekening BCA (Bank Central Asia) 0885100231 atas nama Reza Alexander Antonius. Lebih lengkapnya lihat di https://rumahfilsafat.com/rumah-filsafat-dari-kita-untuk-kita-dan-oleh-kita-ajakan-untuk-bekerja-sama/

Diterbitkan oleh

Reza A.A Wattimena

Pendiri Rumah Filsafat. Pengembang Teori Transformasi Kesadaran dan Teori Tipologi Agama. Peneliti di bidang Filsafat Politik, Filsafat Ilmu dan Kebijaksanaan Timur. Alumni Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta, Doktor Filsafat dari Hochschule für Philosophie München, Philosophische Fakultät SJ München, Jerman. Beberapa karyanya: Menjadi Pemimpin Sejati (2012), Filsafat Anti Korupsi (2012), Tentang Manusia (2016), Filsafat dan Sains (2008), Zen dan Jalan Pembebasan (2017-2018), Melampaui Negara Hukum Klasik (2007), Demokrasi: Dasar dan Tantangannya (2016), Bahagia, Kenapa Tidak? (2015), Cosmopolitanism in International Relations (2018), Protopia Philosophia (2019), Memahami Hubungan Internasional Kontemporer (20019), Mendidik Manusia (2020), Untuk Semua yang Beragama (2020), Terjatuh Lalu Terbang (2020), Urban Zen (2021), Revolusi Pendidikan (2022), Filsafat untuk Kehidupan (2023), Teori Transformasi Kesadaran (2023), Teori Tipologi Agama (2023) dan berbagai karya lainnya. Rumah Filsafat kini bertopang pada Crowdfunding, yakni pendanaan dari publik yang terbuka luas dengan jumlah yang sebebasnya. Dana bisa ditransfer ke rekening pribadi saya: Rekening BCA (Bank Central Asia) 0885100231 atas nama Reza Alexander Antonius. Lebih lengkapnya lihat di https://rumahfilsafat.com/rumah-filsafat-dari-kita-untuk-kita-dan-oleh-kita-ajakan-untuk-bekerja-sama/

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.