Pada 1273, setelah menjalani ibadah, Thomas Aquinas terdiam. Inilah sosok filsuf Eropa terbesar abad pertengahan. Pengaruhnya masih terasa di masa kini, terutama di bidang teologi, filsafat Ketuhanan, Logika, Metafisika dan filsafat politik. Pagi itu, Thomas terdiam membisu.
Ia berhenti menulis. Ia tidak berkata apapun. Padahal, ia sedang menulis karya besarnya yang belum selesai, yakni Summa Theologica. Di dalamnya, berbagai tema di dalam filsafat dan teologi dibahas dalam dialog dengan filsafat Yunani Kuno, terutama karya Aristoteles. Lanjutkan membaca Apa yang Membuat Thomas Aquinas Bungkam?
Salah satu tema yang menjadi perhatian banyak orang di dunia sekarang ini adalah kaitan antara iman dan nalar. Iman kerap kali dipandang sebagai kepercayaan buta. Sementara, nalar dianggap sebagai bagian dari diri manusia yang sama sekali tak terkait dengan iman. Pemisahan semacam ini tidak hanya salah dalam level pikiran dan pengetahuan, tetapi juga bisa membawa petaka besar, seperti konflik dan perang.
Ketika dua hal itu dipisahkan, lalu kita seolah mendapat dua jawaban atas pertanyaan-pertanyaan manusiawi yang selalu muncul di kepala kita, seperti darimana asal kita, kemana kita akan pergi, setelah kita mati, dan sebagainya. Jawaban yang mana yang benar? Ini tentu menciptakan banyak kebingungan. Tentang ini, saya rasa, kita perlu belajar dari Thomas Aquinas, terutama di dalam bukunya yang berjudul Summa theologica, atau Kumpulan dari Teologi.
Buku tersebut adalah salah satu buku terpenting di dalam Filsafat Abad Pertengahan Eropa yang ditulis sekitar tahun 1266-1273.1 Thomas Aquinas, penulisnya, hidup dari 1224 sampai dengan 1274. Masa ini dianggap sebagai masa keemasan dari Filsafat Skolastik Abad Pertengahan yang amat kuat mengakar di dalam tradisi Kristiani. Lanjutkan membaca Thomas Aquinas dan Summa Theologiae
Manusia adalah mahluk yang terdiri dari banyak aspek. Salah satu aspek yang paling menentukan adalah hasrat. Hasrat menampakkan dirinya dalam emosi manusia. Kedua hal ini, yakni hasrat dan emosi, menurut Thomas Aquinas, filsuf Eropa Abad Pertengahan, pada dasarnya adalah sesuatu yang baik. Keduanya ada dalam diri manusia secara alamiah, dan membantu manusia untuk mencapai kebaikan.
Hasrat dan Emosi Manusia
Thomas Aquinas berpendapat, bahwa ada dua macam hasrat. Yang pertama adalah hasrat-hasrat fisik manusia, seperti hasrat untuk makan, seks, dan dorongan-dorongan fisik lainnya. Yang kedua adalah hasrat-hasrat yang bersifat intelektual, seperti hasrat untuk belajar, untuk ingin tahu, dan berbagai kegiatan intelektual lainnya. Semuanya ada secara alamiah di dalam diri manusia, dan secara mendasar, semuanya adalah baik.
Di dalam hidup manusia, emosi dan akal adalah dua aspek yang berbeda, namun selalu bekerja sama. Ketika manusia melihat sesuatu, dan menginginkan atau menolaknya, emosi dan akalnya secara otomatis bekerja sama untuk menghasilkan pengetahuan dan penilaian. Misalnya, ketika kita melihat makanan yang enak, dan menginginkannya, emosi dan akal sudah langsung bekerja di dalam diri kita untuk membuat keputusan, tentang apa yang akan dilakukan dengan makanan itu.
Dalam konteks ini, yang perlu kita pelajari sebagai manusia adalah, bagaimana cara untuk menata hasrat serta dorongan-dorongan yang muncul di dalam diri kita? Aquinas menawarkan konsep “bekerja dengan emosi”, yang berarti belajar untuk menata hasrat dan emosi di dalam diri, serta mengarahkannya untuk membantu kita menjadi manusia yang baik. Saran praktisnya adalah, supaya kita, sebagai manusia, belajar untuk berpikir secara tepat. Jadi, cara terbaik untuk menata hasrat dan emosi adalah dengan berpikir secara tepat. Lanjutkan membaca Thomas Aquinas tentang Hasrat Manusia
Semua orang mencari kebebasan. Mereka rela mati demi mendapatkannya. Mereka rela berjuang menempuh kesulitan hidup, guna merengkuhnya. Sejarah dunia adalah sejarah perjuangan mencari kebebasan, begitu kata Hegel, seorang filsuf Jerman pada abad 17.
Namun ketika orang mendapatkannya, mereka justru ragu. Kebebasan membawa orang pada ketidakpastian. Tidak ada lagi aturan yang mesti dipatuhi. Bahkan orang diminta membuat peraturan untuk dirinya sendiri. Ini bukan pekerjaan mudah.
Apakah itu terjadi karena kita salah dalam memahami kebebasan? Apa sebenarnya makna kebebasan sekarang ini?