Viralkrasi

Prasit-Limpasatirakit_The-value-of-peopleOleh Reza A.A Wattimena

Jika kasus Sambo (Sambogate) terjadi di masa Orde Baru, tidak akan ada yang mendengarnya. Sambo akan lolos dari jeratan hukuman. Keluarga Yosua Hutabarat akan dipaksa menelan ketidakadilan. Kita tidak akan menyaksikan salah satu kebiadaban dan penyalahgunaan kekuasaan polisi terbesar di sejarah Indonesia.

Begitu pula juga kekerasan brutal yang dilakukan oleh Mario Dandy kepada David Ozora. Di masa pra digital, kita tidak akan pernah mendengarnya sedetil sekarang. Tuntutan akan keadilan juga tidak akan sekuat sekarang. Ia akan menjadi salah satu kasus kriminal di pojokan surat kabar. Lanjutkan membaca Viralkrasi

Kecerdasan Demokratis untuk Indonesia

downloadOleh Reza A.A Wattimena

Saya semakin tersadar, betapa rendahnya mutu para pemimpin kita di Indonesia. Kita semua menyaksikan, bagaimana perdebatan Menkopolhukam Mahfud MD dengan DPR beberapa waktu lalu (akhir Maret 2023). Terlihat, betapa rendah mutu DPR, terutama dalam bentuk kemampuan analisis dan kejernihan nurani. Mereka bukanlah wakil rakyat, melainkan budak partai yang penuh dengan hasrat korupsi.

Hal serupa ditemukan pada para pemimpin daerah kita, terutama di Bali dan Jawa Tengah. Mereka merasa memahami pemikiran Sukarno, dan menggunakannya untuk bersikap tak adil pada bangsa lain. Namun, saya yakin, mereka sama sekali tak pernah membaca dan menikmati kedalaman pemikiran Sukarno. Mereka hanyalah anak buah partai yang tak punya kejernihan nurani dan ketajaman berpikir. Lanjutkan membaca Kecerdasan Demokratis untuk Indonesia

Cara Tercepat (dan Termudah?) Memajukan Indonesia

1000_F_89002249_Z645Kky0Z3JhhTbwMEqdSOfvY3Gc0HPQOleh Reza A.A Wattimena

Saya tertarik menanggapi tulisan seorang teman: ini linknya. Di Rumah Filsafat, ia menulis soal cara tercepat dan termudah untuk menghancurkan negara. Bentuk dan sebarkan kehadiran lembaga-lembaga intoleran yang ekstrem dan siap melakukan kekerasan. Negara tersebut akan hancur dari dalam.

Saya ingin membalik pertanyaannya, bagaimana cara tercepat (dan mungkin termudah?) untuk membangun negara, terutama Indonesia? Ada enam jalan yang bisa ditempuh. Saya sebut termudah, karena jika ini tidak dilakukan, Indonesia bisa pecah. Perang saudara akan menghapus Indonesia dari peta dunia. Lanjutkan membaca Cara Tercepat (dan Termudah?) Memajukan Indonesia

Berpikir Radikal untuk Melawan Radikalisme Berpikir

malangatana.untitled.tate_-825x510Oleh Reza A.A Wattimena

Sudah lama kami tak berjumpa. Setiap perjumpaan selalu mencerahkan. Ada ide baru yang keluar. Ada kesegaran batin dan intelektual yang ditawarkan.

Pak F. Budi Hardiman, guru saya di bidang filsafat, kini mengajar sebagai guru besar di Universitas Pelita Harapan. Setelah berbicara tentang berbagai hal, kami menyentuh soal radikalisme. Satu argumen yang tajam lahir dari pembicaraan kami. Berpikir radikal, terutama melalui filsafat murni, bisa meluluhkan kencenderungan radikalisme berpikir, yakni berpikir dengan kekerasan ide, kekerasan fisik serta pemaksaan. Lanjutkan membaca Berpikir Radikal untuk Melawan Radikalisme Berpikir

Buku Filsafat Terbaru: Filsafat untuk Kehidupan, Mengembangkan Akal Sehat dan Nurani untuk Kehidupan

WhatsApp Image 2022-10-12 at 12.23.16

Info Buku:
ISBN: 978-979-21-7376-5
Penulis: Reza A.A. Wattimena
Penerbit: Kanisius
Terbit: 2022
Halaman: 424
Dimensi: 15.5 x 23 cm
Berat: 650 gram

Pembelian bisa langsung di toko online, Media Sosial atau Kontak Penerbit Kanisius Yogyakarta

Sudah lama, filsafat dianggap sebagai ilmu yang murni akademik. Filsafat disamakan dengan kegiatan mengutip pendapat dari orang yang sudah mati, supaya terlihat cerdas. Filsafat pun menjadi ajang mengutip nama belaka, atau konsep-konsep rumit dalam bahasa asing. Ini yang sangat saya hindari.

Biasanya, kata-kata yang dikutip diambil dari bahasa Yunani Kuno, Latin atau Jerman. Dengan menggunakan kata-kata rumit, orang terlihat cerdas di mata orang lainnya. Di masyarakat miskin pemikiran kritis, pemikir gadungan menjadi selebriti. Ini juga yang mesti disadari, dan dihindari. Lanjutkan membaca Buku Filsafat Terbaru: Filsafat untuk Kehidupan, Mengembangkan Akal Sehat dan Nurani untuk Kehidupan

Mengembalikan Fungsi Hakiki Polisi

5864d0638a9f5df9d9032c2780e8ec89Oleh Reza A.A Wattimena

Pengalaman saya dengan polisi tak selalu bagus. Beberapa kali, saya dipaksa untuk menyuap polisi di jalan raya. Satu kali saya dimintai uang tak jelas di kantor polisi, karena kasus yang juga tak jelas. Lainnya, saya melihat mereka bekerja keras mengatur lalu lintas ibu kota yang kacau balau.

Belakangan ini, saya banyak bekerja dengan polisi. Saya memperhatikan, bagaimana cara berpikir mereka. Ada niat besar dari dalam institusi kepolisian Indonesia untuk sungguh memperbaiki diri. Tantangan terbesar adalah budaya lama yang korup, sehingga membuat polisi mendiamkan, bahkan ikut serta, di dalam pelanggaran hukum, serta krisis kepemimpinan yang terjadi di dalamnya. Lanjutkan membaca Mengembalikan Fungsi Hakiki Polisi

Legitimasi sebagai Roh Demokrasi

s-l500

Oleh Reza A.A Wattimena

Atas nama agama, ia membunuh orang lain. Ia mengorbankan diri dan keluarganya. Mereka membawa peledak pembunuh massal di rumah ibadah agama lain. Banyak orang meninggal, dan seluruh bangsa mengalami shock.

Mereka melakukan kekerasan dengan sewewang-wenang. Dasarnya adalah kebodohan. Tidak ada legitimasi, atau persetujuan dari masyarakat luas atasnya. Indonesia sudah kenyang dari aksi kekerasan semacam ini, mulai dari Bom Malam Natal, Bom Bali sampai dengan Bom Gereja. Lanjutkan membaca Legitimasi sebagai Roh Demokrasi

Agama Kematian Serta Kedunguan Kita

tumblr_93550abf59a1d7b38df3347aef4a8bb2_abb4d1a2_500Oleh Reza A.A Wattimena

Juni 2022, agama kematian itu membuat masalah lagi. Ia membuat onar di ibu kota Jakarta. Ia membuat resah seluruh nusantara. Ia menganggu kemajuan kita sebagai bangsa.

Agama kematian yang bodoh dan dangkal itu berani menantang Pancasila. Ia juga berani menantang agama dan kearifan nusantara. Ia mesti disikat habis, sampai ke akar. Penegak hukum harus tegas, dan pendidikan maupun hidup beragama di Indonesia harus dirombak total, sampai ke akar. Lanjutkan membaca Agama Kematian Serta Kedunguan Kita

DUNGU

unnamedOleh Reza A.A Wattimena

Alkisah, seorang pemuda hendak melihat mentari terbit. Katanya, setiap jam 3 pagi, ia sudah bangun, dan mempersiapkan diri. Matahari, baginya, adalah sumber kehidupan. Setiap hari, ia pun menantinya terbit.

Setelah bangun, ia mandi. Segera, ia memakai baju yang baru, supaya tampak sopan di hadapan sang sumber kehidupan. Ia pun menghadap Barat. Sabar menanti, ia terus berdiri, dan terus berharap. Lanjutkan membaca DUNGU

Keadaan Demokrasi Kita

79bf9763a9747df3da54b1ce79994397Oleh Reza A.A Wattimena

Dalam salah satu wawancaranya dengan BBC, kantor berita nasional Inggris, pada 2020 lalu, Presiden Jokowi menyinggung soal demokrasi. Baginya, demokrasi adalah keterbukaan pada ketidaksetujuan. Banyak orang yang mengritik kebijakannya, terutama terkait dengan penegakan HAM, dan kelestarian lingkungan. Itu sah, dan merupakan bagian dari demokrasi, begitu kata Jokowi.

Jawaban ini salah total. Demokrasi bukan hanya soal memperbolehkan ketidaksetujuan, lalu mengabaikannya. Ini namanya pemerintahan tuli. Sebaliknya, demokrasi tidak boleh tuli. Kritik diberikan ruang, didengarkan lalu dipelajari, apakah isinya bisa dan harus diterapkan, atau tidak. Lanjutkan membaca Keadaan Demokrasi Kita

Penyakit-Penyakit Lama dari “Negara Republik Oligarki” Indonesia

0_1opthal5_465_801_int-1Oleh Reza A.A Wattimena

PDIP (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan) baru saja merayakan hari lahirnya yang ke 49 pada 10 Januari 2022 kemarin. Di dalam perayaan itu, Megawati Soekarno Putri, sebagai ketua umum, mengajukan beberapa kritik.

Salah satunya sungguh mengena di saya. Ia berkata, bahwa banyak Undang-undang di Indonesia tak sesuai dengan UUD. Secara langsung, ia menegur Puan Maharani, Ketua DPR RI, yang adalah putrinya sendiri. Lanjutkan membaca Penyakit-Penyakit Lama dari “Negara Republik Oligarki” Indonesia

Alkisah, Sebuah Negeri Terjebak di Abad Kegelapan

beingindonesian | Bepergian, Indonesia, DanauOleh Reza A.A Wattimena

Alkisah, hadirlah sebuah negeri indah di Khatulistiwa. Para dewa tersenyum, ketika negeri ini tercipta. Ribuan pulau terurai ditemani oleh sinar mentari yang tak ada habisnya. Jika sungguh ada surga, maka negeri ini adalah surga terindah yang pernah ada.

Alamnya begitu kaya. Ini mengundang iri dari seluruh dunia. Apapun yang ditabur begitu mudah tumbuh. Tanpa perawatan dari manusia, semua tercipta begitu indah, dan begitu nyata. Lanjutkan membaca Alkisah, Sebuah Negeri Terjebak di Abad Kegelapan

Menyingkap Kebenaran di Tengah Genangan Fitnah

Screenshot (16)

Oleh Reza A.A Wattimena

Apa jadinya, jika kebohongan dan fitnah dianggap lebih berharga dari kebenaran? Jika kebohongan menjadi pijakan pembuatan kebijakan? Apa jadinya, jika emosi dan kebencian lebih berperan, daripada ketepatan data, akal sehat dan nurani yang jernih? Yang terjadi kemudian adalah hadirnya jaman post truth (pasca kebenaran) yang penuh kekacauan, sebagaimana dijabarkan di dalam buku Demokrasi di Era Post Truth ini.

Buku ini diterbitkan oleh Kepustakaan Populer Gramedia pada April 2021. Penulisnya adalah Jenderal Polisi (P) Prof. Dr. Budi Gunawan dan Komisaris Besar Polisi Dr. Barito Mulyo Ratmono. Keduanya adalah tokoh penting di dalam penegakan hukum sekaligus pendidikan kepolisian di Indonesia. Isinya menyentuh langsung salah satu masalah terpenting di abad XXI, yakni kebohongan yang menyebar luas melalui media sosial dan internet, serta mempengaruhi kehidupan politik berbagai negara.

selanjutnya: https://www.kompas.id/baca/opini/2021/10/10/menyingkap-kebenaran-di-tengah-genangan-fitnah/

Kompas Bebas akses. Dukung jurnalisme bermutu. 

 

 

Duri di dalam Daging

Bureaucrat 1969 Etching 22x15 by Salvador DaliOleh Reza A.A Wattimena

Spanduk itu bertebaran di seluruh sudut kota. Wajah tak dikenal dengan gelar akademik yang berlimpah. Biasanya, ia berasal dari partai politik tertentu yang memegang kekuasaan. Ini ditambah dengan senyum bergigi putih, serta slogan-slogan agamis hampa.

Inilah pemandangan berbagai kota di Indonesia, ketika pemilihan umum tiba. Tingkatnya beragam, mulai dari pemilihan kepala desa, sampai dengan pemilihan presiden. Ada pengandaian sederhana, bahwa dengan banyaknya gelar akademik yang diperoleh, orang menjadi semakin kompeten di dalam memimpin bangsa. Semua seolah tambah meyakinkan, jika gelar agamis diselipkan diantaranya. Lanjutkan membaca Duri di dalam Daging

Indonesia sebagai Negara Hukum Demokratis

Painting : Self Touch (Ivan Sagita - 1988) - National Gallery Of Indonesia  - Official website of Indonesia National GalleryOleh Reza A.A Wattimena

Sebagai sebuah komunitas politik, Indonesia lahir dari kesepakatan hukum yang mengikat. Ia menghubungkan ribuan pulau dengan beragam budaya dan agama. Ia adalah apa yang disebut ‘kesepakatan orang-orang yang terhormat’ (gentleman´s agreement). Ada dua hal yang menjadi dasar dari ikatan tersebut.

Yang pertama adalah kesamaan nasib sebagai bagian dari nusantara. Pengalaman sebagai bangsa terjajah juga menjadi dasar ikatan tersebut. Yang kedua adalah kesamaan tujuan, yakni mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur untuk semua. Dengan bekerja sama, tujuan tersebut dianggap lebih mudah untuk dijangkau. Lanjutkan membaca Indonesia sebagai Negara Hukum Demokratis

Darurat Negara Hukum di Indonesia

Law enforcement Skull | Surrealism painting, Surreal art, Steampunk art
Billi Knight

Oleh Reza A.A Wattimena

            Negara hukum. Inilah salah satu temuan terpenting filsafat politik di dalam sejarah manusia. Kekuasaan tidak lagi bergantung pada satu orang tertentu. Tidak ada Tuhan ataupun langit sebagai dasar kekuasaan.

            Kekuasaan melekat pada hukum yang disepakati bersama. Inilah ide dasar dari supremasi hukum. Hukum pun tidak mutlak. Ia bisa diubah, seturut dengan perubahan yang terjadi di dalam masyarakat, asal tidak melanggar prinsip-prinsip dasarnya.

Lanjutkan membaca Darurat Negara Hukum di Indonesia

Demokrasi Pseudo-Komedi

Image result for comedy surrealism"
High on Films

Oleh Reza A.A Wattimena

Minggu lalu, seorang mahasiswa bertanya kepada saya. “Apa pendapat bapak soal susunan kabinet pemerintahan yang baru ini (2019-2024)?” Saya menjawab singkat, “Inilah tanda dari demokrasi dagelan, yakni demokrasi yang berbalut komedi, namun komedi yang tidak lucu.”

Memang, politik di Indonesia adalah politik yang unik. Banyak hal lucu yang terjadi. Namun, kelucuan itu berbarengan dengan rasa kecewa. Inilah demokrasi yang berbalut psedo-komedi. Lanjutkan membaca Demokrasi Pseudo-Komedi