Filsafat Harapan

Hope-1240452811mOleh Reza A.A Wattimena

Kata harapan bagaikan barang langka sekarang ini. Kata ini tidak lagi terdengar di dalam wacana politik Indonesia, maupun dunia. Manusia dilanda bencana pesimisme. Orang putus asa di hadapan kekacauan dunia yang tak lagi masuk di akal sehat.

Para Pemusnah Harapan

Ada tujuh keadaan yang membunuh harapan kita. Pertama, kita baru saja melaksanakan pemilihan umum yang beracun. Kecurangan terjadi secara besar di berbagai tempat. Rakyat dipermainkan oleh penipuan, politik uang dan politik koruptif yang membunuh demokrasi serta rasa keadilan.

Dua, di Indonesia, politik dinasti sedang mengembangkan sayapnya. Politik menjadi urusan keluarga si penguasa busuk. Cara-cara curang yang mencoreng hukum, demokrasi dan rasa keadilan terus dilakukan. Rakyat ditipu dan dipermainkan habis-habisan dengan pencitraan media, politik uang dalam bentuk bantuan sosial dan keadaan ekonomi yang semakin mencekik.

Tiga, korupsi menjadi semakin tak terkendali. Para penegak hukum justru menjadi otak dari banyak kegiatan kriminal. Para pemimpin masyarakat justru menjadi perampok yang mempermiskin dan memperbodoh rakyat. Para pemuka agama justru menjadi biang keladi kemunafikan dan kebobrokan moral bangsa.

Empat, kesenjangan ekonomi ekstrem tetap menjadi masalah bangsa. Sumber daya alam dikeruk dan diperas untuk memperkaya penguasa busuk serta pengusaha korup. Rakyat tidak mendapatkan keadilan dalam konteks ekonomi dan politik sumber daya. Ironisnya, di negara yang begitu subur dan makmur ini, rakyat kesulitan memenuhi kebutuhan dasarnya, seperti pangan, sandang maupun papan.

Lima, ini adalah krisis terparah, yakni krisis lingkungan hidup. Di Indonesia, kelestarian lingkungan hidup sama sekali tidak mendapat perhatian. Hutan dibabat habis oleh para pengusaha busuk dengan dukungan penguasa korup. Perubahan cuaca ekstrem dan rusaknya mutu udara didiamkan saja, terutama ketika ada keuntungan ekonomi jangka pendek yang bisa diraup.

Enam, radikalisme agama kematian terus mencengkram rakyat Indonesia. Agama kematian dari tanah gersang terus menghantam budaya, memeras uang rakyat, menciptakan kekacauan sosial, menciptakan konflik dan membunuh identitas bangsa. Bersamaan dengan itu, keluhuran nilai-nilai kehidupan lenyap ditelan habis oleh kedangkalan agama kematian tersebut. Di tengah beragam krisis yang ada, agama kematian terus membuat bangsa Indonesia menjadi miskin dan bodoh.

Tujuh, kita berada di ambang perang dunia ketiga. Kali ini, nuklir jelas bisa menjadi senjata utama di dalam bertempur. Dunia kini terpecah dalam kubu-kubu yang saling bermusuhan di semua bidang. Jika perang nuklir terjadi, umat manusia pun terancam punah.

Filsafat Harapan

Harapan harus dilihat sebagai modus mengada (mode of being). Harapan adalah sebuah jalan hidup yang berpijak pada integritas. Ia bukanlah emosi sesaat yang datang dan pergi mengikuti perubahan keadaan. Harapan adalah sesuatu yang terus didambakan dan dikejar, walaupun tak pernah sepenuhnya ada di dalam genggaman tangan.

Dunia sedang gelap. Sebagai manusia, kita punya dua pilihan. Kita bisa mengutuki kegelapan, dan menjadi putus asa karenanya. Atau, kita bisa menyalakan lilin, dan mulai bekerja untuk memperbaiki keadaan. Filsafat harapan bergerak untuk menyalakan lilin, dan bekerja untuk kebaikan bersama, sesuai dengan kemampuan yang kita punya.

Harapan adalah sebuah energi untuk mendorong perubahan. Apa yang di depan mata bukanlah sebuah keadaan yang mutlak. Dunia yang lain itu mungkin, yakni dunia yang lebih adil dan damai untuk semua. Dunia semacam itu tidak diberikan oleh Tuhan, melainkan diciptakan oleh usaha bersama yang penuh kesadaran.

Di dalam filsafat Asia, ada perumpaan soal lotus (bunga teratai) di dalam kubangan lumpur. Lotus adalah bunga yang sangat indah. Namun, ia justru tumbuh cantik di tengah kubangan lumpur yang tebal. Semakin tebal dan kotor lumpurnya, semakin cantik dan anggun lotusnya bertumbuh.

Harapan adalah bagian dari keindahan bunga lotus tersebut. Ia menjadi indah justru di tengah himpitan keadaan yang sulit. Ini juga kiranya sejalan dengan pemikiran dialektis tentang harapan, bahwa sesuatu dikenal justru karena ada yang berbeda darinya. Harapan justru dikenal sebagai harapan di hadapan keputusasaan yang tersebar, yakni keadaan tanpa harapan yang mewabah, seperti yang kita alami sekarang ini.

Mulai Darimana?

Ada empat hal yang kiranya bisa dilakukan. Pertama, kita perlu mengembangkan kesadaran yang kita miliki. Kita perlu melakukan transformasi kesadaran (cek buku ini), yakni dari kesadaran yang bersifat sempit menuju kesadaran yang bersifat kosmik. Dengan cara ini, kita melihat orang lain, mahluk hidup lain dan seluruh alam semesta sebagai diri kita sendiri. Kejernihan dan kedamaian akan kita dapatkan.

Dua, sebagai bagian dari politik bangsa dan dunia, kita perlu mengembangkan visi politik progresif inklusif. Saya sedang mengembangkan teori ini. Intinya sederhana, yakni kita berpijak pada tradisi, sambil terus bersikap kritis dan kontekstual terhadapnya, lalu melihat segala hal dari sudut pandang yang lebih luas, bahkan bersifat kosmik. Perbedaan dikelola dengan akal sehat, karena, sejatinya, semua yang ada di alam semesta memiliki hakekat yang sama.

Tiga, segala bentuk perubahan lahir dari organisasi. Orang-orang yang memiliki visi serupa harus bekerja sama. Kita tidak bisa menyerahkan politik semata pada penguasa, terutama karena justru sikap korup dan dangkal mereka yang menjadi akar dari semua masalah yang ada. Kita perlu bergerak dalam organisasi yang terdiri dari orang-orang dengan visi yang sama, tulus dan siap bekerja untuk kebaikan bersama.

Empat, semua ini dilakukan, sambil kita terus merawat harapan. Harapan bukanlah perasaan ataupun emosi yang datang sesaat, lalu pergi begitu saja. Harapan adalah energi untuk perubahan, sekaligus cara hidup yang berkelanjutan. Ia memang tak perlu menjadi kenyataan. Namun, ia tetap memberi alasan untuk hidup, dan terus berjuang di dunia yang sementara ini.

===

Rumah Filsafat kini bertopang pada Crowdfunding, yakni pendanaan dari publik yang terbuka luas dengan jumlah yang sebebasnya. Dana bisa ditransfer ke rekening pribadi saya: Rekening BCA (Bank Central Asia) 0885100231 atas nama Reza Alexander Antonius. Lebih lengkapnya lihat di https://rumahfilsafat.com/rumah-filsafat-dari-kita-untuk-kita-dan-oleh-kita-ajakan-untuk-bekerja-sama/

Diterbitkan oleh

Reza A.A Wattimena

Pendiri Rumah Filsafat. Pengembang Teori Transformasi Kesadaran dan Teori Tipologi Agama. Peneliti di bidang Filsafat Politik, Filsafat Ilmu dan Kebijaksanaan Timur. Alumni Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta, Doktor Filsafat dari Hochschule für Philosophie München, Philosophische Fakultät SJ München, Jerman. Beberapa karyanya: Menjadi Pemimpin Sejati (2012), Filsafat Anti Korupsi (2012), Tentang Manusia (2016), Filsafat dan Sains (2008), Zen dan Jalan Pembebasan (2017-2018), Melampaui Negara Hukum Klasik (2007), Demokrasi: Dasar dan Tantangannya (2016), Bahagia, Kenapa Tidak? (2015), Cosmopolitanism in International Relations (2018), Protopia Philosophia (2019), Memahami Hubungan Internasional Kontemporer (20019), Mendidik Manusia (2020), Untuk Semua yang Beragama (2020), Terjatuh Lalu Terbang (2020), Urban Zen (2021), Revolusi Pendidikan (2022), Filsafat untuk Kehidupan (2023), Teori Transformasi Kesadaran (2023), Teori Tipologi Agama (2023) dan berbagai karya lainnya. Rumah Filsafat kini bertopang pada Crowdfunding, yakni pendanaan dari publik yang terbuka luas dengan jumlah yang sebebasnya. Dana bisa ditransfer ke rekening pribadi saya: Rekening BCA (Bank Central Asia) 0885100231 atas nama Reza Alexander Antonius. Lebih lengkapnya lihat di https://rumahfilsafat.com/rumah-filsafat-dari-kita-untuk-kita-dan-oleh-kita-ajakan-untuk-bekerja-sama/

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.