Ikan Membusuk Mulai dari Kepala

1971964-HSC00001-7Oleh Reza A.A Wattimena

Seperti sudah diduga, pemilihan umum 2024 kita cacat. Begitu banyak pelanggaran terjadi. Bahkan, dari sejak awal, ada capres dan cawapres yang sudah tidak sesuai dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat. Kehadiran mereka tidak sah secara hukum, tidak sah di mata masyarakat dan merusak seluruh proses pemilihan umum yang terjadi. Ada empat hal yang penting untuk diperhatikan.

Indonesia Pospilpres

Pertama, gugatan terkait pemilih di Mahkamah Konstitusi amatlah banyak. Kasusnya tentu beragam, mulai caleg yang mengalami kecurangan, pembatalan seluruh proses pemilu, sampai tuntutan untuk melaksanakan pemilu ulang. Ada rasa keadilan yang dilanggar di dalam proses tersebut. Jika Mahkamah Konstitusi tidak bisa bersikap adil, Indonesia bisa dihantam beragam kekacauan dan konflik yang berkepanjangan.

Dua, masyarakat jelas sangat tidak puas dengan kinerja para pemimpin politik yang ada. Presiden yang korup sampai ke akarnya. Partai-partai politik yang bersikap seperti maling, tanpa pendirian dan kedalaman berpikir. Aparat penegak hukum bermain politik, dan ikut membuat seluruh proses pemilu dan sistem hukum Indonesia menjadi busuk.

Tiga, yang sungguh terluka ada rasa keadilan rakyat. Bocah ingusan dipilih menjadi cawapres, karena sokongan bapaknya yang merupakan penguasa busuk. Mahkamah Konstitusi, sebagai lembaga hukum tertinggi di Indonesia, diperkosa oleh sang penguasa busuk tersebut. Seluruh proses demokratisasi dikangkangi oleh presiden yang pemikirannya amat dangkal dan rakus.

Empat, rakyat kembali ditipu dan dikangkangi oleh pemimpinnya sendiri. Indonesia, tentunya, sudah kenyang dengan pengkhianatan. Agama kematian yang merangsek masuk ratusan tahun lalu, dan merusak tata budaya adiluhung yang sudah ada. Beragam pihak asing, yang mengaku ingin memakmurkan bangsa, justru menjadi penjajah yang begitu kejam. Beragam partai politik baru, mulai dari Demokrat sampai dengan PSI, justru menjadi pengkhianat rakyat, serta terjebak dalam bermacam praktek korup.

Akar dari semua ini adalah pembusukan di pucuk pimpinan tertinggi Indonesia, yakni presiden itu sendiri. Pepatah kuno menyatakan, bahwa ikan membusuk mulai dari kepala. Segala kebusukan yang terjadi di Indonesia, mulai dari rusaknya aparat penegak hukum, korupsi di berbagai jajaran lembaga negara, kebodohan bangsa akibat rendahnya mutu pendidikan, ketimpangan ekonomi yang ekstrem sampai dengan radikalisme maupun terorisme yang semakin ganas, berakar dari pucuk pimpinan yang sudah membusuk.

Ketika kepala membusuk, organ lain ikut membusuk. Akal sehat membusuk. Mentalitas dan keberanian juga membusuk. Hasrat-hasrat bawah akan kenikmatan berbungkus kerakusan terurai keluar. Manusia, yang merupakan analogi bagi negara sebagaimana dinyatakan Plato, pun hancur berantakan.

Lihat bagaimana kinerja pemerintah daerah di Indonesia. Korupsi, kolusi dan nepotisme terpampang dengan jelas di berbagai unsur. Sikap gila hormat, penjilat dan otoriter tercermin dalam setiap tingkah laku mereka. Hal serupa menular ke berbagai unsur negara di Indonesia, terutama di kalangan orang yang merasa diri sebagai “pejabat”.

Indonesia pospilpres adalah Indonesia yang sedang bingung. Pemimpin harapan bangsa berubah menjadi korup, otoriter dan manipulatif. Partai-partai busuk bermain curang untuk merebut kekuasaan. Di sela-sela itu, radikalisme agama dan bahaya terorisme terus mengancam, walaupun tak masuk berita utama.

Akar Pembusukan

Ada lima hal yang bisa ditelaah lebih dalam. Pertama, rupanya, kita dipimpin oleh orang yang jiwanya lemah. Khas raja-raja Jawa kuno, ia gila hormat, takut berdebat dan minder di dalam dirinya. Ketika merasa terhina, ia akan diam saja, tetapi bermain di belakang untuk melawan musuh-musuh politiknya, dan menipu rakyat.

Akal budinya lemah. Mungkin, karena ia tak punya wawasan intelektual yang luas dan mendalam.  Ia gila hormat, dan tak suka didebat, karena ia dulu kerap diabaikan, dianggap remeh serta kerap dihina, karena status sosial ekonominya yang rendah. Ini semua menjadi latar belakang dari sikapnya yang kini menjadi otoriter, gila hormat, korup dan main belakang.

Dua, penguasa busuk ini didukung oleh pencitraan digital yang kuat. Ia bermain cantik di media sosial. Seolah, ia adalah pihak yang tak bersalah dan selalu menjadi korban. Banyak orang, termasuk saya, tertipu oleh hal ini selama ini.

Tiga, secara umum, manusia mengalami kemalasan berpikir kritis dan mendalam. Ini semakin terasa dengan berkembangnya media sosial yang membuat orang malas membaca, menganalisis dan berpikir kritis. Informasi palsu dan propaganda radikalisme agama tersebar begitu luas dan begitu cepat. Sebagian besar manusia Indonesia terjebak ke dalam kebodohan yang mendasar.

Empat, sistem politik kita korup dari akarnya. Partai politik memang berperan penting di dalam negara demokratis. Sementara, mutu partai politik di Indonesia amatlah rendah, terutama karena partai hanya ingin merebut kekuasaan, dan tidak memiliki ideologi filosofis yang kuat. Pembusukan partai politik inilah yang membuat demokrasi di Indonesia cacat, sehingga tidak mampu menghadirkan keadilan serta kemakmuran pada warganya.

Lima, secara kultural, bangsa kita sedang dihabisi oleh agama kematian dari tanah gersang. Beberapa kelompok budaya bisa dan berhasil melawannya. Ini semua mempengaruhi cara berpikir dan pola perilaku keseharian masyarakat kita. Akal sehat dan nurani pun tumpul, akibat tikaman agama kematian yang sungguh merusak.

Mencegah Pembusukan

Keadaan semacam ini tentu tidak boleh dibiarkan. Kita harus menekan pemerintah melakukan perbaikan-perbaikan mendasar. Tiran busuk tidak boleh dibiarkan melakukan praktek korupsi, kolusi dan nepotisme tanpa hukuman. Langkah hukum, komunikasi publik, demonstrasi dan ketidakpatuhan sipil harus dijalankan, guna mencegah Indonesia kembali menjadi negara otoriter.

Kita juga perlu mengembangkan pemikiran kritis yang semakin tajam. Kita tidak boleh jatuh pada pencitraan yang dilahirkan oleh kebohongan dan kebusukan. Dunia digital adalah alat belajar dan komunikasi yang baik. Ia tidak boleh berubah menjadi penyebar fitnah, kebohongan dan ajaran-ajaran sesat yang membunuh akal sehat serta nurani.

Berpikir tentu perlu usaha. Ia adalah bagian dari kodrat alami kita sebagai manusia. Dengan berpikir mendalam, manusia akan terlepas dari berbagai macam masalah, baik di tingkat pribadi maupun sosial. Namun, pikiran tetap merupakan alat untuk kehidupan, dan bukan tujuan pada dirinya sendiri, apalagi dituhankan.

Sudah lama partai politik menjadi musuh terbesar demokrasi di Indonesia. Mereka tidak memiliki ideologi yang diperjuangkan, cenderung korup di dalam kesehariannya, doyan mengeruk uang dari berbagai sumber korup dan kerap bermain mata dengan radikalisme agama kematian. Sebagai rakyat, kita perlu menekan mereka semua untuk mengubah diri. Jika tidak, biarkan partai politik tersebut menjadi tak relevan, dan menghilang ditelan sejarah.

Juga sudah terlalu lama, kita, sebagai bangsa, dibohongi, dihina, dibodohi dan dieksploitasi oleh agama kematian dari tanah gersang. Tradisi leluhur dilupakan. Perempuan ditindas dari ujung kepala sampai ujung kaki. Berbagai hal bodoh dan penuh kekerasan diajarkan di ruang publik, sehingga menciptakan keadaan sosial yang kacau.

Yang paling penting harus diingat adalah, bahwa inti utama politik adalah mewujudkan kebaikan bersama. Sedikit permainan dan manuver kekuasaan tentu terjadi. Bahkan, korupsi adalah setitik warna dari politik dunia. Namun, semua itu harus sungguh dibatasi oleh kontrol kritis rakyat, sehingga kebaikan bersama bisa tetap terwujud, walaupun setitik noda terus menyertainya.

===

Rumah Filsafat kini bertopang pada Crowdfunding, yakni pendanaan dari publik yang terbuka luas dengan jumlah yang sebebasnya. Dana bisa ditransfer ke rekening pribadi saya: Rekening BCA (Bank Central Asia) 0885100231 atas nama Reza Alexander Antonius. Lebih lengkapnya lihat di https://rumahfilsafat.com/rumah-filsafat-dari-kita-untuk-kita-dan-oleh-kita-ajakan-untuk-bekerja-sama/

Diterbitkan oleh

Reza A.A Wattimena

Pendiri Rumah Filsafat. Pengembang Teori Transformasi Kesadaran dan Teori Tipologi Agama. Peneliti di bidang Filsafat Politik, Filsafat Ilmu dan Kebijaksanaan Timur. Alumni Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta, Doktor Filsafat dari Hochschule für Philosophie München, Philosophische Fakultät SJ München, Jerman. Beberapa karyanya: Menjadi Pemimpin Sejati (2012), Filsafat Anti Korupsi (2012), Tentang Manusia (2016), Filsafat dan Sains (2008), Zen dan Jalan Pembebasan (2017-2018), Melampaui Negara Hukum Klasik (2007), Demokrasi: Dasar dan Tantangannya (2016), Bahagia, Kenapa Tidak? (2015), Cosmopolitanism in International Relations (2018), Protopia Philosophia (2019), Memahami Hubungan Internasional Kontemporer (20019), Mendidik Manusia (2020), Untuk Semua yang Beragama (2020), Terjatuh Lalu Terbang (2020), Urban Zen (2021), Revolusi Pendidikan (2022), Filsafat untuk Kehidupan (2023), Teori Transformasi Kesadaran (2023), Teori Tipologi Agama (2023) dan berbagai karya lainnya. Rumah Filsafat kini bertopang pada Crowdfunding, yakni pendanaan dari publik yang terbuka luas dengan jumlah yang sebebasnya. Dana bisa ditransfer ke rekening pribadi saya: Rekening BCA (Bank Central Asia) 0885100231 atas nama Reza Alexander Antonius. Lebih lengkapnya lihat di https://rumahfilsafat.com/rumah-filsafat-dari-kita-untuk-kita-dan-oleh-kita-ajakan-untuk-bekerja-sama/

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.