Tag: penderitaan
Tentang Hidup, Derita dan Teologi
Tentang Kelekatan
Tentang Penderitaan dari Kebahagiaan
Oleh Reza A.A Wattimena
Selama 2021 dan 2022, saya banyak menetap di Bali. Saya jatuh cinta dengan alamnya. Saya juga sangat jatuh cinta dengan budayanya. Tidak seperti Jakarta, Pulau Jawa dan beberapa pulau lainnya di Indonesia yang tertindas oleh agama kematian, Bali sangat menghargai ajaran leluhur, merawatnya sepenuh hati dan mencapai keagungan yang dihormati seluruh dunia.
Namun, segalanya harus berlalu. Waktu yang indah pun di Bali pun harus berlalu. Saya harus kembali ke Jakarta. Persis setelah kembali ke Jakarta, saya jatuh ke dalam depresi ringan. Lanjutkan membaca Tentang Penderitaan dari Kebahagiaan
Bukan Filsafat Penderitaan
Oleh Dhimas Anugrah
Pendiri Lingkar Filsafat (Circles) Indonesia, sebuah komunitas pembelajar di bidang budaya, filsafat, dan sains. Studi di Oxford Center for Religion and Public Life, Inggris.
Penderitaan tidak bisa lepas dari kehidupan manusia. Pepatah India Kuno mengatakan, “Sebelum kita dapat melihat arah dengan benar, kita harus terlebih dahulu meneteskan air mata untuk membersihkan jalan.” Artinya, ada perjuangan yang tidak selalu mudah untuk mencapai tujuan hidup setiap insan. Ada tantangan penderitaan yang perlu diatasi. Ia melingkupi dan mewarnai hayat setiap orang. Tidak ada orang yang mau menderita, tetapi realitas hidup tidak selalu seperti yang diharapkan. Penderitaan secara lugas menemani setiap manusia yang terlahir ke dunia, sehingga mau tidak mau, kita hanya bisa menerima kenyataan bahwa hidup di dunia ini memiliki warna yang khas: penderitaan. Lanjutkan membaca Bukan Filsafat Penderitaan
Hidup Mengalir, Tanpa Rintangan
Oleh Reza A.A Wattimena
Jam 11 malam, Jumat 13 Mei 2022. Perut melilit. Sakitnya nyaris tak tertahankan. Saya pun terbangun.
Cuaca sejuk dan nikmat. Semuanya sempurna, kecuali perut yang berteriak. Perpaduan kopi, susu, arak, babi guling pedas dan bir memang mematikan. Saya sudah menduganya. Lanjutkan membaca Hidup Mengalir, Tanpa Rintangan
P4 (Pertolongan Pertama pada Penderitaan)
Oleh Reza A.A Wattimena
“Kekuatan untuk mengubah hal-hal yang bisa diubah
Menerima hal-hal yang tak bisa diubah
Kebijaksanaan untuk membedakan keduanya”
Suasana tempat makan itu ramai. Di sana, seorang teman berkomentar tentang buku saya: Urban Zen. “Memang mengapa jika hidup itu menderita? Mengapa harus panik?”, begitu tanyanya.
Memang, hidup harus terus bahagia? Pertanyaan-pertanyaan itu penting untuk direnungkan. Hidup memang tak harus selalu bahagia. Derita adalah bagian tak terpisahkan dari hidup. Lanjutkan membaca P4 (Pertolongan Pertama pada Penderitaan)
Belajar untuk Menderita
Oleh Reza A.A Wattimena
Sejak kecil, kita diajarkan untuk menjadi juara. Kita diminta untuk melakukan yang terbaik di segala hal. Sistem sekolah mendukung hal itu. Sistem ekonomi kapitalisme Indonesia juga sejalan dengan itu.
Namun, kita tak pernah diajarkan untuk kalah. Kita tidak pernah diajarkan untuk menderita. Padahal, di dalam hidup, orang tak selalu bisa menang dan senang. Derita dan kekalahan kerap datang berkunjung, tanpa diundang. Lanjutkan membaca Belajar untuk Menderita
Zen untuk Derita Karena Bahasa
Oleh Reza A.A Wattimena
Orang lain berbuat sesuatu. Ia memaki. Ia menghina. Bisa juga, ia mencuri, sehingga membuat saya terluka.
Ia menantang. Ia memprovokasi. Ia memancing amarah. Ia memicu emosi yang bergejolak. Lanjutkan membaca Zen untuk Derita Karena Bahasa
Trauma, Derita dan Kebebasan

Oleh Reza A.A Wattimena
Setiap orang pasti punya pengalaman jelek di masa lalunya. Bentuknya beragam, mulai dari hal-hal kecil, seperti bertengkar dengan teman, sampai dengan hal-hal yang amat menyakitkan, seperti menjadi korban kekerasan seksual. Peristiwa itu mungkin sudah lama berlalu. Namun, bekasnya tetap terasa menyakitkan di saat ini.
Hal ini juga diteliti di dalam European Journal of Psychotraumatology. Data yang terkumpul menunjukkan, bahwa lebih dari 1,5 milyar orang mengalami perang dan konflik besar dari 1989 sampai 2015. 350 juta orang diantaranya mengalami trauma dan depresi berat. Mayoritas diantaranya tidak memiliki kemampuan yang memadai untuk melampaui trauma dan depresi yang mereka alami. Lanjutkan membaca Trauma, Derita dan Kebebasan
Tarian Kematian

Oleh Reza A.A Wattimena
Hidup ini memang seperti menari. Kita bergerak, sering tanpa pola, tanpa arah. Namun, intinya, kita terus bergerak. Kita bekerja. Kita menjalin hubungan dengan orang lain. Kita bahagia, dan kita pun menderita.
Namun, menyimak keadaan dunia di akhir 2018 ini, tarian kita seolah berubah menjadi tarian kematian. Kita menari bukan untuk merayakan kehidupan, melainkan untuk merusak dan menebarkan petaka. Di berbagai bidang kehidupan, kita bergerak, tidak ke arah kebaikan bersama (common good), melainkan ke arah kehancuran bersama (common destruction). Di banyak bidang kehidupan, kehancuran terjadi secara perlahan, namun pasti. Lanjutkan membaca Tarian Kematian
Berkah itu Kini Menjadi Kutuk

Oleh Reza A.A Wattimena
Manusia. Mungkin salah satu mahluk paling unik di jagad ini. Kekuatan fisiknya lemah. Namun, berkat kerja sama dan kekuatan pikirannya, ia bisa menjadi begitu perkasa di planet bernama bumi ini.
Pikiran Manusia
Pikirannya begitu kompleks. Ia bisa mengingat apa yang sudah berlalu. Ia juga bisa membayangkan apa yang belum ada. Dengan pikirannya, ia bisa mendirikan organisasi yang mengubah wajah dunia. Lanjutkan membaca Berkah itu Kini Menjadi Kutuk
Zen dalam Percakapan

Oleh Reza A.A Wattimena
Praktisi Zen, Tinggal di Jakarta
Tulisan ini berawal dari percakapan dengan seorang teman. Sebagai anak dari keluarga pengusaha, ia sebenarnya cukup beruntung. Ia bisa mendapatkan penghidupan yang layak, dan pendidikan yang bermutu tinggi. Setelah itu, ia pun diharapkan bisa melanjutkan dan mengembangkan usaha keluarga.
Sejak kecil, ia dididik untuk menjadi pekerja keras. Keluarganya berharap, supaya ia bisa menjadi fondasi keluarga, ketika orang tuanya tidak lagi mampu mengelola bisnis. Maka dari itu, ia pun diajar untuk menjadi manusia yang memiliki ambisi besar. Nilai-nilai persaingan, kerja keras dan fokus adalah nilai-nilai yang telah ia terima, sejak kecil. Lanjutkan membaca Zen dalam Percakapan
Jangan Mengejar Bayangan

Oleh Reza A.A Wattimena
Peneliti, Tinggal di Jakarta
Apakah anda tahu salah satu lagu dari Anggun C. Sasmi yang berjudul Bayang-bayang Ilusi? Begini bunyi liriknya, “Haruskah ku hidup dalam angan anggan. Meregu ribuan impian. Haruskah ku lari dan terus berlari. Kejar bayang-bayang ilusi. Bayangan ilusi. Hanya fantasi. Bayangan ilusi.”
Lagu ini pernah menjadi hits di Indonesia pada awal tahun 1990-an lalu. Saya tergoda untuk menanggapi pertanyaan di lagu tersebut. Haruskah kita hidup dalam angan-angan dan bayangan ilusi? Jawabannya jelas: tidak. Lanjutkan membaca Jangan Mengejar Bayangan
“AKU” di dalam Penderitaan

Percikan Kebijaksanaan Timur
Oleh Reza A.A Wattimena
Kerap kali, kita merasakan emosi yang sangat kuat. Kebencian atau kesedihan menguasai batin. Bagi banyak orang, ini merupakan masalah besar. Akibatnya, mereka jadi ganas dan jahat pada orang lain, bahkan pada orang-orang terdekatnya.
Pikiran-pikiran mengerikan juga kerap datang tanpa diundang. Ketakutan dan kecemasan akan masa depan yang tak pasti menerkam jiwa. Penyesalan atas masa lalu yang menyesakkan dada sering datang berkunjung. Jika itu semua amat kuat dan terjadi dalam waktu lama, orang bisa sakit, entah sakit jiwa, kanker, jantung, darah tinggi maupun kelainan hormon. Lanjutkan membaca “AKU” di dalam Penderitaan
Sebelum Nama, Sebelum Cerita

Oleh Reza A.A Wattimena
Alkisah, seorang pria sedang berjalan di pasar. Tiba-tiba, sepotong panah datang dari kejauhan, dan menancap ke lengan kanannya. Rasa sakit langsung menyengat lengannya, dan kemudian menyebar ke sekujur tubuhnya. Panah tersebut telah melukai tubuhnya.
Sejenak, ia berpikir, “Mengapa ini terjadi padaku? Apa yang telah kuperbuat, sehingga aku layak menerima musibah ini? Andaikan aku istirahat di rumah, tentu saja panah itu tidak akan datang padaku. Bagaimana jika lenganku cacat, dan nanti tubuhku tak sempurna lagi, sehingga para wanita akan meninggalkanku?” Inilah “panah kedua” yang melukai pikirannya. Lanjutkan membaca Sebelum Nama, Sebelum Cerita
Penderitaan dan Peradaban

Oleh Reza A.A Wattimena
Lebih dari enam botol bir menemani percakapan kami. Sudah hampir semalam suntuk, kami berbincang. Kawan saya, yang berasal dari Jerman, bercerita, bagaimana ia terjebak di dalam cinta segita: jatuh cinta dengan orang yang sudah menikah, dan bahkan punya anak. Kisahnya penuh derita, mirip telenovela, namun nyata.
Sejenak, saya bertanya, “Mengapa kamu tidak pergi, dan melanjutkan hidupmu?” Pertanyaan tersebut tampak menghentaknya. Setitik air mata terlihat menggenang, entah karena sedih, atau karena alkohol. Setelah terdiam sesaat, ia menjawab, “Saya mencintainya. Semua penderitaan yang saya rasakan akan terbayar, jika saya bisa bersamanya. Saya akan terus berjuang, walaupun luka dan derita datang menghadang.” Lanjutkan membaca Penderitaan dan Peradaban
Berpikir itu Bermimpi

Oleh Reza A.A Wattimena
Malam kemarin terasa panjang. Mimpi terasa begitu nyata. Ia hadir terus, bahkan ketika tidur telah berakhir. Jejaknya menempel sebagai ingatan yang mencabut diri dari saat ini.
Banyak orang sulit membedakan mimpi sebagai kenyataan. Mereka mengira, mimpi adalah pertanda. Bahkan tak sedikit yang mengira, mimpi adalah realita. Sigmund Freud, bapak psikoanalisis asal Jerman, juga melakukan penelitian tentang tafsir mimpi (Traumdeutung). Lanjutkan membaca Berpikir itu Bermimpi
Rasa Takut

Akar dan Obat dari Rasa Takut
Oleh Reza A.A Wattimena
Semua orang pasti pernah merasa takut. Saya pernah merasa takut. Anda juga pasti pernah merasa takut. Takut menjadi bagian hidup manusia dari seluruh jaman.
Padahal, rasa takut adalah benda paling jahat di dunia. Ia membuat orang khawatir berlebihan akan hidupnya. Pikirannya kacau. Badannya pun juga ikut sakit.
Orang menderita, karena diterkam rasa takut. Hidupnya bagai di neraka. Orang yang merasa takut juga cenderung jahat pada orang lain. Ia gampang marah, dan gampang berbuat kasar.
Pada tingkat yang lebih tinggi, rasa takut juga menciptakan perang. Kelompok yang satu khawatir, bahwa kelompok lainnya akan menyerang dia. Maka, ia menyerang duluan. Perang pun meletus.
Pada tingkat pribadi, rasa takut menciptakan penyakit jiwa. Deretan penyakit jiwa muncul, karena orang merasa takut. Rasa takut juga mendorong orang berbuat yang aneh-aneh. Pada kasus yang parah, rasa takut mendorong orang untuk melakukan bunuh diri. Lanjutkan membaca Rasa Takut
Satu Paket?

Sengsara Membawa Nikmat, dan Sebaliknya
Oleh Reza A.A Wattimena
Di dalam hidup, kita cenderung mencari senang dan nikmat. Kita berusaha menghindari semua bentuk penderitaan. Kita mau apa yang kita anggap baik untuk hidup kita. Dan kita juga berusaha menyingkirkan apa yang kita anggap jelek untuk kita.
Namun, hidup tidak bisa seperti itu. Hidup tidak melulu enak, walaupun kita berusaha untuk selalu mencari yang enak dan nikmat. Hidup juga tidak selalu susah, walaupun seringkali, kita merasa begitu. Di dalam hidup, kita tidak bisa memperoleh kenikmatan, tanpa penderitaan yang mengikutinya.
Satu Paket
Hidup itu satu paket. Istilahnya, kita memiliki bayi yang manis dan cantik, tetapi juga gemar kencing dan berak. Ia cantik dan manis, tetapi juga bau dan jorok. Ia satu paket, dan kita tidak punya pilihan lain, selain menerimanya sebagai satu paket.
Anda ingin menjadi cerdas? Orang cerdas kerap menjadi sangat kritis dan analitis. Dua sikap ini membuat orang kerap jatuh ke dalam penderitaan batin, dan konflik dengan orang lain. Jadi, cerdas pun tidak bisa dilepas dari penderitaan batin semacam itu. Satu paket.
Anda ingin sukses? Orang sukses kerap harus bekerja lebih keras. Nantinya, ia juga seringkali menjadi begitu melekat dengan kesuksesannya, dan amat kecewa, ketika ia gagal. Kesuksesan dan ketegangan batin semacam ini juga satu paket. Lanjutkan membaca Satu Paket?