Kecerdasan Demokratis untuk Indonesia

downloadOleh Reza A.A Wattimena

Saya semakin tersadar, betapa rendahnya mutu para pemimpin kita di Indonesia. Kita semua menyaksikan, bagaimana perdebatan Menkopolhukam Mahfud MD dengan DPR beberapa waktu lalu (akhir Maret 2023). Terlihat, betapa rendah mutu DPR, terutama dalam bentuk kemampuan analisis dan kejernihan nurani. Mereka bukanlah wakil rakyat, melainkan budak partai yang penuh dengan hasrat korupsi.

Hal serupa ditemukan pada para pemimpin daerah kita, terutama di Bali dan Jawa Tengah. Mereka merasa memahami pemikiran Sukarno, dan menggunakannya untuk bersikap tak adil pada bangsa lain. Namun, saya yakin, mereka sama sekali tak pernah membaca dan menikmati kedalaman pemikiran Sukarno. Mereka hanyalah anak buah partai yang tak punya kejernihan nurani dan ketajaman berpikir.

Sudah lama saya berpikir, bahwa di Indonesia, partai politik adalah sumber masalah utama bangsa. Disanalah gudang korupsi dan kebobrokan moral. Agama kematian dimainkan untuk mengabdi hasrat kerakusan yang membusuk. Mereka sama sekali tidak peduli pada kebutuhan rakyat.

Kecerdasan Demokratis

Ini semua terjadi, karena bangsa kita tak memiliki kecerdasan demokratis (democratic intelligence). Kita menganut sistem demokrasi. Namun, sikap hidup dan cara berpikir kita sama sekali tidak siap berdemokrasi. Apa itu kecerdasan demokratis?

Kecerdasan demokratis adalah sekumpulan ketrampilan yang diperlukan untuk membangun masyarakat demokratis. Dalam arti ini, masyarakat demokratis adalah masyarakat, dimana keadilan dan kemakmuran untuk rakyat menjadi yang utama. Rakyat menjadi pemegang kekuasaan tertinggi. Negara, dan pemerintah, menjadi pelayan rakyat untuk mencapai keadilan dan kemakmuran tersebut.

Semua kebijakan harus berdiskusi dengan rakyat. Untuk itu, lembaga perwakilan rakyat dibentuk. Kekuasaan politik pun tidak terpusat, melainkan dibagi ke empat bagian, yakni eksekutif (presiden dengan para menterinya), legislatif (perwakilan rakyat yang membuat Undang-undang), Yudikatif (penegakan hukum) dan komunikatif (masyarakat sipil). Semua ini dibentuk dengan kecerdasan demokratis sebagai dasarnya. Tanpa rakyat yang memiliki kecerdasan demokratis, sistem politik demokrasi akan menjadi korup, dan penuh dengan pelanggaran.

Ada enam hal yang menjadi unsur dari kecerdasan demokratis. Pertama adalah kemampuan berpikir rasional. Rasionalitas digunakan untuk memahami persoalan yang ada sampai ke akar, lalu merumuskan jalan keluar yang tepat. Rasionalitas juga harus berpijak pada keluasan wawasan yang datang dari proses pendidikan yang bermutu tinggi.

Yang kedua adalah kemampuan berpikir kritis. Orang mempertanyakan segala tradisi dan praktek yang ada. Mereka tidak hanya ikut patuh secara buta pada kebiasaan yang telah lama dijalankan. Dengan pemikiran kritis, masyarakat akan terhindar dari kebodohan-kebodohan lama yang menindas.

Yang ketiga adalah kemampuan berargumen. Orang bisa mengajukan sikap mendukung atau menolak dengan alasan yang bisa dipertanggungjawabkan secara publik. Data dan teori digunakan untuk pendasaran argumen. Kemampuan berargumen lalu dibarengi kemampuan untuk saling mendengarkan satu sama lain untuk mencapai kesepakatan bersama.

Yang keempat adalah keluasan wawasan. Ini diperoleh dengan banyak membaca. Orang harus membaca banyak buku untuk memiliki pemahaman yang menyeluruh soal kehidupan. Kemampuan ini menopang kecerdasan demokratis lainnya, seperti berpikir rasional, kritis dan kemampuan merumuskan argumen secara tepat.

Yang kelima adalah kemampuan melihat masalah dari perspektif yang lebih luas. Intinya, orang tidak mementingkan dirinya sendiri atau kelompoknya. Ia bisa melihat dari sudut pandang orang lain, dan dari sudut pandang keseluruhan. Ini menunjang seluruh proses berdemokrasi di dalam masyarakat.

Yang keenam adalah kesadaran hukum. Hukum adalah pengikat masyarakat majemuk. Namun, hukum tersebut haruslah terbentuk dari proses komunikasi yang terbuka, bebas dominasi dan egaliter. Kesadaran akan hukum berarti menyadari arti penting hukum, dan menerapkannya secara konsisten di dalam hidup sehari-hari.

Beberapa Tantangan

Di Indonesia, kecerdasan demokratis amatlah kecil. Tak berlebihan jika dikatakan, bangsa ini mengalami krisis kecerdasan demokratis. Demokrasi hanya soal nama dan bentuk, tanpa isi yang kokoh. Ada lima hal yang menjadi tantangan utama.

Yang pertama adalah kuatnya cengkeraman agama kematian. Inilah agama dari tanah gersang yang merusak akal sehat, membunuh budaya lokal, menindas perempuan dari ujung kepala sampai ujung kaki dan ibadahnya merusak ketenangan hidup bersama. Agama dengan pola ini tak punya hak hidup di abad 21. Ia merusak kehidupan manusia, dan sudah selayaknya dikubur dalam-dalam dari arus sejarah manusia.

Yang kedua adalah kepatuhan buta pada kebiasaan lama. Pikiran rasional dan kritis dipasung atas nama kepatuhan buta. Yang tersisa adalah kebodohan kolektif. Kebiasan merusak dan korup didiamkan, sementara kreativitas dan pemikiran mendalam justru dibuang jauh-jauh.

Yang ketiga adalah mental bangsa terjajah. Bangsa kita suka menjilat pantat orang Arab dan orang Amerika/Eropa (Barat), sehingga kita kehilangan akal sehat dan kejernihan nurani. Kita mengalami Arabisasi dan Westernisasi mendalam di budaya kita. Budaya luhur warisan nenek moyang nyaris tak lagi tersisa.

Yang keempat adalah pendidikan yang bermutu amat rendah. Bahkan, saya berani bilang, bahwa yang terjadi di Indonesia bukanlah pendidikan, melainkan cuci otak. Kita dipaksa menghafal hal-hal tak berguna. Kita diminta patuh buta, sehingga pikiran kritis dan akal sehat terpasung.

Yang keempat adalah pemerintah yang tak kompeten bekerja. Berbagai aturan dilanggar. Korupsi terus terjadi, seolah tak terbendung lagi. Kebijakan bersifat diskriminatif, terutama terhadap kelompok minoritas dan perempuan.

Yang kelima korupsi yang tak terbendung di berbagai sektor pemerintahan, bahkan penegak hukum. Korupsi dan radikalisme adalah musuh terbesar demokrasi. Jika keduanya menguat, demokrasi melemah, bahkan bisa hancur. Indonesia sedang berada di dalam keadaan tersebut.

Mengembangkan kecerdasan demokratis amat penting untuk bangsa Indonesia. Itu lebih penting dari sekedar membangun jalan tol atau bendungan. Demokrasi bukan soal sistem politik dengan banyak partai busuk, seperti di Indonesia. Demokrasi adalah soal cara hidup yang mengembangkan akal sehat dan nurani untuk kemakmuran serta keadilan seluruh rakyat. Kapan kita sungguh belajar tentang ini?


cropped-rf-logo-done-rumah-filsafat-2-1.png

Rumah Filsafat kini bertopang pada Crowdfunding, yakni pendanaan dari publik yang terbuka luas dengan jumlah yang sebebasnya. Dana bisa ditransfer ke rekening pribadi saya: Rekening BCA (Bank Central Asia) 0885100231 atas nama Reza Alexander AntoniusLebih lengkapnya lihat di https://rumahfilsafat.com/rumah-filsafat-dari-kita-untuk-kita-dan-oleh-kita-ajakan-untuk-bekerja-sama/

Iklan

Diterbitkan oleh

Reza A.A Wattimena

Pendiri Rumah Filsafat. Peneliti di bidang Filsafat Politik, Filsafat Ilmu dan Kebijaksanaan Timur. Alumni Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta, Doktor Filsafat dari Hochschule für Philosophie München, Philosophische Fakultät SJ München, Jerman. Beberapa karyanya: Menjadi Pemimpin Sejati (2012), Filsafat Anti Korupsi (2012), Tentang Manusia (2016), Filsafat dan Sains (2008), Zen dan Jalan Pembebasan (2017-2018), Melampaui Negara Hukum Klasik (2007), Demokrasi: Dasar dan Tantangannya (2016), Bahagia, Kenapa Tidak? (2015), Cosmopolitanism in International Relations (2018), Protopia Philosophia (2019), Memahami Hubungan Internasional Kontemporer (20019), Mendidik Manusia (2020), Untuk Semua yang Beragama (2020), Terjatuh Lalu Terbang (2020), Urban Zen (2021), Revolusi Pendidikan (2022), Filsafat untuk Kehidupan (2023), Teori Transformasi Kesadaran (2023) dan berbagai karya lainnya.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.