Tentang Kelekatan

Publikasi Terbaru: Kajian Filsafat-Neurosains Tentang Otak dan Kebahagiaan Manusia

depositphotos_42222049-stock-illustration-head-with-monstersOleh Reza A.A Wattimena

DITERBITKAN DI THE ARY SUTA CENTER SERIES ON STRATEGIC MANAGEMENT OCTOBER 2022 VOLUME 59

Abstrak

Tulisan ini ingin memahami konsep kebahagiaan dengan mengacu pada penelitian-penelitian neurosains dan refleksi filsafat yang sudah ada. Kedua penelitian tersebut akan juga mengacu pada tradisi-tradisi kontemplatif yang berkembang di Asia, terutama Buddhisme. Dari berbagai penelitian yang ada dapatlah ditarik kesimpulan, bahwa otak manusia dapat berubah dengan latihan batin yang tepat. Manusia bisa mewujudkan kebahagiaan dengan berpijak pada kebijaksanaan, keutamaan dan kesadaran. Semua ini akan membawa perubahan yang besar pada struktur otak, dan kepada mutu kehidupan manusia secara keseluruhan. Tulisan ini mengacu pada penelitian yang dibuat oleh Mark Hanson, dan penelitian-penelitian penulis (Reza A.A Wattimena) sebelumnya.

Kata-kata Kunci: Kebahagiaan, Keutamaan, Kebijaksanaan, Neurosains, Neuroplastisitas, Kontemplasi. 

Abstract

This paper describes the concept of happiness by referring to existing neuroscience studies and philosophical reflections. Both studies will also refer to the contemplative traditions that developed in Asia, especially Buddhism. From various existing studies, it can be concluded, that the human brain can change with the right mind training. Humans can realize happiness by resting on wisdom, virtue and awareness. All of this will bring notable changes to the biological structure of the brain, and to the quality of human life as a whole. This paper refers to the research previously conducted by Mark Hanson, and of the author (Reza A.A Wattimena).

Keywords: Happiness, Virtue, Wisdom, Neuroscience, Neuroplasticity, Contemplation.

Silahkan diunduh disini Jurnal Reza, Otak dan Kebahagiaan

Tentang Penderitaan dari Kebahagiaan

8f50120188a6661a55c6828a1a873f4dOleh Reza A.A Wattimena

Selama 2021 dan 2022, saya banyak menetap di Bali. Saya jatuh cinta dengan alamnya. Saya juga sangat jatuh cinta dengan budayanya. Tidak seperti Jakarta, Pulau Jawa dan beberapa pulau lainnya di Indonesia yang tertindas oleh agama kematian, Bali sangat menghargai ajaran leluhur, merawatnya sepenuh hati dan mencapai keagungan yang dihormati seluruh dunia.

Namun, segalanya harus berlalu. Waktu yang indah pun di Bali pun harus berlalu. Saya harus kembali ke Jakarta. Persis setelah kembali ke Jakarta, saya jatuh ke dalam depresi ringan. Lanjutkan membaca Tentang Penderitaan dari Kebahagiaan

P4 (Pertolongan Pertama pada Penderitaan)

face-man-migraine-aura-against-rainbow-shards-oil-surrealism-165763079Oleh Reza A.A Wattimena

“Kekuatan untuk mengubah hal-hal yang bisa diubah

Menerima hal-hal yang tak bisa diubah

Kebijaksanaan untuk membedakan keduanya”

Suasana tempat makan itu ramai. Di sana, seorang teman berkomentar tentang buku saya: Urban Zen. “Memang mengapa jika hidup itu menderita? Mengapa harus panik?”, begitu tanyanya.

Memang, hidup harus terus bahagia? Pertanyaan-pertanyaan itu penting untuk direnungkan. Hidup memang tak harus selalu bahagia. Derita adalah bagian tak terpisahkan dari hidup. Lanjutkan membaca P4 (Pertolongan Pertama pada Penderitaan)

Tentang ini, Saya sangat Egois…

Surrealistic Paintings by Vladimir Kush
Vladimir Kush

Oleh Reza A.A Wattimena

Kita pasti pernah mengalami perubahan suasana hati tiba-tiba. Kata-kata orang lain yang menyakitkan, misalnya, bisa memicu itu. Lalu, pikiran kacau. Emosi pun memuncak.

Saya juga pernah mengalami hal serupa terkait dengan cuaca. Tiba-tiba, cuaca berubah total. Hujan lebat mengguyur. Seluruh tubuh, termasuk dompet dan alat elektronik saya, basah sampai ke dalam. Suasana hati langsung rusak. Lanjutkan membaca Tentang ini, Saya sangat Egois…

Bahagia Dari Dalam, Tanpa Syarat

Pin by Anne-Marie Weber on THE TIME TUNNEL | Surreal art, Art for art sake,  ArtistOleh Reza A.A Wattimena

            Setiap orang pasti ingin bahagia. Tak hanya itu, setiap mahluk hidup pasti terdorong secara alami untuk menghindari penderitaan, dan mencari kebahagiaan. Inilah salah satu hukum alam yang ada. Tak ada yang luput darinya.

            Namun, banyak orang mengalami kesalahan berpikir. Mereka mencari kebahagiaan di luar diri. Padahal, di luar diri, segala hal terus berubah. Apa yang sebelumnya membawa kebahagiaan bisa membawa kecewa di kemudian hari. Lanjutkan membaca Bahagia Dari Dalam, Tanpa Syarat

Bandar Sabu VS Bandar Zen: Mencari Sensasi Tanpa Adiksi

Ilustrasi Karya Jason Ranti

Oleh Reza A.A Wattimena

2020 sudah menyentuh hidup kita semua. Sejatinya, tahun memang ilusi. Ia tak sungguh ada. Matahari, planet, bulan dan bintang tak mengenal waktu, apalagi tahun.

Namun, bagi manusia, waktu sungguh nyata. Detik dan menit bisa menjadi beda antara hidup dan mati. Waktu adalah ilusi yang menjadi nyata, persis karena pikiran manusia. Dan di tahun 2020 ini, kita hidup di masa yang menarik. Lanjutkan membaca Bandar Sabu VS Bandar Zen: Mencari Sensasi Tanpa Adiksi

Mencari Kebahagiaan Sejati

thewaterproject.org

Oleh Reza A.A Wattimena

Segala mahluk hanya punya satu tujuan di alam semesta ini, yakni mencapai kebahagiaan. Manusia mencarinya dengan susah payah. Hewan dan tumbuhan pun berusaha mencari kebahagiaan. Tak ada mahluk yang mau dengan sengaja menderita di dalam hidupnya.

       Khusus untuk manusia, pengalaman mencari kebahagiaan adalah soal rumit. Kita cenderung mencari di tempat yang salah. Akhirnya, tenaga habis, lelah, namun tetap tak bahagia. Tak hanya itu, kita bahkan lebih menderita, ketika kita mencari kebahagiaan di tempat yang salah. Lanjutkan membaca Mencari Kebahagiaan Sejati

Jangan Lupa Tersenyum

Surreal mouth

Oleh Reza A.A Wattimena

Entah mengapa, perasaan saya jelek sekali hari itu. Mengendarai motor, sesuatu yang biasanya sangat saya nikmati, pun terasa tak nyaman. Apalagi, mendadak, ada motor yang menyalip dengan agresif. Emosi pun naik, dan otomatis, saya mengejarnya.

Seolah balapan liar terjadi hari itu. Padahal, jalanan cukup ramai. Ini tentu membahayakan tidak hanya diri saya sendiri, tetapi juga pengendara lain. Akan tetapi, saya tak peduli. Begitulah jika kita sedang dimakan emosi tinggi. Lanjutkan membaca Jangan Lupa Tersenyum

Hakuna Matata

Igor Morski

Oleh Reza A.A Wattimena

Peneliti, Tinggal di Jakarta

Setiap orang pasti ingin bahagia. Mereka ingin hidup mewah, ketika berusia muda, kaya raya, ketika berusia tua, dan masuk surga, ketika waktu kematian tiba. Paham tentang kebahagiaan pun beragam, mulai dari kebahagiaan material sampai dengan kebahagiaan spiritual. Agama dan budaya di berbagai tempat juga menawarkan beragam jalan menuju kebahagiaan, seturut dengan versinya masing-masing.

Walaupun begitu, kebahagiaan seringkali hanya merupakan sebentuk perasaan yang rapuh. Ia cepat datang, dan juga cepat pergi. Kebahagiaan lalu diselingi dengan saat-saat penderitaan. Hidup menjadi tidak seimbang dan melelahkan.

Banyak orang pun bertanya, bagaimana manusia bisa mencapai kebahagiaan yang stabil? Bagaimana menciptakan kebahagiaan yang tak rapuh ditelan oleh perubahan? Saya sudah mempelajari berbagai cara untuk menjawab pertanyaan ini. Namun, pada hemat saya, jalan ilmu pengetahuan modern adalah jalan yang paling cocok untuk menjawab pertanyaan tersebut. Lanjutkan membaca Hakuna Matata

Abad Pengemis

Beggar, Andrey Surnov on ArtStation

Oleh Reza A.A Wattimena

Tampaknya, kita hidup di abad pengemis. Jutaan, bahkan milyaran orang, hidup sebagai pengemis di berbagai belahan dunia. Jangan salah. Mereka bukanlah pengemis uang, melainkan pengemis pengakuan dan kebahagiaan.

Seorang pengemis pengakuan selalu haus akan pengakuan. Mereka ingin diakui dan dikenal luas sebagai orang yang hebat dan berhasil, terutama dari keluarga dan orang sekitarnya. Mereka akan bersedih dan patah hati, bahkan bunuh diri, jika gagal mendapatkan pengakuan. Penolakan itu sama beracunnya seperti sianida. Lanjutkan membaca Abad Pengemis

Buku Filsafat Terbaru: Bahagia, Kenapa Tidak?

cover1+4.cdr

Penulis: Reza A.A Wattimena

Ilustrator: Maria Wilis Sutanto

ISBN 978-602-08931-1-2 (pdf)

ISBN 978-602-08931-0-5 (cetak)

Buku ini ditujukan untuk para peminat filsafat yang berpendapat, bahwa filsafat harus berakar pada pengalaman nyata setiap orang. Lebih dari itu, filsafat juga bisa memberikan visi nyata untuk mengembangkan hidup pribadi maupun sosial manusia. Buku ini juga ditujukan untuk orang-orang yang ingin mencapai kebahagiaan di dalam hidupnya, juga termasuk orang-orang yang dengan kegiatan hidupnya sehari-hari berusaha membagikan kebahagiaan untuk semua orang. Buku ini juga menarik untuk para peneliti terkait dengan tema kebahagiaan, seperti para peneliti kesehatan mental dan praktisi psikoterapi.

Bisa dilihat di link berikut: Bahagia_Kenapa_Tidak-Reza_AA_Wattimena

Salah Paham/Delusi

artwork.bayo.me
artwork.bayo.me

Oleh Reza A.A Wattimena

Dosen di Fakultas Filsafat Unika Widya Mandala, Surabaya, sedang belajar di München, Jerman

Begitu banyak penderitaan hidup manusia yang lahir dari kesalahpahaman. Begitu banyak orang yang sudah tercukupi secara materi, namun batinnya menderita begitu parah. Akibatnya, ia lalu mencari pelarian untuk mengobati derita batinnya tersebut, misalnya dengan obat-obatan, sex tanpa batas, melarikan diri ke agama, atau akhirnya bunuh diri. Sisanya hidup dengan cara pandang berikut: hidup segan, mati tak mau.

Dengan penderitaan batin di dalam hatinya, orang lalu berkonflik dengan orang lain. Keluarga pecah. Anak-anak terlantar. Perang antar negara pun tak kunjung lenyap dari muka bumi. Batin yang menderita mendorong orang untuk melakukan kekerasan terhadap orang-orang maupun benda-benda di sekitarnya. Akar dari semua penderitaan dan kekerasan itu hanya satu: kesalahpahaman.

Delusi

Di dalam salah satu karya dialognya, Plato, filsuf Yunani Kuno, menegaskan dengan jelas, bahwa ketidaktahuan (bisa juga dibaca sebagai kesalahpahaman) adalah akar dari semua kejahatan di atas bumi ini. Filsuf eksistensialis Prancis, Albert Camus, juga menegaskan, bahwa kesalahpahaman mendorong orang bertindak salah, walaupun niat hatinya baik. Buddhisme sejak 2500 tahun yang lalu juga sudah menegaskan, bahwa kesalahpahaman tentang seluruh kenyataan, termasuk tentang diri kita, adalah akar dari semua penderitaan hidup manusia. Sokrates, salah satu tokoh terpenting di dalam Filsafat Yunani Kuno, juga terkenal dengan ungkapannya: orang yang paling bijak adalah orang yang sadar, bahwa dirinya tak tahu apa-apa. Lanjutkan membaca Salah Paham/Delusi

Boethius: Antara Kebahagiaan, Kedamaian dan Kebebasan

blogspot.com
blogspot.com

Oleh Reza A.A Wattimena

Nelson Mandela, almarhum, adalah Presiden Pertama Afrika Selatan yang terpilih secara demokratis. Sebelumnya, ia adalah tahanan politik selama 27 tahun, karena menentang sistem yang bersifat diskriminatif di Afrika Selatan, yang banyak juga dikenal sebagai Apartheid. Setelah menjadi presiden, ia tidak pernah terdorong untuk membalas dendam, namun justru mendorong proses perdamaian dan pengampunan, guna membangun masyarakat Afrika Selatan yang baru. Mengapa ia bisa melakukan itu?

Yesus, tokoh terpenting di dalam Agama Kristiani (bahkan mereka meyakininya sebagai Tuhan), dihukum mati dengan penyaliban. Ini adalah hukuman yang amat sadis dan menghina. Sebelum kematiannya, konon ia berkata, “Bapa, ampunilah mereka, karena mereka tidak tahu, apa yang mereka lakukan.” Bagaimana mungkin? Mengapa ia mau mengampuni para pembunuhnya?

Ada semacam kekuatan batin yang mendorong mereka untuk melakukan hal-hal yang tidak mungkin. Pengampunan setelah pengalaman ketidakadilan adalah tindakan yang luar biasa mulia, namun amat sulit untuk dilakukan. Orang harus memiliki kekuatan batin dan kedamaian hati yang mendalam, supaya bisa melakukan itu. Untuk menerangkan ini, saya rasa, kita perlu untuk belajar dari Boethius, filsuf Eropa yang hidup pada masa kekaisaran Romawi. Lanjutkan membaca Boethius: Antara Kebahagiaan, Kedamaian dan Kebebasan

Aristoteles dan Hidup yang Bermutu

smashingmagazine.com
smashingmagazine.com

Tentang buku Ethika Nikomacheia

Oleh Reza A.A Wattimena

Sedang di München, Jerman

Di tengah pengaruh iklan dan media yang menawarkan kenikmatan hidup, sulit bagi kita untuk melihat apa yang sungguh penting dalam hidup ini. Kita pikir, kita perlu cantik, cerdas dan kaya dalam hidup. Lalu, kita pun melihat tiga hal itu sebagai tujuan utama yang harus diraih dalam hidup. Jika gagal, lalu kita merasa tak berguna.

Apakah kecerdasan, kecantikan dan kekayaan adalah tujuan tertinggi hidup manusia? Inilah pertanyaan penting yang harus kita pikirkan bersama. Ada yang bilang, Tuhan-lah yang menjadi tujuan hidup manusia. Bagi banyak orang, pendapat itu terdengar terlalu abstrak, dan tidak banyak membantu di dalam kehidupan sehari-hari.

Aristoteles di dalam bukunya yang berjudul Ethika Nikomacheia, atau Etika Nikomacheia, mencoba menjawab pertanyaan ini. Buku tersebut ditulis sekitar tahun 340 sebelum Masehi.1 Kemungkinan, Nikomacheia adalah anak dari Aristoteles. Buku ini terdiri dari 300 halaman dan dianggap sebagai salah satu karya paling penting di dalam sejarah filsafat, terutama dalam bidang etika. Argumen pertama Aristoteles adalah, bahwa setiap tindakan selalu mengarah pada tujuan tertentu, yakni yang baik itu sendiri di dalam bidang itu. Lanjutkan membaca Aristoteles dan Hidup yang Bermutu

Menuju Keadilan dan Kebahagiaan​

wikimedia.org
wikimedia.org

Filsafat Politik Plato di dalam buku Politeia

Oleh Reza A.A Wattimena

Sedang Penelitian Filsafat Politik di München, Jerman

All we need is love, kata The Beatles, band Inggris di dekade 1960-an. Suara John Lennon yang khas dengan indah melantunkan lagu tersebut. Petikan bas dari Paul McCartney dan ketukan drum dari Ringo Star yang unik menjadi dasar dari lagu tersebut. Namun, apakah isi lirik tersebut benar, bahwa all we need is love: yang kita butuhkan hanya cinta?

Jika cinta disamakan dengan emosi sesaat atau dorongan seks belaka, maka jawabannya pasti “tidak”. Namun, saya merasa, kata “cinta” mesti diberikan makna baru yang lebih mendalam disini. Belajar dari Plato, terutama dalam bukunya yang berjudul Politeia, cinta haruslah ditafsirkan sebagai keadilan dan kebenaran. Perpaduan dua hal itu lalu akan menghasilkan kebahagiaan.

Adalah penting bagi kita di Indonesia untuk memikirkan hal ini secara mendalam, terutama menyambut pemilu 2014 yang akan menghasilkan tata politik baru di Indonesia. Pemahaman tentang keadilan, kebenaran dan kebahagiaan adalah kunci dari politik yang bersih, yang bisa memberikan kesejahteraan untuk seluruh rakyat. Ia juga adalah kunci untuk mencapai hidup yang bahagia dan bermutu. Tentang hal ini, kita bisa belajar banyak dari buku Politeia. Lanjutkan membaca Menuju Keadilan dan Kebahagiaan​

Sahabat sebagai “Rumah”

imgion.com
imgion.com

Oleh Reza A.A Wattimena

Dosen di Fakultas Filsafat Unika Widya Mandala Surabaya, sedang di München, Jerman

Gadis itu bernama Sabina (bukan nama sebenarnya). Ia tinggal di Jerman. Wajahnya cantik. Ia sangat ramah dan rajin membantu ayahnya. Ayahnya berasal dari Indonesia, dan ibunya orang Jerman. Kini, Sabina sedang melanjutkan studi antropologi di universitas di kota tempat tinggalnya.

Seperti pengalaman banyak anak keturunan campur lainnya, ia seolah hidup di dua dunia. Ia merasa dekat dengan budaya Jerman, karena ia lahir di negara itu. Namun, ia juga merasa perlu untuk memahami budaya Indonesia yang dimiliki ayahnya. Kegelisahan kultural atas pertanyaan “siapa saya?” juga menjadi kegelisahan pribadinya.

Ia mencoba memahami pengalaman dirinya dengan menulis skripsi tentang pengalaman hidup anak yang orang tuanya berasal dari kultur yang berbeda. Namun, Sabina tidak sendirian. Semakin hari, semakin banyak orang yang berasal dari keluarga dengan orang tua yang memiliki budaya berbeda. Semakin banyak yang mengalami kegelisahan pribadi, dan kemudian bertanya, “siapa saya”? Lanjutkan membaca Sahabat sebagai “Rumah”

Filsafat Bisnis

x4b.xanga.com

Compassionate Business sebagai Bisnis Masa Depan, Mungkinkah?

Sebuah Tinjauan Filsafat Bisnis menurut Chade-Meng Tan

Dipresentasikan dalam Pertemuan Life and Business Club

22 Mei 2011 di Surabaya.

(Diinspirasikan dan dikembangkan dari Kuliah Chade-Meng Tan di TED Talks http://www.ted.com)

Oleh Reza A.A Wattimena

             Secara etimologis (akar kata), filsafat terdiri dari philo dan sophia, yang berarti pencinta kebijaksanaan. Orang yang berfilsafat adalah orang yang mencintai kebijaksanaan, dan berusaha mencarinya di dalam kehidupan. Kebijaksanaan bukanlah suatu situasi yang sudah jadi, melainkan sebuah proses yang masih harus dicari. Seorang filsuf bukanlah orang yang bijaksana, tetapi orang yang berusaha sedikit demi sedikit untuk menjadi bijaksana dalam hidupnya.   Lanjutkan membaca Filsafat Bisnis

Bahagia (Level-level Kebahagiaan)

http://www.surrealists.co.uk

Oleh Reza A.A Wattimena

Diolah dari Pemikiran Komaruddin Hidayat (2008)

Ada lima tahap kebahagiaan. Tahap ini bisa juga disebut sebagai tangga kebahagiaan. Setiap tahap di dalam tangga ini selalu bersesuaian dengan sifat-sifat dasariah manusia, yang sudah dibahas pada tulisan sebelumnya. Sebenarnya tangga kebahagiaan ini tidak selalu bisa dipandang secara vertikal, tetapi juga bisa secara horizontal. Artinya tidak ada jenis kebahagiaan yang lebih tinggi daripada jenis kebahagiaan lainnya. Saya akan bahas lebih jauh mengenai hal ini pada akhir tulisan. Lanjutkan membaca Bahagia (Level-level Kebahagiaan)

Kebahagiaan: Tujuh Pilar

http://www.metapub.com

Diolah dari kuliah terbuka yang diberikan Komaruddin Hidayat di UIN, Jakarta pada 2008 lalu

Oleh Reza A.A Wattimena

Keluarga

Setidaknya ada tujuh faktor yang bisa membuat Anda bahagia. Faktor pertama adalah family relationship. Keluarga adalah faktor utama pemberi kebahagiaan. Jika kebahagiaan dibayangkan sebagai sebuah bangunan, maka keluarga adalah fondasinya. Jika fondasinya kokoh maka Anda sudah mempunyai modal yang besar untuk bisa meraih kebahagiaan. Sebaliknya jika keluarga Anda berantakan, dan hubungan antar anggota keluarga diwarnai dengan konflik serta kebencian, maka Anda akan merasa tidak bahagia. Anda akan merasa pesimis terhadap dunia. Lanjutkan membaca Kebahagiaan: Tujuh Pilar