Memegang dan Melepas

timedotcom
timedotcom

Oleh Reza A.A Wattimena

Peristiwa jatuhnya salah satu pesawat Germanwings menggetarkan hati banyak orang. Pesawat tersebut telah diperiksa sebelumnya. Tidak ada masalah. Kru yang bekerja menerbangkan pesawat tersebut pun adalah kru profesional yang memiliki reputasi baik.

Namun, tiba-tiba, pesawat menukik ke bawah, dan menghantam tanah. Ratusan orang dari berbagai negara meninggal dalam sekejap mata. Banyak penjelasan dijabarkan, mengapa peristiwa ini terjadi. Namun, semua penjelasan tampak percuma di hadapan anggota keluarga dari korban yang meninggal dunia.

Musibah semacam ini juga tidak asing bagi kita yang tinggal di Asia. Beberapa waktu yang lalu, pesawat Malaysian Airlines dan Air Asia juga mengalami musibah yang sama. Ratusan orang meninggal dunia dalam sekejap mata. Bagaimana kita harus bersikap di dalam menanggapi tragedi yang nyaris tanpa makna ini?

Mengatur Alam

Tragedi adalah bagian dari hidup manusia. Ia disebut sebagai tragedi, karena peristiwa ini menciptakan penderitaan dan kesedihan yang amat dalam bagi banyak orang. Peristiwa ini juga menyadarkan kita, bahwa hidup kita ini pendek dan rapuh. Namun, peristiwa ini juga bisa menjadi saat yang baik untuk belajar, sehingga tidak mengulangi kesalahan yang sama di masa depan.

Manusia memiliki akal budi. Dengan akal budinya, ia bisa mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, guna mengatur alam untuk memenuhi kebutuhannya. Ia bisa menciptakan peradaban dengan pencapaian-pencapaian yang luar biasa, seperti perkembangan pertanian, kedokteran, sastra, seni, politik dan sebagainya. Dengan akal budinya pula, ia berusaha memahami dirinya sendiri dalam hubungannya dengan alam. Lanjutkan membaca Memegang dan Melepas

Menuju Keadilan dan Kebahagiaan​

wikimedia.org
wikimedia.org

Filsafat Politik Plato di dalam buku Politeia

Oleh Reza A.A Wattimena

Sedang Penelitian Filsafat Politik di München, Jerman

All we need is love, kata The Beatles, band Inggris di dekade 1960-an. Suara John Lennon yang khas dengan indah melantunkan lagu tersebut. Petikan bas dari Paul McCartney dan ketukan drum dari Ringo Star yang unik menjadi dasar dari lagu tersebut. Namun, apakah isi lirik tersebut benar, bahwa all we need is love: yang kita butuhkan hanya cinta?

Jika cinta disamakan dengan emosi sesaat atau dorongan seks belaka, maka jawabannya pasti “tidak”. Namun, saya merasa, kata “cinta” mesti diberikan makna baru yang lebih mendalam disini. Belajar dari Plato, terutama dalam bukunya yang berjudul Politeia, cinta haruslah ditafsirkan sebagai keadilan dan kebenaran. Perpaduan dua hal itu lalu akan menghasilkan kebahagiaan.

Adalah penting bagi kita di Indonesia untuk memikirkan hal ini secara mendalam, terutama menyambut pemilu 2014 yang akan menghasilkan tata politik baru di Indonesia. Pemahaman tentang keadilan, kebenaran dan kebahagiaan adalah kunci dari politik yang bersih, yang bisa memberikan kesejahteraan untuk seluruh rakyat. Ia juga adalah kunci untuk mencapai hidup yang bahagia dan bermutu. Tentang hal ini, kita bisa belajar banyak dari buku Politeia. Lanjutkan membaca Menuju Keadilan dan Kebahagiaan​

Apakah Kita Abadi?

wikimedia.org
wikimedia.org

Plato di dalam buku Phaidon

Oleh Reza A.A Wattimena

Dosen di Fakultas Filsafat, Unika Widya Mandala, Surabaya

Hubungan antara tubuh dan jiwa adalah salah satu hal yang paling banyak dibicarakan di dalam ilmu pengetahuan dan filsafat. Para filsuf dan ilmuwan dari berbagai bidang mencoba merumuskan teori tentang hal ini. Pertanyaan yang biasa muncul adalah, apakah tubuh kita adalah satu-satunya yang ada? Apa yang dimaksud dengan jiwa, jika kita menggunakan kata ini?

Di dalam bukunya yang berjudul Phaidon (380 SM), Plato mencoba menjawab pertanyaan ini. Latar dari buku ini adalah dialog Sokrates dengan murid-muridnya, menjelang kematiannya. Ini adalah peristiwa yang amat menyedihkan untuk Plato. Setidaknya, empat buku tulisan Plato berisi tentang cerita Sokrates, mulai dari pengadilan sampai dengan penghukuman matinya.1

Seperti buku-buku Plato lainnya, Phaidon juga memiliki jalan cerita. Phaidon adalah nama seorang murid Sokrates. Di dalam buku itu, ia seolah menjadi saksi dari semua peristiwa yang ada. Ia sendiri tidak ambil bagian langsung di dalam dialog yang ada. Menurut kesaksiannya, Plato juga tidak hadir di dalam peristiwa itu, karena ia sedang sakit. Lanjutkan membaca Apakah Kita Abadi?

Apa yang Kita Cari dalam Hidup?

personal.psu.edu
personal.psu.edu

Oleh Reza A.A Wattimena

Dosen di Fakultas Filsafat Unika Widya Mandala Surabaya, sedang di München, Jerman

Grup band Dream Theater terkenal dengan salah satu lagunya yang berjudul Spirit Carries On. Kalimat-kalimat pertama di dalam lagu itu amatlah menyentuh. Bunyinya begini: darimana kita berasal? Mengapa kita ada disini? Kemana kita pergi, setelah kita mati?

Ini adalah pertanyaan-pertanyaan dasar yang dimiliki setiap orang. Agama berusaha menjawabnya. Terkadang, jawaban itu tidak cukup, karena manusia berubah, dan ia membutuhkan jawaban baru atas situasi hidupnya. Pertanyaan-pertanyaan ini, menurut saya, bisa dikerucutkan ke dalam dua pertanyaan dasar, yakni apa yang kita cari dalam hidup kita, dan bagaimana kita berusaha mendapatkannya?

Di dalam bukunya yang berjudul Symposion, atau perjamuan, Plato berusaha menjawab pertanyaan ini secara tidak langsung. Ia berbicara soal Eros, dewa cinta di dalam tradisi Yunani Kuno.1 Buku ini terdiri dari sekitar 80 halaman, dan terdiri dari dialog-dialog indah dan terkesan ironis. Latar belakang dari isi buku ini adalah pesta dari Agathon, seorang penyair, yang berhasil memenangkan perlombaan. Lanjutkan membaca Apa yang Kita Cari dalam Hidup?

Plato: Apologia Sokratus, atau Pembelaan dari Sokrates

lexundria.com
lexundria.com

Oleh Reza A.A Wattimena

Dosen di Fakultas Filsafat, Unika Widya Mandala Surabaya

Ketika semua orang di sekitar kita mencuri, apakah kita akan ikut mencuri? Beranikah kita berkata “tidak” di dalam keadaan seperti itu? Atau, kita takut pada tekanan kelompok; takut dikucilkan? Ketika semua orang berkata “ya”, beranikah kita berkata “tidak”, jika itu adalah kata nurani kita?

Banyak orang takut pada tekanan kelompok. Mereka lalu menjadi konformis, yakni mengikut tekanan kelompok secara buta, tanpa pertimbangan lebih jauh. Dampaknya beragam, mulai dari korupsi berjamaah di berbagai instansi pemerintah di Indonesia, sampai dengan kerusuhan massal setelah menontong sepak bola. Apa yang harus kita lakukan, ketika kelompok atau masyarakat menekan kita untuk melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan nurani kita?

Untuk menjawab pertanyaan ini, kita perlu belajar dari Plato dan Sokrates. Plato menjabarkan soal semacam ini di dalam bukunya Apologia Sokratus. Para ahli masih berdebat, apakah isi buku itu merupakan pendapat Plato, atau Sokrates. Namun, saya rasa, yang penting bukanlah siapa yang menulis, tetapi apa isi tulisannya. Lanjutkan membaca Plato: Apologia Sokratus, atau Pembelaan dari Sokrates

Bahagia (Beberapa Pandangan)

ideaofhappiness.files.wordpress.com

OLEH:

REZA A.A WATTIMENA

Dahulu kala ada seorang pemikir besar bernama Plato yang hidup di Yunani sekitar 2600 tahun yang lalu. Ia berpendapat bahwa setiap manusia memiliki ragam keinginan dan hasrat yang saling berkonflik satu sama lain, serta bahwa manusia harus mengatur semua hasrat yang bergejolak di dalam dirinya tersebut. Memang pandangan ini jauh dapat ditelusuri di peradaban-peradaban kuno Mesopotamia maupun Hindu kuno, namun Platolah orang yang pertama kali mengajukan pertanyaan ini dan berusaha menjawabnya secara sistematis.

Pada salah satu tulisannya, Plato menyebut salah seorang bernama Gorgias. Tentu saja ia lebih merupakan tokoh fiksi yang digunakan sebagai simbol untuk menggambarkan orang-orang pada jamannya. Gorgias di dalam tulisan Plato berpendapat, bahwa kebahagiaan seseorang terletak di dalam kemampuannya untuk mewujudkan apa yang ia inginkan, apapun bentuknya.

Lanjutkan membaca Bahagia (Beberapa Pandangan)