
Oleh Reza A.A Wattimena
Entah mengapa, perasaan saya jelek sekali hari itu. Mengendarai motor, sesuatu yang biasanya sangat saya nikmati, pun terasa tak nyaman. Apalagi, mendadak, ada motor yang menyalip dengan agresif. Emosi pun naik, dan otomatis, saya mengejarnya.
Seolah balapan liar terjadi hari itu. Padahal, jalanan cukup ramai. Ini tentu membahayakan tidak hanya diri saya sendiri, tetapi juga pengendara lain. Akan tetapi, saya tak peduli. Begitulah jika kita sedang dimakan emosi tinggi.
Setelah beberapa kilometer balapan, kami pun bersandingan. Saya sudah siap untuk perang. Tangan sudah mengepal. Tiba-tiba, pengendara agresif tersebut membuka helmnya, ia tersenyum sambil berkata, “Hati-hati di jalan mas.”
Ada hal menarik yang terjadi setelah itu. Emosi saya langsung mereda. Saya balik tersenyum. Semua agresi hilang. Kami pun berkendara lagi dengan tenang di jalan yang ramai.
Mengapa emosi saya tiba-tiba mereda? Mengapa satu senyuman kecil bisa meredakan semua ketegangan antar orang? Apa kekuatan dari senyuman? Sedikit penelitian langsung menunjukkan beragam manfaat baik dari senyuman.
Dampak Senyuman
Pertama, senyum itu baik untuk kesehatan. Berbagai penelitian ilmiah menunjukkan secara jelas, bahwa senyuman memberikan kesehatan fisik, psikologis maupun sosial kepada manusia. (Selig, 2016) Orang yang banyak tersenyum akan lebih sehat hidupnya. Hubungannya dengan orang lain pun jauh lebih baik, daripada orang yang jarang tersenyum.
Dua, senyum itu memberi kebahagiaan. Kata yang lebih tepat bukanlah happiness, tetapi well-being. Orang yang suka tersenyum lebih merasa cukup dan bahagia dalam hidupnya. Secara biologis, hal ini bisa dibuktikan dengan mengalirnya tiga “hormon kebahagiaan”, yakni serotonin, endorfin dan dopamin, ketika orang tersenyum. (Stevenson, 2012)
Tiga, karena lebih sehat dan bahagia, maka agresi di dalam diri pun berkurang. Agresi adalah sifat-sifat kasar yang kerap kali muncul, ketika orang berada di dalam keadaan tertentu. Contohnya adalah marah, benci, dendam dan iri hati. Senyum bisa membuat semua sifat-sifat ini berkurang, bahkan hilang sama sekali.
Empat, senyuman juga bisa mengundang harapan. Mungkin, bencana terbesar yang bisa dialami seseorang adalah putus asa. Semua tantangan bisa dihadapi, asal orang punya harapan. Ketika harapan lenyap, tantangan apapun, termasuk yang kecil, tak akan bisa dilampaui. Senyuman memainkan peranan penting di dalam membangun harapan di dalam diri, terutama ketika keadaan sulit sedang menimpa.
Jangan Lupa Tersenyum
Di dalam tradisi Timur, terutama Zen, senyum juga berperan penting di dalam laku meditasi. Meditasi bukanlah sebuah tindakan yang melulu serius. Sikap terlalu serius justru membuat orang semakin sulit bermeditasi. Tanpa senyuman, orang sulit untuk tetap jernih dan damai di dalam hidup sehari-hari.
Di dalam tradisi Zen, senyum bukan hanya dilakukan secara fisik, tetapi juga menjadi kondisi pikiran (state of mind). Perasaan damai dan jernih ketika tersenyum tetap dipertahankan, bahkan ketika orang tidak lagi tersenyum secara fisik. Orang bisa mengingat orang yang ia sayang, ketika bermeditasi, supaya bisa membangkitkan perasaan tersenyum (smiling state of mind) itu. Ketika senyum dijadikan bagian dari meditasi, maka kejernihan dan kedamaian pun akan muncul secara alami.
Maka, janganlah lupa untuk tersenyum. Senyum itu pun perlu dilakukan dengan ketulusan. Ia bukanlah senyum licik yang lahir dari kegembiraan, karena orang lain gagal. Senyum licik semacam itu justru mengembangkan sikap-sikap kasar yang justru melahirkan penderitaan, baik bagi diri sendiri maupun orang lain.
Kita juga perlu tersenyum di hadapan kegagalan dan penderitaan. Justru dengan tersenyum di hadapan kegagalan dan penderitaan, kita bisa lebih tenang menyingkapi keadaan, dan belajar dari kesalahan yang telah dilakukan. Ini juga berlaku, ketika kita merasa gagal dalam melakukan meditasi. Kemampuan untuk tersenyum dan bahkan tertawa di hadapan ironi kehidupan adalah salah satu tanda kematangan pribadi.
Jadi, jangan lupa tersenyum…
Mau sukses atau gagal tetaplah tersenyum, toh hiduppun terus berlanjut.
SukaSuka
sepakat !! ingin saya utarakan sedikit pengalaman sehari2, dgn keagressivan di lalulintas, saya selalu tenang dan biasa2 saja fokus dari saat kesaat, hanya berpendapat, mungkin dalam keadaan mahluk tsb, saya mengendara mobil agressiv seperti yg bersangkutan, dengan kesadaran tsb, sangat membantu diri kita sendiri. bahkan saya mengharap, semua berjalan lancar dlm kesulitan pengendara agressiv tsb.
kita tidak tahu apa yg berlangsung di benak nya.
bahkan dengan senyum dan tanpa menilai kita mampu menyelesaikan hal2 sulit, yang dengan logik tak mungkinlah dipecahkan. ada baiknya dalam pengalaman sejenis, kita lupa kan proses keberhasilan tsb, dan fokus dari saat ke saat. menurut hemat saya, mungkin lah ini yg sering disebut “muzizat”, yang sebetulnya di alami setiap manusia. hanyalah kita tidak menyadari saat tsb dan selalu terikat dengan kesulitan2 lain, yg begitu menghambat hidup kita sendiri.
semoga gambaran pengalaman saya bisa cukup di mengerti dan bisa di pergunakan dalam hidup.
jalan kearah pembebasan sangat berliku liku, langkah pertama “senyumlah, kita semua sama2 dibekali dengan apa saja”, hanya cara pengolahan nya berbeda.
banya salam !!
SukaSuka
Begitulah seharusnya.
SukaSuka
Terima kasih sudah berbagi. Itu yang memang saya terapkan sekarang. Salam.
SukaSuka
Sekedar sharing bung reza, pada dasarnya, inti utamanya itu adalah proses. Ketenangan jiwa dan batin bisa didapat dari sinkronisasi yang baik oleh pikiran, hati, dan jiwa yang nantinya akan diekspresikan oleh raga atau fisik. Untuk masalah agresifitas dalam lalu lintas itu adalah proses ekspresif dari pribadi orang masing-masing. Ketika kita disajikan akrobat agresif, maka pikiran bereaksi, hati memoderasi pikiran, dan jiwa akan memberikan usulan. Ketika proses ini berlangsung, database dalam pikiran, hati dan jiwa akan memberikan dasar untuk menentukan reaksi selanjutnya. Singkat kata reaksi yang diberikan sangatlah tergantung “state of mind” dari ybs. Karena itu kita bisa menilai state of mind dan proses tsb dari ekspresi fisik atau raga seseorang. Jadi ketika sebuah ekspresi di lontarkan bisa dalam senyum, bisa colekan, pukulan fisik, maupun hujatan mesra (seperti “cok” di jawa timur) bisa menjadi aksi usaha konduksi positif dalam sebuah komunikasi. Namun tergantung “state of mind” dari sisi penerimaannya juga karena penerima konduksi juga mengalami proses seperti tadi juga. Singkat kata kesimpulannya adalah membiarkan gelas terisi lebih dari setengah dan jangan sampai terisi terlalu penuh, nanti tumpah akan membasahi meja. Sekian sharing saya pada kesempatan yang indah ini. Semoga bermanfaat dan salam hangat,
Terima kasih.
SukaSuka
Terima kasih sharingnya. Saya sangat setuju. Salam hangat.
SukaSuka