Spiritualitas Uang

Surreal money Stock Photos - Page 1 : MasterfileOleh Reza A.A Wattimena

Dua kata ini, yakni spiritualitas dan uang, kerap kali dipisahkan. Spiritualitas dilihat sebagai sesuatu yang terkait dengan hal-hal yang suci, jauh dari uang. Sementara, uang dilihat tidak hanya sebagai pemenuh kebutuhan manusia, tetapi juga lambang harga diri di mata masyarakat. Uang kerap dicari dengan penuh ambisi dan kerakusan.

Pemahaman ini berbahaya. Tanpa campur tangan spiritualitas, uang akan menjadi alat untuk menindas orang lain dan alam. Uang akan menjadi pemuas kenikmatan yang menggiring orang pada kekosongan dan kehancuran hidupnya. Dalam arti ini, spiritualitas adalah perluasan identitas manusia dari sekedar diri pribadi menjadi seluas semesta. Lanjutkan membaca Spiritualitas Uang

Uang dan Hidup Kita

Indonesian_Rupiah_(IDR)_banknotes
blogspot.com

Oleh Reza A.A Wattimena

Dosen Filsafat Politik di Fakultas Filsafat Unika Widya Mandala Surabaya, sedang belajar di München, Jerman

Kata orang, uang bukanlah segalanya. Namun, segalanya akan susah, jika kita tidak punya uang. Banyak orang, sadar atau tidak, mengabdikan hidupnya untuk mencari uang. Dia mengorbankan hampir segalanya, termasuk orang-orang yang ia cintai, supaya bisa mendapatkan uang lebih banyak. Tak berlebihan jika dikatakan, bahwa uang adalah Tuhannya.

Namun, uang bukanlah barang yang netral. Ia punya efek mengubah hal-hal yang ia sentuh. Efek mengubah ini tidak selalu baik, namun justru bisa merusak nilai dari hal tersebut. Uang juga bisa menciptakan rasa iri yang lahir dari ketidakadilan, ketika orang yang memiliki uang banyak mendapatkan kesempatan lebih banyak, daripada orang yang lebih sedikit uangnya.

Pengaruh Uang

Salah satu yang membuat hidup kita bahagia adalah persahabatan. Seorang sahabat hadir, ketika kita membutuhkan bantuan. Ia juga hadir, ketika kita senang, atau sedang ingin merayakan sesuatu. Apa yang terjadi, ketika kita membayar seseorang, supaya ia mau menjadi sahabat kita? Lanjutkan membaca Uang dan Hidup Kita

Buku Filsafat Terbaru: Tuhan dan Uang, Pertautan Ganjil dalam Hidup Manusia

Buku Filsafat Terbaru:

Tuhan dan Uang

Pertautan Ganjil dalam Hidup Manusia

 ISBN: 978-602-18597-2-8

Penerbit:

Zifatama Publishing

Fakultas Filsafat Unika Widya Mandala Surabaya

 

Editor:

Emanuel Prasetyono

Penulis:

Agustinus Pratisto Trinarso

Agustinus Ryadi

Aloysius Widyawan

Christina Whidya Utami

Herlina Yoka Roida

Ramon Nadres

Reza A.A Wattimena Lanjutkan membaca Buku Filsafat Terbaru: Tuhan dan Uang, Pertautan Ganjil dalam Hidup Manusia

Tuhan dan Uang: Pertautan Ganjil di Dalam Hidup Manusia

free-pictures.com

Oleh Reza A.A Wattimena

Dosen di Fakultas Filsafat UNIKA Widya Mandala Surabaya

Bangsa Indonesia hidup dan berkembang dengan banyak masalah. Dari sudut pandang filsafat, salah satu masalah yang cukup pelik adalah fenomena “penjualan Tuhan” oleh pihak-pihak tertentu untuk memenuhi kepentingan ekonomi dan politik mereka. Dengan slogan-slogan yang berbau agama, orang memperoleh dukungan politik dan ekonomi untuk kepentingan pribadi mereka. (Prasetyono, 2011) Lanjutkan membaca Tuhan dan Uang: Pertautan Ganjil di Dalam Hidup Manusia

“Tuhan dan Uang?”

wordpress.com

Etos Protestantisme dan Lahirnya Kapitalisme Modern

serta Relevansinya untuk Indonesia Abad ke-21

Oleh Reza A.A Wattimena

Fakultas Filsafat UNIKA Widya Mandala, Surabaya

In this paper, I want to understand the internal relation between the urge to expand economic capital in contemporary era and the faith in God as it grow in contemporary religion. To achieve this, I will read and interpret the analysis of Max Weber concerning the Protestant ethic and the phenomenon of modern capitalism, give critical remarks to it, and try to understand its relevance for contemporary Indonesian society. As a conclusion, I will argue that to create an economic prosperity, we not only need government policies and incentives, but also an enlightened way of living and understanding our own religion. I will explain further this argument, and how it can be operational in our society.

Kata Kunci: Kapitalisme Modern, Protestantisme, Agama, Asketisme. Lanjutkan membaca “Tuhan dan Uang?”

Tuhan dan Uang Part. 3

marxist.com

Oleh Reza A.A Wattimena

Seperti sudah sedikit dijelaskan sebelumnya, kapitalisme sendiri bukanlah hal baru di dalam sejarah.[1] Isi dari paham kapitalisme adalah pengembangan modal pada dirinya sendiri, sehingga pemiliknya bisa semakin makmur. Dalam arti ini kapitalisme bisa dipahami sebagai “orientasi regular untuk pengembangan keuntungan melalui pertukaran ekonomis yang damai.”[2] Praktek semacam ini sudah ada selama berabad-abad, mulai dari peradaban Babilonia, Mesir kuno, China, India, dan bahkan Eropa pra-Kristiani. Sementara kapitalisme modern sendiri memiliki ciri khas, yakni penerapan pembagian kerja rasional yang terukur, rutin, dan terorganisir dengan detil di dalam sebuah perusahaan (kelompok) yang berkelanjutan. Lanjutkan membaca Tuhan dan Uang Part. 3

Tuhan dan Uang Part. 2

flickr.com

Etos Protestanisme dan Semangat Kapitalisme

Oleh Reza A.A Wattimena

            Menurut Allen buku Weber yang menjadi kajian utama tulisan ini, The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism, adalah karya terbaiknya.[1] Pertanyaan mendasar yang ingin dijawab di dalam buku ini adalah, mengapa kapitalisme lahir di Eropa, dan bukan di Asia, atau belahan dunia lainnya? Jawaban Weber cukup jelas, karena adanya agama yang khas Eropa, tepatnya agama Kristen Protestan. Seperti ditegaskan oleh Allen, dengan bukunya tersebut, Max Weber mengubah fokus analisis teori-teori sosial dari pendekatan evolusionis (melihat tingkat perkembangan masyarakat yang bersifat universal dengan Eropa sebagai acuannya) menuju pendekatan perbandingan (comparative approach).[2] Lanjutkan membaca Tuhan dan Uang Part. 2

Tuhan dan Uang (Part 1)

wordpress.com

Membaca Ulang Pemikiran Max Weber tentang

Etos Protestantisme dan Semangat Kapitalisme

serta Relevansinya untuk Indonesia Abad ke-21

Oleh Reza A.A Wattimena

Fakultas Filsafat UNIKA Widya Mandala, Surabaya

(Diajukan sebagai Materi Extension Course Filsafat Fakultas Filsafat UNIKA Widya Mandala Surabaya dengan tema “TUHAN DAN UANG: MEMIKIRKAN ULANG HUBUNGAN ANTARA TUHAN DAN UANG” Agustus-Desember 2011.)

            Di dalam tulisan ini, saya akan mengajak anda memikirkan ulang hubungan antara semangat kapitalisme, yang berupa penumpukan modal tanpa batas, dan etos kerja agama Kristen Protestan, sebagaimana dianalisis oleh Max Weber, serta menarik relevansinya untuk memahami situasi Indonesia di abad ke 21. Untuk itu saya akan membagi tulisan ini ke dalam lima bagian. Lanjutkan membaca Tuhan dan Uang (Part 1)

Kebahagiaan: Tujuh Pilar

http://www.metapub.com

Diolah dari kuliah terbuka yang diberikan Komaruddin Hidayat di UIN, Jakarta pada 2008 lalu

Oleh Reza A.A Wattimena

Keluarga

Setidaknya ada tujuh faktor yang bisa membuat Anda bahagia. Faktor pertama adalah family relationship. Keluarga adalah faktor utama pemberi kebahagiaan. Jika kebahagiaan dibayangkan sebagai sebuah bangunan, maka keluarga adalah fondasinya. Jika fondasinya kokoh maka Anda sudah mempunyai modal yang besar untuk bisa meraih kebahagiaan. Sebaliknya jika keluarga Anda berantakan, dan hubungan antar anggota keluarga diwarnai dengan konflik serta kebencian, maka Anda akan merasa tidak bahagia. Anda akan merasa pesimis terhadap dunia. Lanjutkan membaca Kebahagiaan: Tujuh Pilar

Koin

 

api.ning.com

OLEH RAINY MP HUTABARAT

Di jalan raya kini kerap ditemui koin-koin rupiah dengan nilai nominal kecil: 50; 100; dan 200. Koin rupiah dengan nilai nominal tertinggi 1.000, masih bisa membeli kerupuk atau sepotong pisang goreng. Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan koin sebagai ”mata uang logam”. Secara faktual di Indonesia koin adalah mata uang dengan nilai nominal dan nilai riil yang sifatnya recehan.

Menurut sebuah sumber, mata uang pertama di dunia berbentuk koin, muncul pada 700 SM di Pulau Aegina atau 650 SM di Lydia, keduanya di Yunani. Tentu saja koin pertama di dunia ini bukan uang recehan.

Koin-koin dengan nominal terkecil tak bisa dipakai untuk membeli apa-apa. Karena itu barangkali sebagian orang enggan menyimpannya di dompet dan membuangnya di jalan-jalan. Saya selalu memungutnya karena merasa terhina dan sedih melihat uang rupiah diperlakukan sebagai barang tak berguna.

Tiga tahun berturut-turut koin rupiah ternyata mencatat perjuangan yang cukup heroik. Ia tak hanya menjadi alat tukar, satuan pengukur nilai, alat investasi, tetapi juga lambang perjuangan. Ia tak hanya bernilai ekonomi, tetapi juga simbolik. Seorang rekan Facebook baru-baru ini mengingatkan koin ”sebagai lambang perlawanan”—dan menemukan aktualitasnya melalui ungkapan, melalui bahasa. Lanjutkan membaca Koin