Bahagia (Level-level Kebahagiaan)

http://www.surrealists.co.uk

Oleh Reza A.A Wattimena

Diolah dari Pemikiran Komaruddin Hidayat (2008)

Ada lima tahap kebahagiaan. Tahap ini bisa juga disebut sebagai tangga kebahagiaan. Setiap tahap di dalam tangga ini selalu bersesuaian dengan sifat-sifat dasariah manusia, yang sudah dibahas pada tulisan sebelumnya. Sebenarnya tangga kebahagiaan ini tidak selalu bisa dipandang secara vertikal, tetapi juga bisa secara horizontal. Artinya tidak ada jenis kebahagiaan yang lebih tinggi daripada jenis kebahagiaan lainnya. Saya akan bahas lebih jauh mengenai hal ini pada akhir tulisan.

Lensa Kaca Mata

Kunci utama kebahagiaan adalah cara berpikir (mindset) Anda. Cara berpikir tentang diri, maupun tentang dunia di luar Anda, sangatlah mempengaruhi berhasil tidaknya Anda mencapai kebahagiaan. Namun yang terpenting adalah, bagaimana Anda melihat diri Anda sendiri?

Setiap orang cenderung untuk melihat dunia dengan menggunakan kaca matanya sendiri. Dan kaca mata itu seringkali bersifat subyektif. Seringkali juga masalah yang Anda hadapi sebenarnya tidaklah terlalu besar. Akan tetapi karena Anda menggunakan kaca mata yang salah, maka suatu masalah tampak menjadi masalah yang besar. Jika Anda mengganti lensa kaca mata yang Anda gunakan, maka intensitas masalah pun juga akan berkurang.

Setiap orang memandang diri dan dunianya dengan menggunakan lensa kaca mata tertentu. Ada orang yang lenca kaca matanya adalah materi, yakni uang. Orang seperti ini melihat segala sesuatu dengan ukuran uang. Jika suatu tindakan menghasilkan uang, maka ia akan melakukannya. Sebaliknya jika suatu tindakan tidak menghasilkan uang, atau malah menguras uangnya, maka ia menolak untuk melakukannya.

Ada juga orang yang menggunakan lensa kaca mata harmoni. Dalam arti ini harmoni adalah hubungan kekeluargaan yang stabil. Orang ini akan berusaha melihat segala sesuatu dengan lensa kekeluargaan yang harmonis. Jika suatu tindakan dapat meningkatkan rasa kekeluargaan, maka ia akan melakukannya. Sebaliknya jika suatu perbuatan tidak mengembangkan rasa kekeluargaan, atau justru malah menghancurkan harmoni, maka ia enggan untuk melakukannya.

Beberapa orang memilih menggunakan lensa kaca mata spiritual. Benar tidaknya suatu tindakan dilihat dari sejauh mana tindakan tersebut membawanya semakin dekat dengan Tuhan. Jika suatu tindakan akan meningkatkan cintanya kepada Tuhan, dan membuat ia mendapatkan pahala dari-Nya, maka ia akan melakukannya. Ia tidak akan melakukan perbuatan yang menjauhkan dirinya dari Tuhan, apalagi yang membuatnya semakin tidak pantas dihadapan-Nya.

Jelaslah lensa kaca mata yang digunakan orang di dalam hidupnya sangat mempengaruhi cara pAndanganya melihat realitas. Hal yang sama berlaku dalam usaha mencapai kebahagiaan. Bahagia tidaknya Anda sangatlah tergantung dari pilihan lensa kaca mata Anda di dalam melihat dunia!

Kebahagiaan Fisik

Tahap pertama dari kebahagiaan adalah kebahagiaan fisik dan emosional (physical and emotional happiness). Pada tahap ini orang baru bisa merasa bahagia, jika kebutuhannya akan nutrisi fisik dan emosional telah terpenuhi. Seperti sudah disinggung sebelumnya, manusia adalah mahluk nabati sekaligus mahluk hewani. Oleh karena itu mereka juga memiliki kebutuhan nabati dan hewani, seperti tidur, duduk, makan, dan minum.

Untuk mencapai kebahagiaan fisik dan emosional, manusia tidak bisa hanya duduk. Ia harus duduk di tempat yang empuk dan nyaman. Untuk mencapai kebahagiaan fisik dan emosional, manusia tidak bisa hanya tidur. Ia harus tidur di tempat yang empuk dan nyaman juga. Untuk mendapatkan kebahagiaan fisik dan emosional, manusia tidak bisa hanya makan. Ia harus makan makanan yang lezat dan bergizi.

Banyak orang berpendapat bahwa kebutuhan fisik tidaklah perlu terlalu diperhatikan. Yang penting adalah kebutuhan spiritual. Pendapat ini memang benar, tetapi juga kurang. Fisik manusia adalah ciptaan Tuhan, maka harus dirawat. Manusia juga tidak boleh menyiksa badan, demi alasan apapun. Puasa pun ada aturannya, sehingga puasa tidak merupakan suatu penyiksaan terhadap tubuh.

Cara manusia memahami fisiknya memang sangat dipengaruhi oleh kultur dan profesi yang ia jalani. Bagi seorang petinju tubuh adalah modal yang penting. Fisiknya harus kuat. Oleh karena itu ia harus rajin latihan, dan mengkonsumsi makanan-makanan bergizi. Tubuh adalah modal utamanya untuk bekerja. Hal yang sama kurang lebih berlaku bagi seorang model. Tubuh adalah modal utama dari seorang model. Oleh karena itu ia harus merawatnya sedemikian rupa, sehingga tetap sehat dan sedap dipandang. Lepas dari kaitan dengan profesi, tubuh tetap merupakan modal utama bagi untuk beraktivitas. Apapun profesi kita tubuh tetap menjadi elemen penting. Tubuh yang sehat akan memungkinkan Anda meraih kebahagiaan yang sejati.

Walaupun begitu jika manusia hanya berfokus melulu pada pemenuhan kebahagiaan fisik dan emosional saja, ia tidak akan bisa mencapai kebahagiaan sejati. Kebahagiaan fisik itu sifatnya sementara. Kebahagiaan fisik tidaklah bertahan lama. Fisik manusia pada dasarnya rapuh. Sekarang ini banyak orang mengagungkan penampilan fisik. Masa-masa remaja dianggap sebagai masa keemasan, karena pada masa itulah kecantikan fisik seseorang mencapai puncaknya.

Cara berpikir semacam itu tidaklah tepat. Fisik manusia pada akhirnya akan hancur dimakan usia. Itu adalah kepastian hukum alam. Memang fisik itu sebuah anugerah dari Tuhan. Akan tetapi usia fisik manusia itu sangatlah singkat. Orang yang berfokus melulu pada pemenuhan kebahagiaan fisik akan berakhir dengan kekecewaan.

Fisik manusia itu identik dengan dunia. Sementara roh manusia identik dengan surga. Dunia di dalam bahasa Arab secara literal berarti pendek dan dekat. Begitu pula dengan orang yang terpaku pada kebahagiaan fisiknya. Kebahagiaan yang ia rasakan bukanlah kebahagiaan sejati. Durasi kebahagiaannya sangatlah sementara. Insting nabati dan hewani yang berfokus pada pemenuhan kebutuhan fisik akan hilang ditelan waktu.

Di dalam kebahagiaan fisik dan emosional, kesehatan adalah yang utama. Dapat pula dikatakan bahwa kesehatan merupakan mahkota fisik manusia. Namun kita seringkali tidak menyadari, bahwa kita sedang mengenai mahkota di kepala kita. Kita sering taken for granted dan tidak peduli dengan mahkota gemilau yang kita kenakan. Akan tetapi pada waktu kita sakit barulah kita menyadari arti penting dari mahkota yang selama ini kita lupakan. Ketika sakit kita baru sadar bahwa mahkota fisik kita, yakni kesehatan, sudah lenyap.

Ada seorang raja. Suatu hari dia pergi berburu rusa. Ketika sampai di hutan, ia pun menemukan rusa. Rusa tersebut berlari cepat. Sang Raja mengejarnya dengan semangat. Namun rusa tersebut begitu lincah. Raja pun kesulitan menangkapnya. Walaupun begitu sang raja tidak menyerah. Ia terus mengejar rusa tersebut, sampai akhirnya ia tiba di ujung hutan. Rusa akhirnya berhasil dibunuh. Sang raja puas. Namun ia kebingungan sekarang. Ia tersesat. Ia tidak lagi mengenali medan, di mana ia berhasil membunuh rusa itu.

Sang raja kebingungan. Ia berjalan terus mencari arah pulang, tetapi ia tidak menemukannya. Ia pun mulai merasa haus. Medan sudah berganti awalnya hutan, tetapi kini sudah menjadi padang gurun. Setelah berjalan beberapa lama, raja bertemu dengan seseorang yang mengendarai unta. Orang itu membawa air. Raja pun berniat meminta sedikit air dari orang itu. “Aku haus. Dapatkah kau memberikan aku air untuk meringankan perasaan dahaga yang kumiliki?”, tanya raja. Orang tersebut terdiam sebentar. Lalu ia berkata, “Aku akan memberikannya kepadamu. Akan tetapi, segelas air ini tidaklah gratis.” Mendengar itu sang raja kemudian menjawab, “Saya adalah seorang raja. Saya akan memberikan apapun kepadamu, asalkan kamu bersedia memberikan segelas air itu kepada saya.” Si pengendara unta terdiam sebentar. Dia berpikir. “Hai raja, kau adalah raja. Artinya, kau pasti memiliki istana. Berapakah jumlah istana yang kau miliki”, tanyanya. Sang raja menjawab dengan bangga, “Saya memiliki dua istana besar dan indah.” Si pengendara unta pun menjawab dengan cepat, “Saya ingin satu istana yang Anda miliki ditukar dengan segelas air ini.” Sang raja kaget mendengar permintaan itu. Ia pun berpikir.

Di dalam hatinya sang raja berkata, “jika saya mati, maka kedudukan sebagai raja, kekayaan, dan dua istana yang besar dan indah yang saya miliki menjadi tidak berarti. Namun satu istana yang besar dan indah untuk ditukarkan dengan segelas air adalah harga yang mahal sekali.” Sang raja pun bimbang. Setelah beberapa waktu terdiam dan mempertimbangkan berbagai kemungkinan, sang raja menjawab, “Baiklah. Saya akan memberikan satu istana saya kepadamu. Sebagai bayarannya berikanlah saya segelas air.” Dalam hal ini segelas air, yang biasanya kita terima secara gratis, kini berharga satu buah istana yang besar dan indah! Selama ini kita tidak peduli terhadap air yang biasa kita minum. Akan tetapi ketika kita membutuhkannya, harganya menjadi begitu mahal.

Jelaslah kesehatan merupakan bentuk dari kebahagiaan fisik yang paling tinggi. Dengan memiliki tubuh yang sehat, manusia sebenarnya sudah memiliki modal yang besar untuk merasa bahagia. Orang sering lupa dengan hal ini. Kesibukan pekerjaan, putus dengan pacar, atau pertengkaran di dalam keluarga seringkali membuat kita merasa tidak bahagia. Padahal tubuh kita sehat. Dan itu terlupakan oleh kita. Kita terlalu terpaku pada kesulitan yang kita punya, dan lupa pada berkah yang sudah kita miliki, yakni kesehatan.

Dalam keadaan terjepit hewan biasanya memiliki dorongan kekuatan yang luar biasa. Biasanya dorongan itu adalah survival. Di ambang bahaya hewan bisa mengeluarkan kekuatan yang tidak bisa diduga besarnya. Manusia sebenarnya juga memiliki kekuatan tersebut. Saya menyebutnya sebagai inner power. Dalam keadaan terjepit manusia bisa melakukan tindakan-tindakan yang mustahil dilakukan dalam keadaan biasa. Pada waktu kerusuhan Mei 1998, banyak orang menyelamatkan diri dengan membawa sendiri kulkas yang ada di rumah mereka. Tentu saja hal tersebut tidak akan bisa dilakukan dalam situasi normal.

Namun begitu inner power yang dipunyai manusia tidak selalu digunakan untuk tujuan-tujuan baik. Justru inner power tersebut digunakan untuk mengancam dan merebut hak-hak orang lain. Inilah salah satu sumber kejahatan manusia, yakni ketika inner power yang ia miliki digunakan untuk hal-hal destruktif. Hewan tidak akan pernah melakukan ini. Dorongan besar yang dipunyai hewan hanya digunakan untuk tujuan survival. Mereka tidak akan menggunakannya untuk menguasai hewan lain, atau merusak habitatnya sendiri.

Yang harus dipelajari oleh manusia adalah, bagaimana supaya inner power yang mereka miliki dapat digunakan untuk tujuan-tujuan positif. Alih-alih digunakan untuk berperang dengan manusia lainnya, inner power tersebut sebaiknya dialihkan untuk memerangi kemiskinan dan kebodohan. Itulah cara menggunakan inner power yang positif.

Seringkali inner power itu diidentikan dengan kemampuan fisik. Namun dalam hal ini, manusia kalah jauh dengan hewan. Kekuatan fisik manusia jauh di bawah kekuatan hewan. Sekuat apapun Anda jika Anda dihadapkan dengan singa, dan Anda tidak dibekali senjata apapun, Anda pasti akan kalah.

Dalam hal “moral” manusia pun seringkali kalah dengan hewan. Hewan menggunakan kekuatannya untuk mempertahankan hak-haknya. Sementara manusia menggunakan inner power-nya untuk merebut hak orang lain. Manusia juga sering menggunakan inner power-nya untuk menghancurkan habitatnya sendiri. Jika manusia terus bertindak seperti itu, maka sebenarnya ia lebih rendah daripada hewan.

Sebagai manusia kita harus membedakan yang mana kebutuhan (need), dan yang mana keinginan (wish/desire). Kebutuhan manusia terbatas. Pada dasarnya ia hanya butuh makan, pakaian, tempat berlindung, dan ruang untuk berkomunikasi dengan manusia lainnya. Akan tetapi keinginan tidak terbatas. Semakin suatu keinginan dipenuhi, maka keinginan lain pun akan datang dalam intensitas yang lebih tinggi. Orang yang diperbudak oleh keinginannya tidak akan pernah mencapai kebahagiaan.

Kebahagiaan fisik dan emosional memang penting untuk diperhatikan, namun tidak pernah boleh dijadikan satu-satunya fokus hidup. Orang yang memanjakan dirinya hanya dengan kebahagiaan fisik dan emosional akan sampai pada paradoks berikut: semakin tinggi kebahagiaan fisik dipenuhi, maka semakin tinggi pula jatuhnya ke dalam ketidakbahagiaan. Orang yang terus menerus menumpuk kebahagiaan fisik di dalam hidupnya akan mengalami kekecewaan yang sangat besar ketika kemalangan menimpanya, apalagi ketika seluruh harta bendanya musnah. Sekali lagi kebahagiaan fisik memang penting untuk diperhatikan, tetapi sifatnya sangat sementara.

Kebahagiaan Intelektual

Tahap kedua dari tangga kebahagiaan adalah kebahagiaan intelektual (intellectual happiness). Seperti sudah disinggung sebelumnya, kebahagiaan fisik itu durasinya sangat pendek, easy come easy go. Akan tetapi aktivitas intelektual, yang melibatkan pikiran dan daya nalar rasional, terekam dalam sekali di dalam diri manusia. Bisa juga dikatakan buah dari aktivitas pikiran yang menghasilkan kebahagiaan intelektual itu bersifat abadi. Karya penulis-penulis kuno 3000-4000 tahun yang lalu masih menjadi bahan kajian sampai saat ini. Tindak mencipta yang melibatkan aktivitas berpikir dan menciptakan akan terus dihargai oleh orang sepanjang sejarah.

Sel-sel saraf yang ada di dalam otak manusia sangatlah rumit. Semua jaringan sel tersebut saling terhubung satu sama lain. Walaupun begitu menurut penelitian yang telah dilakukan, manusia hanya baru mempergunakan 10% saja dari kemampuannya. Einstein salah satu orang tercerdas sepanjang sejarah pun diklaim baru mempergunakan 10% kemampuan otaknya.

Peradaban manusia berkembang karena ia menggunakan kemampuan nalarnya. Kemampuan nalar manusia hampir tidak terbatas. Oleh karena itu perkembangan peradaban pun juga tak terbatas. Peradaban manusia berkembang pun ke arah yang tidak terduga. Aktivitas nalar manusia adalah sumber peradaban. Aktivitas nalar menghasilkan kebahagiaan intelektual. Inilah kebahagiaan yang memuaskan sisi insani manusia.

Salah satu sebutan ilmiah untuk manusia adalah homo erectus. Artinya manusia adalah mahluk yang berdiri tegak. Oleh karena itu jangkauan pandangan manusia pun luas. Ia bisa mengamati hampir semua hal. Dari pengamatannya manusia berimajinasi. Ia menciptakan gambar, lalu tulisan, dan berkembanglah kebudayaan. Hewan tidak memiliki tubuh yang tegak. Akibatnya hewan melihat dunia secara sempit. Hewan tidak mampu melihat keseluruhan. Hewan hanya mampu melihat parsial.

Dengan demikian aktivitas nalar manusia dalam bentuk intelektualitas adalah sumber dari kebahagiaan intelektual. Dalam arti ini kebahagiaan intelektual berada di tahap yang lebih tinggi daripada kebahagiaan fisik. Tujuan orang bekerja adalah untuk mencari nafkah, supaya ia dan keluarganya bisa hidup sejahtera. Dalam hal ini kesejahteraan dimaknai lebih sebagai supaya anak bisa mendapatkan pendidikan yang layak, dan bukan hanya supaya kebutuhan fisiknya terpenuhi. Di Indonesia pendidikan memang mahal. Akan tetapi banyak orang bekerja keras untuk mendapatkan itu karena mereka yakin, pendidikan sangatlah diperlukan. Kebahagiaan intelektual yang diperoleh melalui pendidikan lebih berarti daripada kebahagiaan fisik.

Teknologi merupakan buah dari aktivitas nalar manusia. Lampu, telepon, mobil, listrik, dan sebagainya merupakan produk teknologi yang bertujuan untuk memajukan kualitas hidup manusia. Hal yang sama berlaku untuk teknologi informasi dan komunikasi. Dengan adanya teknologi itu, manusia bisa melakukan transfer pengetahuan dengan cepat dan efektif. Pengetahuan dan peradaban manusia pun berkembang.

Dalam hal ini hewan kalah dari manusia. Lumba-lumba misalnya hanya bisa berkomunikasi sejauh puluhan kilometer saja. Sementara manusia bisa berbicara antar benua. Dengan nalarnya manusia melampaui kemampuan hewan. Dengan nalarnya pula ia menciptakan peradaban. Milton Friedman pernah berkata The World is Flat. Ia mau menegaskan kini kejadian di ujung dunia yang satu bisa langsung dilihat oleh orang dari ujung dunia yang lain. Karena perkembangan teknologi komunikasi dan informasi, dunia seolah menjadi tempat yang datar.

Banyak contoh lainnya tentang kehebatan nalar manusia. Bangsa yang besar tidak dilihat dari sebanyak apa mall yang mereka punya, atau sebanyak apa supermarket yang mereka punya, tetapi dari tingkat pendidikannya. Bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang kompetitif, jika pendidikan dan fasilitas penunjangnya berkembang. Kunci majunya suatu bangsa terletak pada bidang pendidikan.

Jika orang rajin belajar, maka hal yang ia pelajari tidak akan pernah hilang. Jika orang rajin membaca, maka info yang ia peroleh dari tulisan itu juga tidak akan pernah hilang. Menurut penelitian yang telah dilakukan, info yang kita peroleh dari belajar dan membaca tidaklah hilang. Kita hanya lupa. Ketika belajar tidak hanya otak yang merekam. Seluruh tubuh kita merekam apa yang kita baca dan kita pelajari.

Yang perlu dipikirkan adalah, bagaimana supaya orang menjadi terbiasa belajar dan membaca, serta mencintai apa yang ia pelajari dan baca? Kebiasaan itu tidak hanya terkait dengan modal biologis. Otak yang pintar bukanlah jaminan, bahwa orang akan rajin belajar dan mencintai pengetahuan. Pengkondisian sosial adalah sesuatu yang penting. Kita harus mengkondisikan secara sosial dan kultural, supaya orang terbiasa belajar, membaca, dan mencintai informasi maupun pengetahuan yang mereka peroleh.

Untuk mencapai pengetahuan yang mendalam, otak manusia perlu waktu untuk mengolah informasi yang diperolehnya. Pada titik ini haruslah tetap diingat, bahwa informasi apapun yang masuk ke dalam otak tidak akan pernah hilang. Orang hanya lupa namun ia bisa mengingatnya kembali.

Otak manusia memiliki banyak jaringan sel. Bisa juga dibilang bahwa otak memiliki banyak “penghuni”. Jika masalah muncul maka para “penghuni otak” itu berkumpul untuk mencari solusi. “Para penghuni” ini muncul sebagai hasil dari kebiasaan belajar dan membaca. Jadi jika Anda banyak belajar dan membaca, maka “penghuni otak” Anda pun akan banyak dan beragam. Jika sudah begitu kemampuan Anda menyelesaikan masalah juga meningkat.

Banyak orang memberikan kritik, bahwa perhatian berlebihan kepada kebahagiaan intelektual akan membuat manusia menjadi tidak seimbang. Jika terlalu banyak belajar dan membaca, ia akan lupa untuk berdoa, ataupun bersosialisasi dengan temannya. Ia menjadi orang yang intelektualistik. Kritik semacam ini hanya tepat, jika ditempatkan untuk orang-orang yang sudah mencintai tulisan dan ilmu pengetahuan. Jika orang baru mulai meniti kebiasaan untuk membaca dan belajar, kritik ini tidak pas. Dalam hal ini kita tidak boleh anti klimaks. Kita harus sadar serta menghayati arti tulisan dan ilmu pengetahuan. Kita harus sungguh menyadari dimensi positif dari pengetahuan, baru kita boleh memberikan kritik.

Saya punya tips pribadi untuk mengatasi rasa lelah. Jika saya merasa lelah, saya membaca novel. Saya menyukai novel-novel berlatar belakang sejarah, seperti Musashi, dan novel-novel dengan latar belakang sejarah Indonesia. Saya suka membayangkan berjalan melewati tempat-tempat yang dilukiskan di novel tersebut. Bagi saya membaca itu seperti memberi makan bagi otak. Membaca juga memenuhi dahaga intelektual saya. Dengan membaca saya bisa mendapatkan banyak ilmu dan informasi. Saya juga terlatih untuk berimajinasi. Membaca memberikan saya kenyamanan. Oleh karena itu saya sering rindu untuk membaca. Saya sadar betul bahwa tulisan merupakan salah satu pilar peradaban manusia. Dengan adanya tulisan aktivitas nalar manusia dapat berkembang.

Pertanyaan mendasarnya adalah bagaimana kita mendidik anak, supaya mereka mempunyai ruang untuk kebahagiaan intelektual semacam itu? Ini pertanyaan besar terkait dengan bidang pendidikan. Sebenarnya jawaban atas pertanyaan di atas tidaklah terlalu sulit. Jika para pendidik sudah mengetahui kenikmatan yang muncul di dalam kebahagiaan intelektual, maka ketika mereka mengajar, pengetahuan dan rasa cinta terhadap intelektualitas itu akan menular.

Kebahagiaan fisik akan berkurang, sejalan dengan menurunnya usia. Kesehatan manusia juga tidak menentu. Akan tetapi kebahagiaan intelektual menyediakan kenyamanan yang mendalam. Dengan memberikan fokus pada kebahagiaan intelektual, kemanusiaan kita akan berkembang. Potensi intelektualitas manusia yang nyaris tak terbatas pun bisa diwujudkan. Kebahagiaan intelektual semacam ini membuat hidup menjadi terasa bermakna. Itulah alasan mengapa pendidikan begitu mahal. Pendidikan merupakan sumber peradaban. Kebahagiaan intelektual jauh lebih nikmat daripada kebahagiaan fisik.

Orang Indonesia terpaku pada kebahagiaan fisik. Mereka lupa bahwa kebahagiaan intelektual juga penting. Di dalam bisnis modal usaha seringkali dikaitkan dengan usaha. Padahal modal terbesar di dalam bisnis adalah human capital, yang juga berarti intellectual capital. Negara yang maju adalah negara yang mengalami surplus intelektual. Di Indonesia terlalu banyak lulusan S1 dan S2 di bidang ilmu manajemen. Padahal Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alam. Kita juga perlu sarjana-sarjana di bidang ilmu alam untuk bisa mengelola kekayaan alam yang ada.

Kebahagiaan Estetik

Kebahagiaan fisik penting tetapi tidak boleh dijadikan satu-satunya kebahagiaan. Kebahagiaan intelektual juga harus diraih. Tahap ketiga di dalam tangga kebahagiaan adalah kebahagiaan estetik (aesthetical happiness). Bayangkan ada seorang kaya yang punya rumah mewah. Akan tetapi ia tidak bisa mengatur rumahnya, sehingga tampak berantakan. Apa gunanya? Apa guna sebuah rumah mewah, tetapi berantakan? Rumah (house) tersebut memang besar dan mahal harganya, tetapi tidak memberikan kenyamanan. Maka tempat itu tidak layak disebut sebagai “rumah” (home). Jika rumah Anda besar tetapi berantakan, maka Anda tidak akan merasa at home. Rumah itu jadi tidak berguna.

Hal yang sama berlaku, jika Anda hidup tanpa musik. Musik memberikan warna bagi hidup. Musik memberikan penghiburan ketika anda merasa sedih. Musik bisa membawa kita nostalgia ke masa lalu. Musik bisa meningkatkan motivasi. Musik menenangkan. Dalam arti tertentu musik juga bisa merangsang kerja otak, sehingga bisa lebih cerdas. Tanpa musik hidup akan terasa kering. Hidup yang kering adalah hidup yang tak bermakna. Jika hidup tak bermakna, Anda akan sulit untuk merasa bahagia.

Orang hidup juga perlu salon. Salon berguna untuk merekayasa penampilan sesuai dengan yang diinginkan. Manusia tidak hanya puas dengan berbaju saja. Ia juga perlu dandan. Dengan berdandan ia merasa puas. Kepuasan yang dirasakan ketika melihat (rumah yang indah, wajah yang cantik) dan mendengar (musik) yang indah inilah yang disebut sebagai kebahagiaan estetik.

Rumah yang nyaman adalah rumah yang memperhatikan bentuk arsitektur, kebersihan, dan landscape-nya. Rumah semacam itu membuat kita merasakan kebahagiaan estetik. Kebahagiaan estetik adalah perasaan yang muncul, ketika orang mengagumi keindahan. Keindahan terkait erat dengan seni, dan seni bisa membuat orang bahagia. Seni adalah sumber kebahagiaan, sekaligus kebahagiaan itu sendiri. Ingat kebahagiaan adalah seni mengelola hidup.

Alam identik dengan kata Kosmos. Kata Kosmos sendiri berarti indah dan teratur. Akan tetapi keindakan dan keteraturan itu baru terasa, jika orang mempunyai kepekaan estetik. Kepekaan estetik itu sendiri tergantung lensa kaca mata apa yang digunakan untuk melihat dunia. Hanya dengan begitulah orang bisa merasakan kebahagiaan estetik.

Bayangkan bagaimana Anda hidup tanpa keindahan? Tentu saja hidup akan terasa jenuh dan kering. Hidup akan membosankan dan tidak bermakna. Oleh karena itu banyak orang membayar mahal untuk melihat keindahan. Industri pariwisata diuntungkan oleh hal ini. Banyak orang pergi ke Bali untuk mendapatkan kebahagiaan estetik. Mereka tidak terlalu peduli dengan harga yang mahal.

Banyak orang mengumpulkan kristal. Sebenarnya apa sih kegunaan kristal? Hampir tidak ada kecuali menimbulkan rasa keindahan bagi yang melihatnya. Banyak orang mengumpulkan kalung berlian. Gunanya juga hampir tidak ada, kecuali sebagai aksesori yang menimbulkan perasaan senang bagi yang melihatnya. Hal yang sama juga berlaku untuk karpet. Banyak orang menjadi kolektor karpet. Mereka mengumpulkan karpet dari berbagai belahan dunia untuk memuaskan perasaan keindahan yang ada di dalam dirinya. Semua itu adalah sarana bagi orang untuk mencapai kebahagiaan estetik.

Kegiatan para kolektor itu haruslah dihargai. Itu adalah sarana mereka untuk mendapatkan kebahagiaan estetik. Mereka adalah orang-orang yang memiliki kepekaan estetik. Mereka bisa menghargai keindahan kosmos. Hidup mereka terasa indah dan bermakna. Ingat hidup yang ideal adalah hidup yang bahagia dan bermakna.

Sekarang ini banyak orang tidak mampu merasakan keindahan estetik. Kepekaan estetik mereka lenyap. Yang ada di pikiran mereka hanyalah mencari uang. Sebenarnya kerja mencari uang itu baik. Akan tetapi ketika keindahan dihargai dengan uang, maka keindahan itu lenyap. Jika Anda terpaku pada uang, maka Anda tidak akan bisa merasakan kebahagiaan estetik yang mendalam.

Apa yang menjadi ciri keindahan? Jika Anda berhadapan dengan keindahan, apapun bentuknya, maka Anda akan menahan napas. Anda seolah tersentak. Jantung Anda berdegup keras. Pikiran Anda seolah melayang. Ada perasaan damai yang mengalir. Ketika itu Anda akan berkata, “Betapa besar Tuhan pencipta kita.”

Keindahan sebenarnya bisa didapatkan dengan mudah, asal kita memiliki kesadaran penuh. Coba perhatikan siklus kehidupan. Tumbuhan dimakan oleh hewan. Hewan dimakan oleh manusia. Manusia memberi makan tumbuhan, dan seterusnya. Air mengalir dari sungai ke laut. Di laut, air menguap menjadi awan. Awan berat karena berisi air. Hujan pun turun. Air menyerap ke tanah, dan menjadi sumber air bagi manusia. Inilah siklus kehidupan. Siklus kehidupan mengandung keindahan yang luar biasa besar. Namun kita sering melewatkannya.

Orang Jepang sangat memperhatikan packaging dari barang yang mereka produksi. Selain kualitas produk mereka juga sangat memperhatikan aspek keindahan. Jika mereka memberi barang, maka mereka akan menghiasnya sedemikian rupa, sehingga tampak indah. Mereka mempunyai cita rasa seni yang tinggi. Mereka memiliki kepekaan estetik, yang memungkinkan mereka menghargai keindahan dalam bentuk apapun.

Orang Indonesia sulit memahami hal ini. Sekarang ini orang Indonesia hampir tidak lagi memiliki kepekaan estetik. Hal ini paling jelas di dalam profesionalitas kerja. Kerja tidak lagi dianggap sebagai pelayanan, tetapi sebagai keterpaksaan. Akibatnya sentuhan personal di dalam kerja pun hilang. Yang ada adalah hubungan instrumental antara klien dan pegawai. Hubungan semacam itu sangatlah kering. Orientasinya utamanya adalah uang. Dengan keadaan seperti itu, kebahagiaan estetik tidak akan bisa diraih.

Jika orang bisa menghargai keindahan, apapun bentuknya, maka ia akan menjalani hidup yang bermakna. Hidup yang bermakna adalah hidup yang penuh motivasi. Hidup yang penuh motivasi adalah hidup yang penuh dengan optimisme. Optimisme semacam itu bisa digunakan untuk membangun bangsa. Bangsa yang optimis adalah bangsa yang besar.

Suatu bangsa disebut beradab, jika rakyatnya memberikan penghargaan terhadap keindahan. Setiap karya seni akan dihargai. Bangsa tersebut memberikan ruang besar bagi rakyatnya untuk mendapatkan kebahagiaan estetik. Hal ini kelihatan di dalam tata kota, arsitektur gedung, dan sebagainya. Bangsa yang beradab adalah bangsa yang memahami betul pentingnya sentuhan keindahan.

Kehidupan beragama juga harus memiliki sentuhan keindahan. Aspek mistik dari kehidupan religius baru terasa, jika orang memasukinya melalui estetika. Lihatlah para sufi. Mereka menuliskan ekspresi keindahan mereka dalam bentuk syair dan puisi. Mereka melihat Tuhan sebagai entitas maha indah, yang hanya dapat didekati secara penuh melalui estetika.

Dengan memahami aspek keindahan dari agama, orang akan mampu melampaui pendekatan rasional. Pendekatan rasional memang perlu. Akan tetapi pendekatan semacam itu membuat kehidupan religius terasa kering. Kebahagiaan estetik yang tertingi bisa didapatkan, jika orang memahami dan menghargai sentuhan keindahan di dalam agama.

Dengan demikian manusia yang bahagia adalah manusia yang sehat, cerdas secara intelektual, dan memiliki kepekaan estetik yang mendalam. Inilah paket kebahagiaan manusia. Hidupnya terasa utuh dan bermakna. Dengan hidup seperti itu, ia juga bisa memberikan kedamaian pada orang lain.

Keindahan juga bisa ditemukan pada alam. Orang yang memiliki kepekaan estetik sangat menyadari, bahwa alam bisa menjadi sumber kebahagiaan estetik yang mendalam. Manusia sendiri sering meniru (mimesis) alam untuk menciptakan keindahan. Model pakaian, arsitektur bangunan, bentuk kendaraan, semuanya meniru alam. Alam adalah guru keindahan yang sebenarnya. Segala sesuatu yang alami pasti indah.

Namun keindahan baru bisa sungguh dirasakan, jika orang mampu mengambil jarak dan mengkontemplasikan keindahan itu. Kehidupan baru terasa indah, jika orang mampu mengambil jarak. Keindahan itu akan semakin terasa, jika orang mengkontemplasikannya.

Anda tinggal di pegunungan. Awalnya pemandangan disitu terasa sangat indah. Dengan berlalunya waktu Anda akan mulai terbiasa. Keindahan pun tidak lagi terasa. Yang terasa hanyalah rutinitas. Ini terjadi karena Anda tidak lagi berjarak dengan pegunungan. Cobalah mengambil jarak sedikit dan merenungkan indahnya pemandangan di pegunungan, Anda akan kembali merasakan keindahan.

Hal yang sama berlaku di dalam pekerjaan. Anda mendapatkan pekerjaan impian Anda. Awalnya Anda bekerja dengan antusias. Dengan berlalunya waktu pekerjaan terasa sebagai rutinitas. Tidak hanya itu pekerjaan menjadi keterpaksaan. Cobalah untuk berhenti sejenak, mengambil jarak, dan merenungkan aspek mendasar pekerjaan Anda, maka Anda akan kembali menemukan keindahan.

Cobalah renungkan keindahan alam. Seorang penulis pernah berkata, bahwa alam semesta itu menari. Alam semesta menari dan mengajak kita menari bersamanya. Ketika kita mengikutinya maka kita akan merasakan keindahan estetik. Di dalam tariannya alam semesta menggambarkan keagungan Tuhan. Manusia bisa mendekati Tuhan dengan ikut menari bersama alam semesta. Seringkali doa juga merupakan ekspresi kekaguman manusia terhadap alam ciptaan Tuhan. Oleh karena itu doa seringkali seperti puisi.

Namun ingatlah bahwa semua itu baru bisa terasa, jika Anda mengambil jarak. Anda harus take a distance! Dengan mengambil jarak Anda akan menemukan keindahan. Anda akan kembali merasakan seninya. Jika sudah begitu Anda akan semakin dekat dengan Tuhan. Kebahagiaan estetik yang mendalam bisa membawa Anda dekat dengan Tuhan dan sesama. Itulah kebahagiaan estetik yang sesungguhnya.

Manusia selalu membayangkan sorga sebagai tempat yang indah. Ini sebenarnya adalah ekspresi dari kerinduan manusia untuk menemukan keindahan. Di dalam hati kita, harapan akan keindahan selalu berkobar.

Jugalah harus diingat bahwa kebahagiaan itu bersifat personal. Setiap orang memiliki bentuk kebahagiaannya masing-masing. Hal yang sama berlaku untuk kebahagiaan estetik. Setiap orang memiliki selera pakaiannya masing-masing. Pakaian orang lain tentunya tidak akan pas pada saya. Semut walaupun berasal dari satu spesies tetap saja punya jenis makanan yang berbeda-beda. Ciri personal dari kebahagiaan ini merupakan bentuk keindahan juga.

Sayangnya masyarakat kita tidak peka pada keindahan. Hal ini paling jelas dalam tata kota. Masyarakat kita tidak memahami potensi keindahan kota. Sungai yang di banyak negara dianggap sebagai kalung indah yang melingkari sebuah kota diabaikan perawatannya. Di Jepang, Perancis, Amerika, ataupun Inggris, rumah terletak menghadap ke sungai harganya mahal. Sebaliknya rumah semacam itu di Indonesia harganya sangat murah. Menjualnya pun sulit karena orang takut terkena banjir, bau yang tidak enak, dan sebagainya.

Bisa disimpulkan bahwa tingkat kebahagiaan bangsa kita terlalu rendah. Nilai sebuah peradaban ditentukan oleh nilai keindahan budayanya. Kebudayaan yang tinggi memiliki nilai jual yang juga tinggi. Bangsa kita masih terjebak dengan menjual minyak, kayu, dan bahan-bahan alam lainnya. Padahal komoditi terbesar ekspor adalah kebudayaan dalam bentuk pariwisata. Semakin dijual eksistensi bahan alam akan semakin menipis, dan kemudian habis. Sebaliknya semakin dijual kualitas dan eksistensi kebudayaan akan semakin kuat. Bangsa kita belum menyadari hal ini.

Pembangunan suatu bangsa haruslah dimulai dengan pembangunan politik, lalu ekonomi, pendidikan, dan memuncak pada pembangunan kebudayaan.  Bangsa Indonesia gagal melakukan hal ini. Para era Bung Karno, pembangunan politik dilaksanakan. Suharto dengan segala kekurangannya melaksanakan pembangunan ekonomi. Seharusnya pada tahap ini, bangsa kita sudah fokus untuk membangun pendidikan. Namun yang terjadi adalah kita kembali harus melakukan pembangunan politik. Bangsa kita salah kaprah, karena itu kebudayaannya tidak berkembang.

Suasana estetis akan mendukung kreatifitas. Hidup pun akan terasa nyaman. Kebahagiaan meningkat. Orang akan banyak tersenyum. Humor akan menjadi bagian dari komunikasi sehari-hari. Beban hidup seolah hilang. Hidup pun terasa indah. Jika sudah  begitu kebahagiaan estetik berada dalam genggaman.

Kebahagiaan Moral

Tahap kebahagiaan berikutnya adalah kebahagiaan moral (moral happiness). Saya ingin bertanya kapankah Anda merasa damai dengan diri sendiri? Kapankah Anda merasa begitu percaya diri, sehingga tidak malu dilihat orang lain? Saya yakin Anda bisa merasa damai dan percaya diri, jika hidup Anda bermakna buat orang lain! Hidup Anda akan bermakna buat orang lain, jika Anda banyak berbagi. Kebahagiaan baru bermakna jika dibagikan.

Esensi dari kebahagiaan fisik adalah mengambil. Kebahagiaan fisik terpenuhi jika kita memperoleh sesuatu dari orang lain. Sebaliknya kebahagiaan moral baru didapatkan, jika orang memberi. Kebahagiaan moral juga baru didapatkan, jika kita membuka hati dan tangan untuk memberi.

Dengan demikian kebahagiaan dapat diraih dengan mengolah dan memenuhi kebutuhan fisik (1), belajar dan mencintai pengetahuan (2), menghargai dan menciptakan keindahan (3), serta dengan berbagi dengan orang lain (4). Inilah ideal kebahagiaan. Keempat dimensi ini bisa dipenuhi, walaupun memang porsinya berbeda-beda.

Kebahagiaan moral tidak memerlukan uang. Yang diperlukan adalah senyum yang tulus. Ketulusan sangatlah penting. Jika Anda memberi dengan tidak tulus, mengharapkan pamrih misalnya, kebahagiaan moral tidak akan didapat. Dengan kata lain kebahagiaan moral memerlukan hati yang terbuka.

Inilah bagian tersulit. Kita dengan mudah membuka dompet kita untuk membantu orang. Kita juga dengan mudah membuka tangan kita untuk menolong. Akan tetapi kita sulit membuka hati. Tangan memberi tetapi hati tetap pelit. Hati tetap tertutup. Untuk mendapatkan kebahagiaan moral yang sesungguhnya, hati kita harus terbuka, ringan, dan tulus ketika memberi.

Sebenarnya tangan, kaki, barang, dan segala hal yang kita berikan ke orang lain adalah perpanjangan dari hati. Hati yang terbuka akan berbagi, melayani, dan memberi dengan tulus. Sementara hati yang tertutup akan terpaksa berbagi, melayani, dan memberi. Inilah yang terjadi di Indonesia. Di berbagai perusahaan, universitas, ataupun instansi pemerintahan, pelayanan yang diberikan tanpa hati. Banyak orang tidak puas dengan pelayanan yang ada. Mereka merasa diperlakukan tidak manusiawi.

Ingatlah “the more you give the more you receive”. Janganlah takut untuk memberi. Janganlah pernah berpikir bahwa karena memberi, Anda jadi miskin. Sikap peduli pada penderitaan orang lain punya nilainya sendiri. Kepedulian dan memberi merupakan sumber kebahagiaan yang tidak ada duanya.

Jika Anda terbiasa memberi dengan hati terbuka, maka setiap saat Anda memiliki sumber kebahagiaan. Anda bisa senantiasa merasa bahagia. Saya punya teman yang punya kebiasaan membayar tol mobil di belakangnya. Inilah bentuk pelayanan yang konkret. Ia menempatkan orang lain sebagai subyek. Ia memperhatikan kepentingan orang lain. Ia berempati dan menunjukkan solidaritas.

Ketika saya bertanya alasan tindakannya tersebut. Ia menjawab, “Saya berharap mobil di belakang saya juga membayari mobil di belakangnya.” Mungkin saja itu tidak terjadi. Akan tetapi cara berpikir yang melandasi tindakan itulah yang menarik. Saya menyebut ini sebagai multilevel moral activity. Inilah wujud konkret dari solidaritas. Kita harus membantu orang lain, terutama yang lemah.

Penderitaan, kemiskinan, dan perang sebenarnya merupakan undangan supaya kita memberi. Hati kita diketuk untuk terbuka dan memberi. Jika orang berbuat jahat pada kita, maka itu merupakan undangan untuk memaafkan. Hati kita dibuat lentur, supaya terbuka untuk memberi maaf. Jika menerima undangan itu dengan hati terbuka, maka pintu surga terbuka untuk kita.

Berbagai kitab suci agama di dunia sudah mengajarkan kita untuk tulus memberi. Bahkan dikatakan pula jika Anda memberi makan orang miskin berarti Anda memberi makan Tuhan. Inilah esensi tindakan moral! Tuhan tidak perlu dibela, tetapi Anda harus membela orang susah. Tuhan tidak perlu ditolong, tetapi Anda harus menolong orang susah.

Sumber kebahagiaan moral adalah memberi dengan tulus. Dengan memberi hidup kita jadi bermakna buat orang lain. Hidup yang ideal adalah hidup yang bermakna. Setiap peluang untuk memberi sebenarnya adalah peluang untuk mendapatkan kebahagiaan. Peluang untuk memberi dan membantu orang lain adalah peluang untuk bahagia.

Tsunami memang membuat banyak orang menderita. Banyak orang terluka akibat peristiwa itu. Namun kejadian itu mengetuk hati pintu banyak orang untuk menolong secara spontan dan tulus. Jutaan orang dari berbagai belahan dunia memberikan bantuan. Yang harus dipikirkan adalah, bagaimana supaya sikap menolong dengan tulus itu bisa dipelihara, sehingga tidak hanya muncul pada saat peristiwa ekstrem saja. Kita harus mengkondisikan supaya jika tidak beramal, orang akan merasa resah. Ia baru merasa tenang, jika ia sudah membantu orang lain.

Muhammad Ali terkenal bukan hanya karena kehebatannya di arena tinju, tetapi juga karakternya. Bahkan setelah pensiun dari dunia tinju, ia tetap menunjukkan kebaikan dan berbuat amal kepada banyak orang. Dari sini bisa disimpulkan, bahwa efek yang muncul dari kebahagiaan moral lebih kuat dan abadi dari pada kebahagiaan jenis lainnya.

Kebahagiaan tidak boleh hanya berhenti di estetik, intelektual, apalagi fisik saja, melainkan harus sampai ke level moral. Nelson Mandela memberikan contoh bagi kita semua. Selama 27 tahun ia dipenjara. Setelah dibebaskan dan menjadi presiden, ia tidak membalas dendam pada orang yang menahannya, tetapi justru memaafkan dan tetap ramah. Ia “memberi” maaf dengan hati terbuka. Ia “memberi” contoh bagi kita semua. Orang bijak mengatakan, “Be a humble winner and a good loser.” Jika kita menang maka kita harus rendah hati. Sebaliknya jika kita kalah, maka kita harus mengakuinya dengan hati tulus.

Nilai-nilai tradisional Islam secara tegas mengajarkan kita untuk memberi. Jika kita mau teliti, segala sesuatu di sekitar kita sebenarnya merupakan pemberian. Saya makan nasi. Nasi diperoleh dari tukang jualan beras. Beras diperoleh dari petani yang menanam. Jadi apa yang saya makan sebenarnya hasil dari orang lain. Sebaliknya orang lain juga bisa makan, karena kita bekerja. Saya menanam dan orang lain yang makan. Sebaliknya saya makan karena ada orang lain yang menanam.

Akan tetapi cara berpikir bangsa kita masih miskin. Mindset kita salah. Kita menganggap bahwa dengan memberi, maka kita menjadi miskin. Ingatlah dengan memberi Anda mendapatkan kebahagiaan moral. Dengan memberi secara tulus, Anda akan mendapatkan kepuasaan batin dan hidup yang tenang. Pada akhirnya Anda akan bisa berkata, “ I am brave, open, and truthful to my self.”

Sikap moral tidak hanya ditujukan pada manusia, tetapi juga pada alam. Manusia harus santun pada alam. Alam adalah keluarga manusia. Ada sebuah penelitian di Jepang yang disebut sebagai penelitian air. Molekul air yang dihina dan dicerca tampak berantakan. Sebaliknya molekul air yang dihargai dan dicintai tampak indah. Kesimpulan awal dari penelitian ini adalah, bahwa alam akan bersikap positif, jika kita menyayanginya. Oleh karena itu hiduplah dengan penghargaan dan rasa syukur pada alam.

Hal ini paling jelas dalam hal masakan. Jika Anda memasak dengan tulus dan rasa syukur, maka masakan itu akan enak. Sebaliknya bumbu apapun yang Anda gunakan, tetapi Anda tidak tulus, maka makanan itu akan hambar. Bumbu dan bahan makanan bisa merasakan ketulusan kita. Sikap positif terhadap alam dan manusia lain niscaya akan dibalas dengan positif juga.

Kebahagiaan Spiritual 

Tahap kebahagiaan tertinggi adalah kebahagiaan spiritual/rohaniah (spiritual happiness). Ini adalah kebahagiaan yang mendalam dan mendasar. Kebahagiaan fisik, intelektual, dan moral bisa diukur dan dilihat, tetapi kebahagiaan spiritual tidak. Kebahagiaan fisik, intelektual, estetik, dan moral baru bermakna, jika diberi roh. Tanpa roh empat kebahagiaan lainnya akan hampa.

Di dalam Islam kita mengenal sholat. Di agama-agama lain ada doa dan ritual. Esensi dari tindakan itu adalah penghayatan makna. Manusia memberi makna hubungannya dengan Tuhan melalui doa. Ia memberi roh pada relasinya dengan Tuhan. Dengan itu manusia merasa penuh dan puas. Inilah inti dari spiritualitas.

Sifat dasariah manusia yang paling luhur adalah sisi rohaninya. Dengan rohaninya manusia mampu menyatu dengan alam. Ia kemudian menyadari betapa kecil dirinya. Dibandingkan alam manusia itu memang kecil, tetapi ia mulia dan bernilai. Dengan kemuliannya manusia harus bersahabat dengan alam. Dengan doa manusia bersujud bersama alam kepada Tuhan. Pada momen itu ia menjadi satu dengan semesta.

Di dalam kesatuan dengan alam, manusia menghargai dan mensyukuri, betapa alam sudah baik kepadanya. Semua proses di alam ini ditujukan untuk kesejahteraan manusia. Tumbuhan yang memberi udara segar. Hewan yang memberi dagingnya untuk dimakan. Dalam relasi harmonis dengan semua mahluk, manusia merasa at home. Ia merasa bahwa semua yang ada di alam ini indah.

Untuk mendapatkan kebahagiaan spiritual orang harus hidup pasrah dan bersyukur pada segala hal. Ada tujuh prinsip untuk mencapai kebahagiaan spiritual.

1. Aku  Adalah Makhluk Spiritual Dalam Raga Sementara

2. Aku Selalu Tersambung Dengan Tuhan

3. Aku Selalu Berpikir Positif

4. Aku Melihat Kasih di Mana-mana

5. Aku  Selalu Dipenuhi Rasa Syukur

6. Aku Selalu Ingin Berbagi Kasih

7. Aku Berserah Diri Kepada Sang Pemilik Kehidupan

Manusia adalah mahluk spiritual yang selalu tersambung kepada Tuhan. Di dalam hubungannya dengan Tuhan, manusia selalu berpikir positif. Ia harus selalu menghindari pikiran negatif. Pikiran negatif itu membuat lelah. Jangan jadikan otak Anda tempat sampah yang berisi pikiran-pikiran jahat saja. Jangan jadi pengumpul sampah!

Gunakan lensa kaca mata positif untuk melihat dunia. Jika begitu Anda akan melihat kasih di semua tempat. Sebatang pohon membutuhkan kasih dari akarnya. Akar menyalurkan nutrisi pada batang, daun, bunga, dan buah. Ini semua adalah bentuk kasih. Akar membutuhkan batang untuk hidup. Begitu pula bunga membutuhkan akar sebagai sumber nutrisi. Ini adalah hubungan positif yang memberi keuntungan satu sama lain.

Hubungan kasih ini haruslah dihargai. Hubungan kasih paling tampak dalam dinamika alam, maka alam juga harus dihargai sepenuhnya. Penghargaan akan menciptakan kepekaan di dalam hati. Dengan kepekaan itu kita akan melihat kasih di semua tempat. Tuhan adalah kasih. Maka kita bisa melihat Tuhan di semua tempat. Betapa bahagianya hidup jika kita bisa melihat wajah Tuhan.

Hidup ini haruslah disyukuri. Begitu banyak hal yang bisa disyukuri. Jika kita bisa mengucapkan syukur, maka kita bisa mulai terbuka untuk memberi. Jika kita tidak bisa membantu secara materi, maka kita bisa memberikan kasih kepada orang lain dengan tersenyum tulus. Kita juga bisa memberikan kegembiraan pada orang lain. Semakin banyak kita membagi kegembiraan, maka semakin banyak kegembiraan yang kita punya.

Inti dari kebahagiaan spiritual adalah bersikap pasrah kepada Tuhan. Ingatlah bahwa manusia itu berasal dari Tuhan, dan akan kembali padaNya. Memang batas geografis, kultur, dan bahasa memisahkan manusia dari sesamanya. Akan tetapi esensi dari semua manusia itu sebenarnya sama, bahwa ia adalah mahluk ciptaan Tuhan, dan akan kembali kepadaNya. Oleh karena itu kita tidak boleh memusuhi orang yang berbeda keyakinan, kultur, ataupun bahasa. Kita wajib memberi tahu mereka, jika salah. Akan tetapi kita tidak boleh memusuhi mereka.

Apapun yang terjadi kita harus tetap berbagi. Berbagi tidak hanya kepada sesama manusia, tetapi juga kepada alam. Kita harus menghargai dan menghormati alam, karena alam adalah saudara kita. Kita membutuhkan alam dan alam juga membutuhkan kita. Tanpa alam kita tidak bisa hidup. Tanpa kita alam juga tidak bisa berkembang.

Coba bandingkan diri Anda dengan pulau Jawa. Lalu bandingkan diri Anda dengan benua Asia. Pulau Jawa hanyalah sebagian kecil dari Benua Asia. Coba bandingkan benua Asia dengan seluruh Bumi. Jelas benua Asia hanyalah bagian kecil dari Bumi. Bumi hanyalah planet kecil di dalam sistem tata surya yang mengelilingi matahari. Matahari ukurannya jauh lebih besar daripada bumi. Matahari pun bukan bintang terbesar di alam semesta. Masih banyak bintang di galaksi yang sama maupun berbeda yang ukurannya jauh lebih besar daripada matahari.

Dibandingkan dengan alam semesta, manusia itu kecil sekali.  Ukuran manusia tidak ada artinya dibandingkan dengan bintang-bintang di alam semesta. Walaupun begitu sifat insani dan rohani manusia memungkinkannya melampaui batas-batas ruang. Manusia tidak boleh membiarkan batas-batas ruang membelenggunya. Dengan sifat insani dan rohaninya itulah ia mencapai kebahagiaan spiritual.

Dengan demikian manusia yang ideal adalah manusia yang bisa mencapai semua kebahagiaan di atas. Ia bahagia secara fisik, emosional, intelektual, estetik, moral, dan spiritual. Pada dasarnya setiap orang memiliki semua tahap kebahagiaan itu. Namun memang penekanannya yang berbeda-beda. Semakin orang itu bijaksana, maka semakin tinggi fokus kebahagiaannya. Tahap tertinggi adalah kebahagiaan spiritual.

Kebahagiaan moral saja tidak mencukupi. Memang dengan berbuat baik, orang bisa merasa bahagia. Ia mengalami kebahagiaan moral. Akan tetapi kebahagiaan moral masih merupakan dorongan manusia murni. Jika hanya berfokus pada dorongan manusia saja, maka orang akan merasa hampa pada akhirnya. Oleh karena itu kita harus juga mencari dorongan yang berasal dari Tuhan. Dorongan itu biasanya tampak di dalam ajaran agama.

Jadi dorongan fisik, emosional, intelektual, estetik, dan moral adalah dorongan manusia. Itu tidak lengkap. Supaya menjadi sempurna manusia harus berfokus juga pada dorongan dari Tuhan melalui agama. Hanya dengan begitulah hidupnya menjadi penuh. Di dalam kepenuhan hidup itu, manusia akan merasa bermakna dan bahagia. Itulah tujuan hidup setiap orang!

Lalu bagaimana jika Anda atau teman Anda menghadapi depresi? Apa yang harus Anda katakan kepada diri Anda sendiri, atau kepada mereka? Pada titik ini pemikiran Frankl sangat relevan. Frankl mengembangkan metode Logoterapi. Ia merumuskannya pada saat berada di kamp konsentrasi NAZI. Baginya hidup manusia itu penuh makna. Yang diperlukan adalah kemampuan untuk menemukan makna dalam situasi apapun. Manusia adalah mahluk pencari makna. Ia memiliki kebebasan untuk memberi makna pada setiap situasi.

Setiap orang ingin hidupnya bermakna, baik bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain. Bahkan seorang pekerja seks komersil pun ingin hidupnya bermakna, terutama untuk anaknya. Kemampuan memberikan makna sebenarnya juga merupakan sebuah seni.

Seni untuk memberi makna juga dapat dilakukan di dalam pekerjaan. Profesionalitas profesi juga adalah sebuah seni! Hidup yang bermakna dapat Anda temukan, jika Anda bekerja dengan penuh dedikasi, profesionalitas, dan ketulusan. Profesionalitas adalah tampilan luar dari spritualitas yang tulus.

Ingatlah bahwa setiap kejadian pasti mempunyai makna. Manusialah yang harus cukup bijak dan pintar memaknainya. Saya menyebut ini sebagai the art of constructing the meaning of life. Sekali lagi hidup yang ideal adalah hidup yang bahagia dan bermakna. Saya menerapkan ini di dalam kehidupan saya.

Tulisan ini ditujukan untuk membantu mengubah kultur orang Indonesia ke arah yang lebih baik. Banyak orang sekarang merasa kosong, walaupun mereka sudah memiliki semuanya, baik harta, keluarga, maupun prestasi. Hati mereka kosong. Saya ingin membagikan pengalaman saya untuk mencapai kebahagiaan. Saya sadar bahwa saya tidak bisa mengubah seluruh kultur Indonesia. Akan tetapi saya bisa memberikan partisipasi kecil saya di dalam tulisan ini.

Di mana kebijaksanaan dari pencarian akan kebahagiaan ini? Inti dari kebijaksanaan adalah kecerdasan, komitmen, tindakan, dan kemampuan untuk melihat apa yang penting di dalam hidup. Namun tidak semua orang bisa melihat apa yang sungguh esensial dalam hidup.  Mereka kehilangan kepekaan. Sama seperti lidah yang sakit tidak merasakan manis ataupun pahit, begitu pula hati yang tidak peka tidak bisa menemukan kebahagiaan. Masalahnya bukan pada makanan, tetapi pada lidah, masalahnya bukan pada hidup yang penuh penderitaan, tetapi pada ketidakmampuan kita untuk menemukan makna.

Hidup yang bahagia adalah hidup yang bijaksana. Kebijaksanaan hanya dapat diraih dengan tiga cara. Pertama, orang bisa melakukan perenungan secara sadar atas peristiwa-peristiwa. Orang Indonesia sulit melakukan ini. Kultur refleksif masih belum menjadi kebiasaan. Kedua, orang bisa mengalami langsung. Pengalaman membentuk pemikiran dan pemikiran membentuk kepribadian. Namun seringkali pengalaman harganya mahal. Banyak orang harus menderita dulu, sebelum ia sampai pada kebijaksanaan. Seringkali penderitaan yang dialami terlalu berat dan mahal.

Ketiga, orang bisa meniru. Ia bisa meniru dari orang lain yang sudah sampai pada kebijaksanaan. Namun begitu sikap meniru itu hanya di permukaan. Perubahan yang muncul dari meniru tidaklah mendasar. Tampilan luar memang berbeda, tetapi sikap batin tetaplah sama.

Inilah yang kita perlu ingat selalu.

Penulis adalah Dosen Filsafat Politik, Fakultas Filsafat UNIKA Widya Mandala Surabaya

Iklan

Diterbitkan oleh

Reza A.A Wattimena

Pendiri Rumah Filsafat. Peneliti di bidang Filsafat Politik, Filsafat Ilmu dan Kebijaksanaan Timur. Alumni Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta, Doktor Filsafat dari Hochschule für Philosophie München, Philosophische Fakultät SJ München, Jerman. Beberapa karyanya: Menjadi Pemimpin Sejati (2012), Filsafat Anti Korupsi (2012), Tentang Manusia (2016), Filsafat dan Sains (2008), Zen dan Jalan Pembebasan (2017-2018), Melampaui Negara Hukum Klasik (2007), Demokrasi: Dasar dan Tantangannya (2016), Bahagia, Kenapa Tidak? (2015), Cosmopolitanism in International Relations (2018), Protopia Philosophia (2019), Memahami Hubungan Internasional Kontemporer (20019), Mendidik Manusia (2020), Untuk Semua yang Beragama (2020), Terjatuh Lalu Terbang (2020), Urban Zen (2021), Revolusi Pendidikan (2022), Filsafat untuk Kehidupan (2023), Teori Transformasi Kesadaran (2023) dan berbagai karya lainnya.

4 tanggapan untuk “Bahagia (Level-level Kebahagiaan)”

  1. Boleh tw pak, pemikiran ini sumber nya dri buku pak Komar yg mana, atau dri seminar2 beliau…

    Suka

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.