
Percikan Kebijaksanaan Timur
Oleh Reza A.A Wattimena
Kerap kali, kita merasakan emosi yang sangat kuat. Kebencian atau kesedihan menguasai batin. Bagi banyak orang, ini merupakan masalah besar. Akibatnya, mereka jadi ganas dan jahat pada orang lain, bahkan pada orang-orang terdekatnya.
Pikiran-pikiran mengerikan juga kerap datang tanpa diundang. Ketakutan dan kecemasan akan masa depan yang tak pasti menerkam jiwa. Penyesalan atas masa lalu yang menyesakkan dada sering datang berkunjung. Jika itu semua amat kuat dan terjadi dalam waktu lama, orang bisa sakit, entah sakit jiwa, kanker, jantung, darah tinggi maupun kelainan hormon.
Ini semua merupakan penderitaan hidup. Banyak orang yang tak tahan dengan itu semua, sehingga bunuh diri. Banyak pula yang menekan dan menyembunyikannya dalam-dalam. Tak heran, orang yang terlihat tenang lalu tiba-tiba bunuh diri, atau didatangi penyakit mengerikan.
Penyelidikan AKU
Ada jalan keluar sederhana yang berpijak pada kebijaksanaan Timur. Usianya sudah lebih dari 6000 tahun. Bentuknya adalah pertanyaan. Ketika emosi dan pikiran jelek (seperti kebencian, ketakutan, kecemasan dan kesedihan) datang menghantam, kita bertanya: SIAPA YANG MENGALAMI INI?
Jawaban spontan adalah SAYA, atau AKU. Nah, disinilah letak kunci jawabannya, yakni bertanya: SIAPA AKU? APAKAH ADA YANG DISEBUT AKU? Mari kita perdalam hal ini.
AKU adalah kata dan konsep yang menggambarkan sesuatu yang bersifat tetap, yakni diriku. Namaku Reza. Kata AKU menyiratkan paham, seolah Reza itu sesuatu yang tetap, walaupun usianya menua, rambutnya mulai putih, dan sebagainya. Nah, apakah pemahaman ini benar? Apakah Reza adalah sesuatu yang tetap?
Jawabannya jelas TIDAK. Segala sesuatu terus berubah saat demi saat di dalam hidup ini. Tidak ada SATU hal pun yang tetap. AKU dan SAYA pun terus berubah dari saat ke saat.
Maka, sebenarnya, keduanya tidak ada. AKU dan SAYA itu TIDAK ADA! Ketika kita menyebutnya, mereka segera berubah menjadi sesuatu yang lain. Aku yang kemarin bukanlah aku yang hari ini. Aku yang tadi pagi bukanlah aku yang siang ini.
Inilah hidup. Inilah kenyataan sebagaimana adanya. Tidak ada aku, dan tidak ada orang lain. Semua itu adalah konsep dan kata yang menipu kita, seolah ada hal yang tetap di dalam hidup ini.
Fakta Alamiah
AKU YANG TIDAK PERNAH ADA; Fakta alamiah ini didukung oleh kebijaksanaan Timur, baik Vedanta, Buddhisme maupun Taoisme. Ia juga didukung oleh beragam penelitian ilmiah terbaru di bidang neurosains. Konsep “AKU” adalah ilusi semata yang berguna untuk kepentingan praktis belaka, seperti pencatatan penduduk atau komunikasi sehari-hari. Ia bukanlah kenyataan.
Ketika pikiran dan emosi kuat melanda, kita lalu sadar, bahwa tidak ada AKU yang mengalami semua ini. Emosi lalu sekedar emosi. Pikiran, sejelek apapun, juga hanya sekedar pikiran. Tidak ada AKU di dalamnya.
Coba anda terapkan ini, ketika emosi dan pikiran datang melanda. Pengalaman saya, dan pengalaman jutaan orang lainnya, adalah: semua jadi terasa ringan. Emosi dan pikiran datang dan pergi begitu saja. Mereka cepat berlalu. Memaafkan dan move on menjadi semudah membalikkan telapak tangan.
Hidup kita pun jadi ringan dan jernih. Kita lalu bisa menjalankan semuanya dari saat ke saat dengan kebahagiaan dan kedamaian hati. Orang-orang sekitar kita terbantu dengan keberadaan kita. Penderitaan bisa datang berkunjung, namun ia bisa segera pergi, tanpa jejak.
Tidak percaya? Coba saja..
Ini artikel yg saya tunggu pak sip… (y)
SukaSuka
semoga terbantu
SukaSuka
Jika konsep kata “AKU” direvisi dengan sesuatu yg terus berubah, apakah “AKU” tetap tiada? Artikel yg sangat menarik.
SukaSuka
aku yang terus berubah berarti tidak pernah ada aku yang tetap.. dengan kata lain, tidak ada aku… begitu bukan?
SukaSuka
aku sekarang.. bukan aku yg kemarin.. luar biasa.
SukaSuka
ya.. ini paham yang amat penting..
SukaSuka
lantas dari mna dtang’a emosi… ap dari keinginan lalu tercipta kebuah keadaan…
SukaSuka
emosi adalah salah satu bentuk reaksi atas peristiwa. Ia adalah hasil dari proses belajar dan pola didik kita di masa lalu. Ia tidak alamiah, melainkan bentukan sosial.
SukaDisukai oleh 1 orang
Salam kenal pak Reza. saya baru pertama kali mengunjungi blog ini. senang sekali akhirnya dapat dipertemukan dengan pemikiran yang luar biasa keren. pak Reza, ada sesuatu yang mengganjal ketika memahami tuliusan di atas, ‘aku adalah sesuatu yang tidak tetap. maka aku dapat mengalami perubahan’. mengapa aku mengalami perubahan? terkadang dalam memahami aku, saya sambung2kan dengan kesadaran diri. ketika ada kesinambungan antara aku dengan kesadaran diri, apakah aku itu tetap mengalami perubahan hingga akhirnya hilang?
mohon maaf jika postingan dengan pertanyaan saya ga nyambung. tapi entah kenapa, tiba2 saja terlintas dalam pikira saya. mohon pencerahannya. terimakasih
SukaSuka
salam kenal. Jangan pusing dengan konsep. Aku dan kesadaran diri hanyalah konsep. Itu semua berubah. Coba hidup mengalir saat demi saat, perhatikan sepenuhnya apa yang terjadi disini dan saat ini
SukaSuka
Pak bagaimana “aku” dalam pernyataan Rene Descartes (kalau tidak salah) yang menyatakan, “aku berpikir maka aku ada”, bukankah sekalipun kita mencoba untukk tidak dikekang oleh konsep “aku”, tetapi kita sendiri memang mengakui ke “aku”an kita masing-masing, sekalipun scara tidak langsung dan atau tidak sadar? Jika penderitaan adalah hasil pikiran, dan pikiran adalah hasil ke”aku”an, berarti saya bisa simpulkan penderitaan juga adalah ke”aku”an yang harus kita akui. Bahwa bapak mengajarkan filsafat pun itu adalah ke”aku”an Bapak dalam hidup ini, sekalipun filsafat bapak sangat kuat unsur penyangkalan “aku”nya. Terimakasih.
SukaSuka
Pak bagaimana “aku” dalam pernyataan Rene Descartes (kalau tidak salah) yang menyatakan, “aku berpikir maka aku ada”, bukankah sekalipun kita mencoba untukk tidak dikekang oleh konsep “aku”, tetapi kita sendiri memang mengakui ke “aku”an kita masing-masing, sekalipun scara tidak langsung dan atau tidak sadar? Jika penderitaan adalah hasil pikiran, dan pikiran adalah hasil ke”aku”an, berarti saya bisa simpulkan penderitaan juga adalah ke”aku”an yang harus kita akui. Bahwa bapak mengajarkan filsafat pun itu adalah ke”aku”an Bapak dalam hidup ini, sekalipun filsafat bapak sangat kuat unsur penyangkalan “aku”nya. Terimakasih.
SukaSuka
salam kenal ya. Aku itu adalah ciptaan pikiran. Ia tidak pernah ada di dalam kenyataan. Jangan terjebak pada yang tidak ada, karena kita akan masuk ke dalam penderitaan, dan membuat orang lain menderita.
SukaSuka
sudah saya tanggapi ya. Terima kasih
SukaSuka
Terimakasih. Artikel ini sangat membantu.
SukaSuka
sip…
SukaSuka
Entah kenapa sudah 4x (selang bbrp bulan) saya baca artikel ini dan setiap kali saya baca seolah2 tulisan ini baru dibuat. Mungkin saya harus menghafalnya.
SukaSuka
hehehe… ini tulisan mencoba mengartikan ulang apa arti dari “diri”… tidak usah dihafal.. cukup ditangkap maknanya..
SukaSuka
AKU ADALAH AKU
SukaSuka
Buddhisme adalah agama utk akhir dan keletihan peradaban.
Nietzsche
SukaSuka
maksudnya?
SukaSuka
hahahah… menarik..
SukaSuka
Mantap. Terimakasih
SukaSuka
terima kasih kembali. Salam
SukaSuka
Pak, apakah kebahagiaan dan penderitaan sama saja?
SukaSuka
dari kaca mata absolut, keduanya sama. Dari kaca relatif, yakni orang-orang non meditatif, keduanya amat berbeda. Semoga terbantu ya.
SukaSuka