Oleh: Reza A.A Wattimena
Ada gejala menarik belakangan ini. Segala bentuk wacana yang amat mendalam berubah menjadi amat dangkal, ketika sampai di tangan kita. Kedalaman makna tak dapat dirasa. Yang ditangkap oleh mata dan akal hanyalah potongan makna yang cacat sebelah.
Wacana pendidikan karakter berubah menjadi kebersihan kuku dan kerapihan jambang rambut. Kedalaman berpikir displin filsafat dianggap sebagai sekolah dukun. Orang banting tulang belajar psikologi dikira hanya untuk bisa “membaca orang”. Moralitas disempitkan semata menjadi urusan cium tangan.
Wacana kewirausahaan yang begitu mendalam menjadi semata urusan jaga toko. Pendidikan sebagai ajang pembebasan diterjemahkan semata menjadi menggurui. Investasi sebagai simbol kepercayaan antara pribadi diterjemahkan semata sebagai cara menggapai keuntungan finansial sesaat. Dan konsep kebebasan yang begitu luhur dan dalam diterjemahkan menjadi bersikap seenaknya.
Kedalaman iman diterjemahkan semata menjadi banyak atau sedikitnya orang “tampak” berdoa. Kualitas intelektual seseorang semata dilihat dari kumpulan sertifikat ataupun ijazah yang ia punya. Manajemen organisasi diterjemahkan menjadi semata urusan birokrasi miskin visi yang amat teknis dan dangkal, serta justru memperlambat semuanya. Ekonomi diterjemahkan semata-mata sebagai hitungan-hitungan jumlah kekayaan finansial.
Apa yang terjadi?
Lanjutkan membaca Dungu
Menyukai ini:
Suka Memuat...