Neuro(Z)en: Menjadi Bijaksana secara Ilmiah

Pin on * First Aid Kit InventoryOleh Reza A.A Wattimena

Dua tahun belakangan, karena tuntutan pekerjaan, saya tenggelam dalam kajian neurosains dan filsafat. Banyak hal yang membuka mata saya. Beberapa tulisan sudah diterbitkan di http://www.rumahfilsafat.com dan beberapa jurnal. Tahun depan, ada tawaran mendadak untuk memberikan beberapa materi terkait soal serupa.

Neurosains adalah kajian ilmiah tentang hubungan antara otak, kompleksitas sistem saraf dan hidup manusia secara keseluruhan. Kajian ini dimulai pada akhir abad 20, dan meledak di awal abad 21, sampai sekarang. Begitu banyak eksperimen dilakukan. Banyak hal baru yang ditemukan, atau pandangan lama yang mengalami pembuktian. Lanjutkan membaca Neuro(Z)en: Menjadi Bijaksana secara Ilmiah

Ketidaktahuan yang Agung

35 Creative Surreal Photo Manipulations | Cuded | Surreal photo  manipulation, Surreal photos, Surreal artOleh Reza A.A Wattimena

Di dunia filsafat, ini sudah menjadi kisah klasik. Di masa Yunani Kuno, di kota Athena, Sokrates dianggap sebagai manusia yang paling bijaksana. Alasannya unik. Ia adalah manusia paling bijak, karena ia sadar, bahwa ia tidak tahu apa-apa.

Tak banyak penjelasan yang diberikan. Banyak tafsiran atas kisah tersebut. Salah satu yang paling berpengaruh adalah tafsiran, bahwa Sokrates amat menyadari keterbatasan dari akal budi manusia. Kita tak pernah bisa sungguh paham akan apapun yang ada di dunia ini. Lanjutkan membaca Ketidaktahuan yang Agung

Sains, Spiritualitas dan Politik di Abad 21

Phys.org

Oleh Reza A.A Wattimena

Kita hidup di masa yang menakjubkan. Teknologi berkembang begitu pesat. Kehidupan manusia berubah secara mendasar dan menyeluruh. Banyak hal baru ditemukan yang mengubah pemahaman kita tentang kehidupan.

Memang, hal-hal jelek tetap ada. Kesenjangan ekonomi dan kerusakan lingkungan menjadi masalah besar saat ini. Namun, kita tetap berpaling pada teknologi dan ilmu pengetahuan untuk menyelesaikan masalah itu. Di berbagai belahan dunia, investasi besar dilakukan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang ada. Lanjutkan membaca Sains, Spiritualitas dan Politik di Abad 21

Manusia Abad 21

spiritueux magazine

Oleh Reza A.A Wattimena

Banyak orang bertanya, apa minat penelitian saya? Saya tidak bisa menjawab secara lugas. Di abad ini, semua orang memiliki minat khusus. Saya tidak. Saya belajar semuanya, mulai dari politik, sejarah, budaya, seni, keamanan siber, kajian agama, spiritualitas dan sebagainya, tergantung dorongan hati dan kebutuhan profesional. Bisa dibilang, minat khusus saya adalah “kehidupan secara menyeluruh”.

Saya juga sulit menjawab, ketika orang bertanya, apa agama saya. Saya dilahirkan di dalam keluarga Katolik. Namun, minat saya merentang jauh dari ajaran Katolik, dan menyentuh Zen, Buddhisme, Yoga, Vedanta, Sufi Islam, Kabbalah Yahudi, Kejawen, Sunda Wiwitan dan masih banyak lagi. Agama saya tidak bisa dipenjara dalam satu konsep yang dipaksakan pemerintah kepada rakyatnya. Lanjutkan membaca Manusia Abad 21

Karya Terbaru: „Postreligion“ oder Zurück zu der Wurzel der Religionen? Wissenschaft, Religion und Wahrheit im 21. Jahrhundert in Asien

Oleh Reza A.A Wattimena

Dalam Buku Bildung und Wissenschaft im Horizont von Interkulturalität

halaman 207-2018 Lanjutkan membaca Karya Terbaru: „Postreligion“ oder Zurück zu der Wurzel der Religionen? Wissenschaft, Religion und Wahrheit im 21. Jahrhundert in Asien

Ilmu Pengetahuan di Indonesia, Mau Dibawa Kemana?

Pxleyes

Oleh Reza A.A Wattimena

Di Indonesia, pengetahuan belumlah menjadi kebutuhan. Ilmu pengetahuan masih sekedar menjadi hiasan kepribadian. Gelar akademik sekedar dipampang di undangan pernikahan (bahkan berita duka pemakaman), guna meningkatkan nama baik keluarga. Pada akhirnya, kesulitan menekuni bidang keilmuan hanya bermuara pada kegiatan pamer pada tetangga dan keluarga.

Hal serupa pun terjadi pada para ilmuwan. Dunia penelitian tidak ditekuni untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, melainkan untuk mengejar proyek. Proyek tersebut berupa dukungan dana, entah dari pemerintah atau dari luar negeri. Hasil penelitian pun sekedar menjadi laporan yang tak berdampak pada perubahan sosial masyarakat luas. Lanjutkan membaca Ilmu Pengetahuan di Indonesia, Mau Dibawa Kemana?

Merobohkan Tembok-tembok Keilmuan

Oleh Reza A.A Wattimena

Semua ilmu pengetahuan modern dimulai dari filsafat. Filsafat, dengan kata lain, adalah ibu dari semua ilmu pengetahuan modern, seperti kita kenal sekarang ini. Fisika, biologi, kedokteran, kimia serta turunannya, seperti teknik, dikenal sebagai filsafat alam (natural philosophy). Sementara, hukum dan politik dikenal sebagai filsafat sosial (social philosophy).

Berawal dari Filsafat

Awal dari filsafat adalah rasa kagum terhadap segala yang ada. Keindahan dan keteraturan dari alam semesta juga membuat orang penasaran. Dari dua hal inilah lalu para filsuf pertama mencoba untuk memahami dunia dengan menggunakan penalaran akal sehat (rational reasoning). Mitos, tradisi dan agama sebagai penjelasan pun ditinggalkan. Lanjutkan membaca Merobohkan Tembok-tembok Keilmuan

Aku Membingungkan, Maka Aku Seksi

Pinterest

Oleh Reza A.A Wattimena

Peneliti, Tinggal di Jakarta

Inilah suasana di sebuah konferensi ilmiah. Seorang pembicara menyampaikan hasil penelitiannya. Gelarnya tinggi, dari universitas ternama di dunia. Berbagai kata dan konsep rumit disampaikan. Peserta mendengarkan dengan seksama.

Setelah itu, tanya jawab pun dimulai. Sama seperti presentasi sebelumnya, pertanyaan pun diikuti dengan konsep dan kata yang rumit pula. Hal yang sama berulang sampai tiga kali. Pembicara berikutnya maju ke depan, dan pola yang sama berulang kembali. Lanjutkan membaca Aku Membingungkan, Maka Aku Seksi

Mentalitas Ilmiah untuk Indonesia

download
neosurrealism.artdigitaldesign.com

Oleh Reza A.A Wattimena

Penulis dan Peneliti di Sudut Pandang (www.rumahfilsafat.com)

Kita tidak boleh mencomot secuil data dan fakta dari penelitian ilmiah untuk membenarkan keyakinan religius kita. Kita juga tidak boleh mencomot seenaknya data dan fakta dari penelitian ilmiah untuk kepentingan politik ataupun ekonomi kita. (degrasse Tyson, 2015) Jika kita melakukan itu, kita sedang merusak nalar kita sebagai manusia, dan menghancurkan ilmu pengetahuan. Sayangnya, itu yang kerap kali kita lakukan di Indonesia.

Metode

Apa yang membuat ilmu pengetahuan begitu istimewa, sehingga ia begitu dipercaya oleh seluruh dunia sekarang ini? Secara gamblang, ilmu pengetahuan telah menghasilkan hal-hal yang memperbaiki kualitas hidup kita, mulai dari kesehatan, pendidikan sampai dengan kemudahan hidup sehari-hari, seperti mesin cuci, kulkas, AC dan sebagainya. Ilmu pengetahuan adalah upaya manusia untuk memahami alam, sehingga ia bisa meramalkan apa yang akan terjadi dengan tingkat ketepatan yang tinggi. Sumbangan ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia tidak dapat diragukan lagi.   Lanjutkan membaca Mentalitas Ilmiah untuk Indonesia

Sintesis

4
themovingarts.com

Kaitan antara Politik, Organisasi, Ilmu Pengetahuan dan Kebijaksanaan Hidup

Oleh Reza A.A Wattimena

Penulis dan Peneliti di bidang Filsafat Sosial-Politik, Pengembangan Organisasi dan Kepemimpinan, Filsafat Ilmu Pengetahuan serta Filsafat Timur, Doktor Filsafat dari Universitas Filsafat Muenchen, Jerman

Empat tema ini (Politik, Organisasi, Ilmu Pengetahuan dan Kebijaksanaan Hidup) merupakan tema-tema hidup saya. Selama 14 tahun ini (2002-2016), saya melakukan penelitian, berdiskusi, refleksi dan menulis untuk memahami keempat tema ini, serta keterkaitannya satu sama lain. Penelitian ilmiah yang saya lakukan juga dibarengi dengan pengalaman bekerja sekaligus memimpin di beberapa organisasi. Secuil refleksi ini kiranya bisa memberikan sedikit penjelasan.

Keempat tema ini, yakni politik, organisasi, ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan, adalah tema universal di dalam hidup manusia. Semua unsur kehidupan memilikinya, mulai dari hubungan dengan kekasih sampai dengan hubungan antar negara ataupun organisasi internasional. Dengan kata lain, tidak ada satupun dimensi kehidupan manusia yang luput dari politik, organisasi, ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan. Maka, pemahaman atasnya mutlak diperlukan. Lanjutkan membaca Sintesis

Sains dan Spiritualitas

abstract_3d_04
fantasyartdesign.com

Oleh Reza A.A Wattimena

Peneliti, Penulis dan Doktor dari Universitas Filsafat Muenchen, Jerman

Italia, 1564, lahirlah seorang ilmuwan sekaligus filsuf yang pemikirannya akan menggetarkan dunia. Namanya adalah Galileo Galilei. Mungkin, anda pernah mendengar namanya. Ia adalah salah satu tokoh di dalam dunia ilmu pengetahuan yang berani menantang tradisi dan kekuasaan yang mengekang kebebasan berpikir, berpendapat dan mencari kebenaran.

Ia berpendapat, bahwa pusat dari tata surya bukanlah bumi, seperti yang diyakini tradisi Gereja Katolik dan filsafat pada abad pertengahan, melainkan matahari. Pandangan ini menyangkal langsung pandangan Gereja Katolik pada masa itu. Galileo pun dituduh sebagai bidaah, dan harus menjalani berbagai persidangan maupun tahanan rumah, sampai akhir hayatnya. Nantinya, pandangan-pandangan utama Galileo justru terbukti benar. Lanjutkan membaca Sains dan Spiritualitas

Teknologi, Ekonomi dan Ekologi

pinterest.com
pinterest.com

Oleh Reza A.A Wattimena

Dosen Filsafat Ilmu Pengetahuan dan Filsafat Politik di Unika Widya Mandala Surabaya, sedang Penelitian PhD Filsafat Politik di Munich, Jerman

Banyak orang masih hidup dalam anggapan lama. Mereka mengira, bahwa kemajuan ekonomi suatu negara tergantung pada perkembangan teknologi di negara tersebut. Jika kita ingin maju secara ekonomi sebagai suatu bangsa, maka kita harus membangun industri-industri berat yang berpijak pada teknologi canggih, seperti pesawat, mobil, satelit, internet dan sebagainya. Ahli ekonomi ternama sampai dengan pedagang di pinggir jalan di Indonesia masih hidup dan bekerja dengan anggapan ini. Lanjutkan membaca Teknologi, Ekonomi dan Ekologi

Ilmu Pengetahuan dan Tantangan Global

ilibrarian.net
ilibrarian.net

Oleh Reza A.A Wattimena

Kita hidup di dunia yang penuh tantangan. Di satu sisi, berbagai masalah sosial, seperti kemiskinan, perang dan kesenjangan sosial di berbagai negara, tetap ada, dan bahkan menyebar. Di sisi lain, krisis lingkungan hidup memicu berbagai bencana alam di berbagai tempat. Kita membutuhkan cara berpikir serta metode yang tepat, guna menghadapi dua tantangan tersebut.

Ilmu pengetahuan mencoba melakukan berbagai penelitian untuk memahami akar masalah, dan menawarkan jalan keluar. Beragam kajian dibuat. Beragam teori dirumuskan. Akan tetapi, seringkali semua itu hanya menjadi tumpukan kertas belaka yang tidak membawa perubahan nyata.

Bahkan, kini penelitian sedang dilakukan untuk memahami beragam penelitian yang ada. Jadi, “penelitian atas penelitian”. Dilihat dari kaca mata ilmu pengetahuan, kegiatan ini memang perlu dan menarik. Namun, dilihat dari sudut akal sehat sederhana, ini merupakan tanda, bahwa telah ada begitu banyak kajian dan teori yang lahir dari penelitian dengan nilai milyaran dollar, sementara hasilnya masih dipertanyakan.

Banjir Teori

Kondisi ini saya sebut sebagai “banjir teori” dan “banjir kajian”. Kajian dibuat demi kajian itu sendiri. Teori dirumuskan demi teori itu sendiri. Ini merupakan kesalahan berpikir mendasar di dalam dunia akademik sekarang ini. Lanjutkan membaca Ilmu Pengetahuan dan Tantangan Global

Ilmu Pengetahuan dan Kehancuran Kita

flickr.com
flickr.com

Oleh Reza A.A Wattimena

Hidup kita sekarang ini sungguh tercabut dari alam. Kita merasa terasing dengan tanaman dan hewan. Padahal, keduanya adalah sumber kehidupan kita. Tanpa mereka, kita akan punah.

Justru sebaliknya, hidup kita malah semakin tidak alami. Kita bersentuhan dengan beton dan besi, tetapi justru jijik dengan tanah dan pohon. Padahal, tanpa tanah dan pohon, kita tidak akan dapat hidup.

Kita tidak hanya semakin jauh dari alam. Kita justru menghancurkan alam. Kita mengeruk sumber daya alam tanpa kendali nurani. Kita menggunakan energi, tanpa peduli dari mana energi itu berasal.

Kita asik makan daging di restoran. Namun, kita mengabaikan fakta, bahwa banyak hewan digunakan dan dihancurkan hidupnya oleh perusahaan-perusahaan daging raksasa. Seperti dinyatakan oleh Peter Singer, salah satu tokoh etika hewan (animal ethics), hubungan manusia dengan hewan sama seperti hubungan antara Hitler dengan orang-orang Yahudi pada dekade 1933 sampai 1945 di Jerman. Singkat kata, kita melakukan pembunuhan massal yang biadab pada jutaan hewan setiap harinya, demi memuaskan nafsu kita atas daging dan kenikmatan singkat semata.

Kita menghancurkan hutan, supaya bisa mengeruk keuntungan ekonomi sesaat. Dengan hancurnya hutan, banyak pula binatang yang kehilangan tempat tinggal. Mereka pun terancam punah. Hampir setiap saat, menurut Singer, ada salah satu jenis binatang yang punah dari muka bumi ini, karena kehilangan tempat tinggal alamiahnya. Ketika hutan dan tempat alamiah para hewan hancur, berbagai bencana pun terjadi, mulai dari banjir sampai dengan perubahan iklim yang terjadi di seluruh dunia. Lanjutkan membaca Ilmu Pengetahuan dan Kehancuran Kita

Filsafat, Ilmu Pengetahuan, dan Demokrasi Kita

humansoul.com

Oleh Reza A.A Wattimena

Dosen di UNIKA Widya Mandala, Surabaya

Filsafat adalah ibu dari semua ilmu pengetahuan. Ini adalah pernyataan faktual historis. Selama lebih dari 2500 tahun, filsafat mewarnai pemikiran dan kebudayaan Eropa, dan nantinya mempengaruhi seluruh dunia, seperti kita rasakan sekarang ini. Oleh karena itu, sampai sekarang, gelar pendidikan tertinggi masih menggunakan kata Philosophy Doctor (Ph.D) di negara-negara berbahasa Inggris, atau Doktor der Philosophie (Dr. phil) di negara-negara berbahasa Jerman.

Di sisi lain, walaupun sumbangannya dalam sejarah perkembangan ilmu pengetahuan manusia tak bisa lagi diragukan, filsafat, sebagai displin akademik, terutama di Indonesia, mendapat amat sedikit perhatian. Beberapa orang berpikir, bahwa filsafat adalah sejenis mistik, dan terkait dengan dunia perdukunan. Beberapa orang lain berpikir, bahwa filsafat adalah hamba agama, maka harus selalu dipelajari dalam kaitan dengan agama. Tempat terhormat yang dulu diduduki filsafat, sebagai alat utama manusia untuk memahami dunia, kini digantikan oleh ilmu pengetahuan. Lanjutkan membaca Filsafat, Ilmu Pengetahuan, dan Demokrasi Kita

Penelitian Ilmiah dan Martabat Manusia

http://2.bp.blogspot.com

Oleh Reza A.A Wattimena

Yang kita perlukan sekarang ini adalah jiwa peneliti militan. Bagi mereka penelitian adalah hidup itu sendiri. Penelitian itu nikmat dan berharga pada dirinya sendiri. Entah ada dana atau tidak, ada hibah atau tidak, ada yang memesan atau tidak, ada poin atau tidak, mereka tetap meneliti.. meneliti… meneliti.. tanpa henti.

Bangsa Indonesia merindukan lahirnya generasi baru peneliti bangsa ini yang mempunyai habitus (kebiasaan yang tertanam di dalam gugus berpikir dan tindakan) baru, di mana mereka (para peneliti dan akademisi) tidak lagi meneliti untuk mengejar proyek (pemburu hibah dan peneliti pesanan) atau mengumpulkan angka semata (guna cepat meraih gelar guru besar/professor), melainkan untuk mencari kebenaran (truth seeking) sesuai dengan bidangnya masing-masing, dan, dengan demikian, mengangkat harkat dan martabat manusia (human dignity) Indonesia ke tempat yang luhur. Lanjutkan membaca Penelitian Ilmiah dan Martabat Manusia

Metode Induksi di dalam Penelitian Ilmiah

Francis Bacon dalam blogspot.com

Oleh Reza A.A Wattimena

Pola berpikir induksi berkembang pesat dalam konteks revolusi saintifik pada abad 16 dan 17.[1] Pada masa itu pula lahirlah apa yang sekarang ini kita kenal sebagai ilmu pengetahuan modern.[2]Disebut revolusi karena pada masa itu, segala pandangan-pandangan lama di dalam masyarakat dengan sangat cepat dibuang, dan segera digantikan dengan pandangan-pandangan baru yang didasarkan pada metode penelitian ilmiah. Perubahan besar ini dimulai dengan karya-karya Galileo Galilei (1564-1642), dan mencapai puncaknya dalam karya Isaac Newton (1642-1727) tentang fisika. Bahkan dapat dikatakan bahwa perkembangan di dalam fisika adalah tanda majunya seluruh ilmu pengetahuan pada masa itu. Fisika adalah garda depan perkembangan ilmu pengetahuan modern.[3]Hal ini terjadi karena ilmu fisika mampu memberikan penjelasan, dan bahkan prediksi, yang kuat atas terjadinya berbagai fenomena alam. Juga di dalam fisika terjadi perkembangan teknologi yang amat pesat, seperti lahirnya teleskop, mikroskop, dan berbagai peralatan lainnya. Lanjutkan membaca Metode Induksi di dalam Penelitian Ilmiah

Buku Filsafat Ilmu Pengetahuan: Sebuah Pendekatan Kontekstual

Editor Reza A.A Wattimena

ISBN: 978-602-98925-1-2

“Maka ilmu pengetahuan haruslah berpihak dengan tegas, dan harus meninggalkan klaim netralitasnya. Ilmu pengetahuan haruslah berpijak dan berpihak untuk membela kepentingan orang-orang yang tertindas, seperti para korban ekonomi kapitalisme, kaum minoritas yang tertindas, maupun kaum perempuan yang masih mengalami diskriminasi. Namun apakah dengan begitu, ilmu pengetahuan kehilangan obyektivitasnya? Lanjutkan membaca Buku Filsafat Ilmu Pengetahuan: Sebuah Pendekatan Kontekstual

Hubungan Pengetahuan dan Nilai

http://www.worlds-luxury-guide.com

Reza A.A Wattimena

Dosen Filsafat Politik, Fakultas Filsafat UNIKA Widya Mandala Surabaya

Dua tajuk rencana Kompas 9 Juni 2009 mengenai independensi lembaga survei dan hasil pemilu di Lebanon menyentuh langsung problem abadi di dalam filsafat ilmu pengetahuan, yakni relasi antara pengetahuan dan nilai. Lembaga survei menyajikan hasil penelitian yang beragam mengenai hasil pemilu presiden dan wakil presiden mendatang. Perbedaan hasil penelitian sangatlah besar. Lembaga Survei Indonesia (LSI) menyatakan, bahwa calon SBY-Boediono akan mendapatkan 71 persen suara, sementara menurut Lembaga Riset Indonesia (LRI), pasangan SBY-Boediono akan mendapatkan 33,02 persen suara. (Kompas, 9 Juni 2009) Tidak jelas mana hasil survei yang lebih akurat.

Di sisi lain hasil pemilu di Lebanon menunjukkan kemenangan Koalisi 14 Maret yang didukung oleh AS, Mesir, Yordania, dan Arab Saudi atas Koalisi 8 Maret yang didukung oleh kubu Iran dan Suriah. Intinya kelompok-kelompok pro AS menang atas kelompok-kelompok yang pro Iran. (Kompas, 9 Juni 2009) Jelas sekali pengaruh asing pada pemilu di Libanon. Sebagai sebuah praktek politik di Lebanon, pesta demokrasi sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai yang bersifat eksternal dari padanya.

Pengetahuan dan Nilai

Problem relasi antara pengetahuan dan nilai muncul sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan modern dan filsafat, terutama pada masa revolusi saintifik (scientific revolution) pada abad ke-17. Pertanyaan yang diajukan sebenarnya sederhana, bisakah ilmu pengetahuan dan filsafat mencapai tingkat obyektivitas murni? Bisakah ilmu pengetahuan dan filsafat memberikan kebenaran yang bersifat universal, yang berlaku untuk siapapun, kapanpun, dan dimanapun? Bisakah ilmu pengetahuan dan filsafat bebas dari nilai? (Wattimena, 2008)

Ada dua jawaban yang ditawarkan. Yang pertama adalah jawaban yang diberikan oleh para pemikir positivis-obyektivis. Bagi mereka pengetahuan bisa mencapai tahap obyektivis dengan mengacu secara ketat dan sistematis pada metode penelitian ilmiah. Artinya metode adalah alat penjamin netralitas dan obyektivitas penelitian. Metode membantu orang untuk tetap setia pada fakta yang dapat dipersepsi oleh inderawi, dan tidak terbawa pada spekulasi-spekulasi yang tampaknya rasional, tetapi sebenarnya tidak memiliki dasar. Cara berpikir ini bisa diterapkan baik di ilmu-ilmu sosial maupun ilmu-ilmu alam.

Yang kedua adalah jawaban para pemikir kritis dan fenomenolog. Bagi mereka pengetahuan tidak akan pernah mencapai level obyektivitas. Pengetahuan adalah sekaligus hasil konstruksi individu maupun lingkungan sosial yang terbatas pada ruang dan waktu tertentu. Tidak hanya itu fungsi penelitian bukanlah untuk menemukan kebenaran universal, melainkan untuk memahami suatu konteks tertentu yang memang bersifat partikular. Tidak ada ilmu pengetahuan, baik ilmu-ilmu alam maupun ilmu-ilmu sosial, yang bisa mencapai level hukum universal. Tidak hanya tidak ada, melainkan aspirasi semacam itu adalah sesat, karena berasal dari kesalahpahaman terhadap fungsi pengetahuan bagi kehidupan manusia.

Setiap bentuk pengetahuan merupakan hasil konstruksi dari penelitian. Dan setiap penelitian selalu dipengaruhi setidaknya tiga hal, yakni keyakinan moral, asumsi-asumsi epistemis, dan faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi sang peneliti. Seorang peneliti tidak akan bisa melepaskan keyakinan moralnya. Jika ia menabukan sebuah tema tertetu, maka ia tidak akan bisa melakukan penelitian yang bertanggung jawab terhadap tema itu. Konsep si peneliti tentang apa itu realitas, fungsi ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia, dan pengaruh dari penyandang dana penelitian membuat hasil penelitian semakin jauh dari obyektivitas.

Ilusi Obyektivisme

Apa relevansi perdebatan itu bagi kehidupan berbangsa kita? Relevansinya jelas yakni masyarakat kita perlu semakin kritis terhadap semua pernyataan yang mendaku ilmiah, yang dilontarkan di dalam ruang publik melalui media massa. Gelar doktor, guru besar, ataupun pejabat penting negara tidak boleh mengaburkan sikap kritis masyarakat terhadap pernyataan-pernyataan mereka. Ingatlah bahwa seorang peneliti, ilmuwan, ataupun filsuf yang paling ahli sekalipun memiliki ‘lubang’ di dalam penelitian maupun pernyataan mereka. Lubang yang tidak bisa dihindari, karena terintegrasi di dalam hakekat pengetahuan manusia itu sendiri.

Masyarakat juga tidak boleh terjebak pada ilusi obyektivisme. Obyektivisme adalah paham yang berpendapat, bahwa realitas berada secara bebas dari kesadaran manusia, dan bahwa manusia bisa mencapai pengetahuan yang obyektif dan universal tentang realitas dengan menggunakan pendekatan yang ilmiah. Pandangan ini sesat tepat karena menutupi aspek pertarungan kekuasaan dan nilai yang berada di balik pernyataan ilmiah, baik di dalam ilmu-ilmu alam, dan terutama di dalam politik. Pandangan ini tidak peka dan mengabaikan begitu saja pada faktor kekuasaan di dalam pembentukan pengetahuan manusia.

Lembaga survei dan riset ilmiah boleh mengeluarkan pernyataan apapun. Kelompok-kelompok kepentingan boleh memberikan pengaruh pada politik bangsa. Akan tetapi masyarakat Indonesia tidak boleh terjebak pada ilusi-ilusi yang disebarkan dengan mengatasnamakan obyektivitas ilmiah ataupun kebenaran universal! Sudah saatnya masyarakat berani untuk berpikir sendiri!

Keterbatasan pengetahuan kita sebagai manusia berakar pada keterbatasan kemampuan kita sebagai manusia. Kita adalah mahluk terbatas yang dihadapkan pada realitas yang tidak terbatas.***

Kebenaran yang Tersembunyi

Kebenaran yang Tersembunyi

Reza A.A Wattimena

Apa yang lebih romantik dari berbicara tentang kebenaran? Apakah cinta lebih romantik daripada kebenaran? Tanpa kebenaran, cinta adalah penjajahan. Cinta pun butuh setetes kebenaran.

Proses pencarian akan kebenaran sudah setua sejarah manusia itu sendiri. Pertanyaan-pertanyaan para filsuf awal tentang realitas menunjukkan adanya usaha untuk memahami dunia di luar diri.

Manusia kagum, dan bertanya tentang realitas di hadapannya. Manusia kagum akan kerumitan sekaligus keindahan tatanan semesta. Di depan matanya, alam semesta menggambarkan keagungan sang Pencipta.

Jatuh Bangun Sains

Rasa kagum, heran, dan hormat terhadap tatanan semesta tersebut mengental di dalam praktek ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan menjadi bentuk konkret dari upaya dasar manusia menemukan kebenaran.

Disinilah salah satu titik balik terpenting di dalam sejarah manusia, ketika Mitos menjadi Logos. Ketika cara berpikir manusia berubah dari cara berpikir mitologis menjadi cara berpikir rasional, yang disebut sebagai Logos.

Praktek Logos tersebut tergambarkan di dalam empat kegiatan dasar sains, yakni memahami, menjelaskan, melakukan prediksi, dan kontrol atas realitas. Akan tetapi, sejarah tidak berjalan semulus apa yang tertulis di atas kertas.

Cukup lama, peradaban manusia dikungkung oleh otoritas. Kebebasan berpikir dan inovasi pun hanya harapan yang mengambang tanpa realitas.

Pada saat itu, manusia dipenjara oleh otoritas di luar dirinya. Politik dan agama membuat ilmu pengetahuan membisu tanpa mampu berbicara.

Akibatnya, banyak hal menjadi tidak terjelaskan secara masuk akal. Penyakit dan bencana dipandang sebagai murka Sang Pencipta yang tidak rasional. Dunia menjadi tidak masuk akal.

Positivisme

Lahirlah Francis Bacon yang mencoba menyelamatkan ilmu pengetahuan dari penjajahan. Dia melihat bahwa pengetahuan manusia haruslah berpijak pada pengalaman. Hanya dengan begitulah manusia bisa mencapai kebenaran. Tidak ada pengetahuan tanpa pengalaman. Tidak ada kebenaran tanpa pengetahuan.

Auguste Comte meradikalkan ide Bacon dengan positivismenya. Realitas yang layak kaji adalah realitas positif yang teramati oleh indera. Selain itu, semuanya adalah metafisika yang sia-sia.

Positivisme melesat di dalam kajian ilmu-ilmu alam. Banyak hal ditemukan di dalam alam yang berguna untuk meningkatkan kualitas kehidupan.

Para ilmuwan sosial menyaksikan kemajuan itu dengan perasaan gamang. Mereka pun berniat menggunakan metode ilmu-ilmu alam sebagai acuan.

Akibatnya, kehidupan manusia, yang menjadi kajian dari ilmu-ilmu sosial, disempitkan melulu pada apa yang teramati oleh indera. Kehidupan manusia melulu dipahami sebagai fakta.

Padahal, manusia juga punya nilai yang membuat hidupnya bermakna. Nilai yang tidak kasat mata, namun merupakan inti hidupnya. Inilah yang tidak dipahami oleh positivisme di dalam penelitiannya.

Yang ironis, praktek positivistik tersebut menjadi mode di dalam ilmu-ilmu sosial. Psikologi, sosiologi, dan ekonomi memakai pendekatan itu sebagai titik tolak analisis dunia sosial. Kehidupan manusia pun dipersempit sebagai obyek inderawi yang banal.

Sains yang hendak membebaskan dirinya dari pasungan otoritas, kini jatuh ke dalam pasungan baru yang dibuatnya sendiri. Sains menjadi mekanis, dan kehilangan kemampuan untuk kritik diri.

Manusia pun dianggap sebagai mahluk yang sepenuhnya terdefinisi. Kebenaran pun tetap tak bergeming dan tersembunyi.

Perlu Alternatif

Padahal, seperti halnya semua mahluk insani, manusia berziarah di dalam dunia mencari arti. Pencarian yang dilakukannya tanpa henti.

Dengan kesadaran itulah sebuah alternatif cara pandang penting untuk dirumuskan. Alternatif paradigma saintifik yang tidak lagi memandang manusia sebagai benda stagnan, tetapi sebagai proyek yang masih harus diselesaikan.

Di dalam paradigma alternatif ini, kebenaran dianggap tertanam di dalam realitas kehidupan. Kehidupan pun dipandang sebagai jaringan makna yang majemuk dan berkelit kelindan.

Walaupun majemuk dan membentuk jaringan yang rumit, realitas tetap dipandang sebagai satu kesatuan. Di dalam kesatuan dari kemajemukan itulah ditemukan kebenaran.

Di dalam paradigma ini, manusia bukanlah obyek yang sudah terdefinisi, melainkan subyek yang punya kehendak bebas. Ia sadar akan dirinya sendiri, sekaligus sudah berpijak realitas. Tanpa realitas, ia tidak menjadi bebas.

Manusia mengetahui, dan dengan pengetahuan itulah ia menjadi bebas. Pengetahuan adalah artifak kehidupan yang membuat hidup manusia menjadi lebih berkualitas.

Kualitas kehidupan manusia ditentukan oleh kemanusiaannya. Diperlukan paradigma alternatif yang menjamin kemanusiaan tetap menjadi yang utama.

Bukan obyek pengetahuan yang penting, melainkan krisis kemanusiaan yang perlu diselesaikan. Krisis kemanusiaan yang juga merupakan krisis keterlibatan manusia di dalam perkembangan dunia kehidupan.

Ilmu pengetahuan yang ada sekarang ini telah membuat manusia terasing dan membisu. Alih-alih memupuk kekaguman dan rasa hormat terhadap realitas, ilmu pengetahuan malah membuat manusia terperangkap di dalam jaring-jaring rasa ragu dan jemu.

Diperlukan paradigma alternatif di dalam ilmu pengetahuan yang menyadari dan menghormati kerumitan realitas dan diri. Siapa tahu dengan itu, kebenaran tidak lagi tersembunyi.***