Penjilat, Pengecut dan Pejuang

Pinterest

Oleh Reza A.A Wattimena

Peneliti Lintas Ilmu, Tinggal di Jakarta

Apa yang membuat manusia menjadi mahluk “terkuat” di bumi sekarang ini? Secara otot, ia jauh lebih lemah daripada singa, serigala bahkan anjing. Fisik manusia lemah, jika dibandingkan banyak mahluk hidup lainnya. Setiap manusia memerlukan waktu hampir 20 tahun, supaya ia bisa bertahan hidup secara mandiri sebagai manusia dewasa.

Yang membuat manusia menjadi mahluk unggul di bumi adalah kemampuannya untuk bekerja sama dengan manusia lainnya. Pendek kata, manusia mampu berorganisasi. Dengan kemampuan ini, manusia menciptakan berbagai alat yang membantu pelestarian diri sekaligus perkembangan dirinya. Kerja sama di dalam sebuah organisasi mampu mendorong manusia melakukan hal-hal yang tak mungkin dilakukan, jika ia bekerja sendiri. Lanjutkan membaca Penjilat, Pengecut dan Pejuang

Apa Permainanmu?

s.aolcdn.com

Oleh Reza A.A Wattimena

Dosen Hubungan Internasional, Universitas Presiden, Cikarang, Peneliti di President Center for International Studies (PRECIS)

Dunia ini… panggung sandiwara.. ceritanya mudah berubah…. Begitulah lirik lagu rock klasik Indonesia yang berjudul panggung sandiwara.  Ada untaian kebijaksanaan di dalam lirik tersebut. Memang, setiap orang memiliki peran di hidup ini. Namun, peran ini tidaklah tetap, melainkan terus berubah, sesuai keadaan.

Hidup ini bagaikan bermain sinetron. Kadang, kita memainkan peran orang yang berhasil. Kadang, kita memainkan peran orang yang gagal. Tak ada yang abadi. Lanjutkan membaca Apa Permainanmu?

Learning Organization dan Budaya Kepemimpinan

Miro_CarnivalOleh Reza A.A Wattimena

Pendiri Program “Sudut Pandang” (www.rumahfilsafat.com)

            Learning organization? Apa itu? Saya harus minta maaf. Saya tidak menemukan padanan kata Indonesia untuk konsep ini. Yang paling dekat adalah organisasi pembelajar. Namun, kata itu terdengar aneh di telinga saya. Maka dari itu, demi kenyamanan saya menulis, dan kenikmatan anda membaca, mari kita pertahankan kata learning organization. Saya akan terlebih dahulu menjelaskan maksudnya.

Learning Organization

Ada banyak sekali organisasi di dunia ini, mulai dari pemuda Masjid, karang taruna, senat mahasiswa, organisasi siswa di sekolah, pramuka, sampai dengan berbagai institusi besar, seperti kementerian, militer dan organisasi lintas negara internasional. Semuanya memiliki kesamaan, yakni adanya sekumpulan orang dengan berbagai macam kemampuan yang memiliki tujuan yang sama, dan diatur dengan seperangkat aturan-sistem maupun nilai-nilai tertentu. Lanjutkan membaca Learning Organization dan Budaya Kepemimpinan

Sintesis

4
themovingarts.com

Kaitan antara Politik, Organisasi, Ilmu Pengetahuan dan Kebijaksanaan Hidup

Oleh Reza A.A Wattimena

Penulis dan Peneliti di bidang Filsafat Sosial-Politik, Pengembangan Organisasi dan Kepemimpinan, Filsafat Ilmu Pengetahuan serta Filsafat Timur, Doktor Filsafat dari Universitas Filsafat Muenchen, Jerman

Empat tema ini (Politik, Organisasi, Ilmu Pengetahuan dan Kebijaksanaan Hidup) merupakan tema-tema hidup saya. Selama 14 tahun ini (2002-2016), saya melakukan penelitian, berdiskusi, refleksi dan menulis untuk memahami keempat tema ini, serta keterkaitannya satu sama lain. Penelitian ilmiah yang saya lakukan juga dibarengi dengan pengalaman bekerja sekaligus memimpin di beberapa organisasi. Secuil refleksi ini kiranya bisa memberikan sedikit penjelasan.

Keempat tema ini, yakni politik, organisasi, ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan, adalah tema universal di dalam hidup manusia. Semua unsur kehidupan memilikinya, mulai dari hubungan dengan kekasih sampai dengan hubungan antar negara ataupun organisasi internasional. Dengan kata lain, tidak ada satupun dimensi kehidupan manusia yang luput dari politik, organisasi, ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan. Maka, pemahaman atasnya mutlak diperlukan. Lanjutkan membaca Sintesis

Menari di atas Organisasi

lets_dance_with_surrealism_by_emo_ghoul_graphics-d53ae9uOleh Reza A.A Wattimena

Dosen di Fakultas Filsafat Unika Widya Mandala Surabaya, sedang di Jerman

Kita hidup di antara beragam bentuk organisasi. Keluarga pun juga dapat dilihat sebagai organisasi. Pada tingkat terluas, kita bisa melihat beragam bentuk organisasi internasional, seperti PBB (Perserikatan Bangsa-bangsa) dan WHO (World Health Organization), yang memiliki lingkup kerja seluas dunia itu sendiri. Kita hampir tak bisa membayangkan hidup, tanpa adanya organisasi.

Setiap bentuk organisasi selalu memiliki dua hal, yakni tata dan tujuan. Tata berarti pola yang tetap dalam bentuk aturan maupun kebiasaan. Tujuan berarti adanya hal yang ingin dicapai, yang saat ini belum ada. Dalam arti ini, organisasi bisa berarti sekelompok orang yang memiliki tata dan tujuan, maupun seorang pribadi yang menata dirinya untuk mencapai tujuan tertentu.

Organisasi Diri

Pada tingkatnya yang paling kecil, organisasi adalah pribadi. Hidup kita adalah sebentuk organisasi. Ia memiliki tata tertentu yang membuatnya tetap ada, misalnya kita makan dan istirahat, guna memperbaiki sel-sel tubuh kita yang rusak. Kita juga mempunyai tujuan tertentu, yakni cita-cita yang ingin kita capai di masa depan.

Seorang atlit basket akan mengorganisir dirinya dengan baik. Ia akan bangun pagi, berolah raga, dan makan makanan yang bergizi. Ia akan berlatih secara rutin, tanpa merusak kesehatannya. Inilah yang dimaksud organisasi diri.

Maka dari itu, kita setidaknya mengenal dua kata, yakni organisasi dalam arti kelompok, dan organisasi dalam arti organisasi diri. Di dalam perkembangan sejarah manusia, keduanya ada untuk mengabdi satu tujuan, yakni keberlangsungan hidup. Organisasi ada untuk menjamin, bahwa manusia tetap ada dan berkembang di dalam dunia ini. Ada dua hal yang kiranya perlu diperhatikan disini. Lanjutkan membaca Menari di atas Organisasi

Jembatan Antar Generasi

wadafinearts.com
wadafinearts.com

Oleh Reza A.A Wattimena

Sedang Penelitian di München, Jerman

Di berbagai organisasi, kita sering menemukan tegangan antara generasi tua dan generasi muda. Generasi tua merasa lebih punya pengalaman dan kebijaksanaan, sehingga merasa berhak untuk memimpin atau memberikan nasihat-nasihat. Sementara, generasi muda merasa, bahwa mereka tidak dimengerti. Pandangan-pandangan dari generasi tua dianggapnya ketinggalan jaman, dan tidak lagi pas untuk keadaan jaman sekarang.

Saya punya pengalaman nyata soal ini. Alumni SMA saya mengadakan rapat. Kami hendak mengorganisir kembali lembaga-lembaga alumni, lalu membuat koordinasi yang lebih dekat dan kompak. Namun, sepanjang rapat, angkatan tua sungguh mendominasi. Mereka berbicara panjang, padahal intinya sama saja.

Mereka mengulang-ngulang hal yang sama. Sementara, generasi yang lebih muda diam saja, pasif mendengar, karena tidak diberi kesempatan untuk berbicara. Ketika rapat selesai, banyak dari generasi muda yang tidak lagi mau ikut rapat bersama. Mereka merasa, suara mereka tidak didengar, dan hanya diminta untuk menelan semua kata-kata dari generasi tua. Lanjutkan membaca Jembatan Antar Generasi

Kepemimpinan, Kebahagiaan, dan Keberlanjutan Organisasi

blogspot.com

Oleh Reza A.A Wattimena

Fakultas Filsafat, UNIKA Widya Mandala, Surabaya

Lepas dari data-data bagus yang diterbitkan di koran-koran nasional, situasi ekonomi Indonesia tetap memprihatinkan. Kesenjangan antara yang kaya dan miskin semakin besar. Putaran uang hanya terfokus di kelompok-kelompok masyarakat tertentu. Sementara mayoritas penduduk tidak mendapatkan akses terhadap putaran uang raksasa tersebut.

Para pengusaha kecil kesulitan bersaing dengan para pemilik modal besar. Mereka juga kesulitan bersaing dengan produk-produk asing yang membanjiri pasar Indonesia. Lulusan perguruan tinggi diminta untuk berwiraswasta di dalam situasi yang mencekik mereka. Padahal slogan pendidikan kewirausahaan seringkali hanya menjadi topeng untuk menutupi ketidakmampuan pemerintah memberikan lapangan kerja yang memadai untuk rakyatnya. Lanjutkan membaca Kepemimpinan, Kebahagiaan, dan Keberlanjutan Organisasi

Organisasi, Tujuan, dan Inspirasi di Baliknya

mastersofseo.com

Oleh Reza A.A Wattimena

Dosen Fakultas Filsafat, UNIKA Widya Mandala Surabaya

Setiap organisasi di dunia ini memiliki dua mimpi, yakni tetap ada, dan berkembang, baik segi kualitas maupun kuantitas. Untuk membuat dua mimpi tersebut menjadi nyata, banyak uang dikeluarkan, dan banyak usaha dilakukan. Namun sebagaimana dicatat oleh Baldoni, seringkali upaya tersebut, walaupun mulia, tidak fokus kena pada apa yang perlu dilakukan. Banyak organisasi lupa untuk menghayati satu hal yang amat penting, yang ada di dalam organisasi itu sendiri, yakni tujuan (purpose).

Lanjutkan membaca Organisasi, Tujuan, dan Inspirasi di Baliknya

Indonesia, Bisnis, dan Kepemimpinan yang Memanusiakan

google pictures

Oleh Reza A.A Wattimena

Anda pasti ingin bekerja di perusahaan (ataupun organisasi-organisasi dalam bentuk lainnya) atau mendirikan perusahaan yang baik. Siapa yang tidak?

Dalam arti ini perusahaan yang baik adalah perusahaan yang terdiri dari orang-orang yang bekerja secara produktif, mampu memberikan kepuasan maksimal pada pelanggan, dan, pada akhirnya, menjadi nomor satu di bidang usahanya. Menarik bukan?

Namun sebagaimana dicatat oleh Tony Schwartz (2011), kontributor resmi Harvard Business Review, hanya 20 persen dari seluruh pekerja di dunia yang menyatakan, bahwa mereka bekerja di perusahaan yang baik. Logikanya, 80 persen lainnya merasa, bahwa mereka bekerja di perusahaan yang tidak baik. Lanjutkan membaca Indonesia, Bisnis, dan Kepemimpinan yang Memanusiakan

Rosa Luxemburg dan Spontanitas Organisasi

936full-rosa-luxemburg Profil Singkat seorang Filsuf Perempuan Revolusioner

Oleh: REZA A.A WATTIMENA

Apakah anda pernah mendengar nama Rosa Luxemburg? Jika anda seorang aktivis sosial, pemikir kritis, pencinta ide-ide Karl Marx, pejuang keadilan sosial, dan tidak mengenal nama itu, anda perlu lebih banyak membaca.

Ia adalah seorang penulis, filsuf, dan aktivis sosial ternama. Ia dipenjara bertahun-tahun, karena menentang terjadi perang dunia pertama.[1] Di sisi lain ia juga banyak melakukan kritik terhadap ajaran-ajaran Marx yang tradisional. Saya ingin mengajak anda mengenalnya lebih dalam.

Salah satu cara untuk mengenalnya lebih dalam adalah dengan membaca surat-surat pribadinya. Itu semua ada di dalam buku The Letters of Rosa Luxemburg yang dikumpulkan dan diterjemahkan oleh George Shriver. Membaca buku itu anda akan diajak untuk menyelami pribadi seorang perempuan yang memiliki integritas tinggi, seorang pemikir sejati, sekaligus seorang aktivis keadilan sosial yang tak kenal lelah.

Semua itu bukanlah tanpa tantangan. Ia dipenjara dari 1904-1906, dan tiga setengah tahun berikutnya, karena ia menentang dengan keras terjadinya perang dunia pertama. Bahkan ia dibunuh secara brutal oleh kelompok militer pada 1919, ketika terjadi pemberontakan kaum pekerja di Berlin. Jelaslah ia adalah orang yang tidak pernah gentar, ketika nilai-nilai hidupnya ditantang.

Di balik semua itu, seperti dijelaskan oleh Rowbotham, ia adalah seorang perempuan yang amat penuh cinta dan humoris.

Organisasi

Technorati Tags: api,Filsafat,filsafat politik,institusi,jiwa organisasi,masyarakat modern,organisasi,tujuan awal,visi organisasi

ist2_5407936-self-organization

Oleh: REZA A.A WATTIMENA

Kita hidup dalam organisasi. Ini tidak dapat dihindari. Mulai dari keluarga sampai masyarakat, semuanya mengambil bentuk organisasi tertentu. Kita mencipta sekaligus diciptakan oleh organisasi tempat kita lahir dan bertumbuh.

Masalah muncul ketika organisasi itu tinggal struktur, dan tidak lagi memiliki jiwa. Tanpa jiwa organisasi bagaikan ikatan yang penuh dengan rasa terpaksa. Rutinitas diwarnai rasa jemu. Tujuan pun tak ada yang terwujud.

Rupanya rasa jemu semacam ini dirasakan dibanyak organisasi, mulai dari keluarga, kelompok pertemanan, institusi agama, institusi pendidikan, perusahaan, masyarakat, sampai negara. Seolah yang mengikat kita tinggal seperangkat aturan tanpa ikatan emosional. Seolah semuanya harus dijalani bukan karena rasa cinta, melainkan kewajiban semata. Apa yang perlu dilakukan, guna menanggapi fenomena universal semacam ini?

Mengingat

Yang diperlukan adalah tindak mengingat. Ketika krisis menghadang orang perlu kembali ke tujuan awal adanya sesuatu. Begitu pula ketika organisasi dihantam krisis visi dan jiwa, mereka perlu mengingat tujuan awal didirikan organisasi tersebut. Upaya mengingat ini menuntut peran pimpinan yang visioner. Jika berhasil perlahan namun pasti, api yang menjadi esensi dari organisasi bisa kembali berkobar.

Di Indonesia banyak organisasi mengalami stagnasi, akibat krisis visi. Sang pimpinan tidak mengambil insiatif, namun justru terhanyut dalam stagnasi. Ia tidak mengambil jarak dari situasi, namun terbenam di dalamnya. Akibatnya organisasi semakin kehilangan jiwa. Tinggal menunggu waktu hingga organisasi tersebut tamat riwayatnya.

Mengingat tujuan awal adalah bagian esensial dari kepemimpinan. Bahkan mengingat tujuan awal adalah kerangka yang membentuk daya kepemimpinan. Seorang pimpinan dalam bentuk manajer, direktur, rektor, dekan, ayah, bahkan presiden, perlu untuk menghayati gaya kepemimpinan semacam ini. Hanya dengan begitu organisasi bisa terhindar dari kehancuran diri.

Organisasi yang terjebak dalam krisis perlu untuk melihat gambaran besar dari peristiwa yang menimpa mereka. Organisasi itu tidak boleh hanyut pada pengalaman-pengalaman kecil, yang mungkin amat menyakitkan, dan kehilangan gambaran besar. Pengalaman-pengalaman kecil yang amat menyakitkan perlu dijadikan titik tolak untuk membenahi visi keseluruhan organisasi. Dalam kaca mata dialektika Hegelian, seorang filsuf Jerman, krisis harus dipandang sebagai momen pencarian dan pembentukan diri organisasi.

Dibutuhkan kemauan mengingat dan sikap reflektif untuk memahami gambaran besar visi organisasi. Kedua hal ini tidak hanya datang dari pimpinan, walaupun ia memiliki peran sangat besar, tetapi harus dihayati oleh seluruh bagian organisasi. Dalam arti ini berlaku diktum kuno metafisika, keseluruhan itu lebih daripada bagian-bagiannya. Artinya organisasi itu lebih daripada orang-orang yang membentuknya. Gambaran besar adalah milik bersama, dan bukan hanya milik pimpinan semata.

Di Indonesia organisasi –bahkan di level negara- hampir tidak mempunyai kemauan mengingat dan sikap reflektif. Situasi pendidikan nasional kita tidak mengkondisikan orang untuk menjadi pribadi yang rajin mengingat dan reflektif. Ketika mendengar kata reflektif, orang langsung mengingat pijat refleksi. Tak heran banyak organisasi tidak memiliki kualitas. Ketika krisis menghantam mereka akan lenyap ditelan kehancuran dan kejemuan rutinitas. Maka membangun sikap reflektif dan kemauan mengingat adalah sesuatu yang mendesak.

Memang organisasi adalah sebuah kelompok. Namun komponen utama organisasi tetaplah individu. Maka tepat juga dikatakan, perubahan organisasi tidak akan muncul, tanpa perubahan individu. Pembenahan organisasi haruslah dimulai dengan pembenahan individu-individu di dalamnya.

Pelatihan-pelatihan formal tidak akan banyak guna. Banyak pelatihan diberikan dengan mental birokratis, tanpa jiwa. Akibatnya hasilnya pun tak ada. Sumber daya terbuang percuma.

Jika mau memberikan pelatihan, atau terapi kelompok kecil, pilihlah orang-orang yang memiliki jiwa dan visi perubahan yang tegas dan praktis. Jangan memilih motivator yang penuh kedangkalan. Pelatihan tersebut haruslah berkelanjutan, dan bahkan mengambil bentuk pendidikan-pendidikan manusia yang melampaui sekedar kursus penuh kehampaan. Ini perlu menjadi perhatian serius, jika organisasi ingin selamat diterpa badai krisis, dan membangun kembali harapan yang terlupakan.

Melupakan

Selain mengingat organisasi juga perlu melupakan, supaya bisa selamat melalui krisis. Yang perlu dilupakan adalah friksi-friksi partikular yang membuat jiwa organisasi terkikis. Konflik memang harus dipahami dan dimaknai, tetapi tidak pernah boleh menghalangi visi keseluruhan. Maka konflik-konflik partikular perlu untuk dilampaui dan dilupakan.

Di Indonesia konflik partikular seringkali mengganggu kinerja keseluruhan. Tak ada pemisahan antara urusan privat dan urusan bersama yang signifikan. Akibatnya banyak keputusan organisasi dibuat tidak dengan prinsip yang masuk akal, melainkan dengan prinsip suka atau tidak suka. Friksi partikular merusak kepentingan universal, dan membuat organisasi kehilangan jiwa sejatinya.

Pimpinan harus mengajak anggota organisasi untuk melupakan yang partikular, dan mengingat yang universal. Inilah tegangan antara mengingat dan melupakan yang sangat penting untuk keberlanjutan perkembangan organisasi. Tanpa tegangan ini organisasi akan terseret pada arus penglupaan, dan kehilangan jati diri. Juga tanpa tegangan ini, organisasi akan terseret pada ingatan akan konflik partikular, dan kehilangan tujuan yang sejati.

Organisasi adalah roh dari masyarakat modern. Maka organisasi perlu memiliki kemampuan untuk mengingat peran luhur ini, memiliki sikap reflektif, mendidik individu-individu di dalamnya secara berkelanjutan, dan melupakan friksi serta kepentingan partikular yang merusak tujuan keseluruhan. Hanya dengan ini organisasi bisa mengembalikan “api” jiwanya, dan mempertahankannya di tengah rasa jemu dan tantangan jaman. “Api” yang perlu untuk dirawat, dan yang terpenting.. tetap dicintai. ***

Gambar dari Google images

Penulis adalah

Dosen Filsafat Politik, Fakultas Filsafat UNIKA Widya Mandala, Surabaya