Dan Setelahnya…

Mobil Art School

Oleh Reza A.A Wattimena

Jakarta, 4 Agustus 2019, rumah kami mengalami mati lampu selama kurang lebih 11 jam. Tidak hanya lampu, jaringan telepon selular pun mati. Alhasil, selama 11 jam, saya memiliki waktu hening, dan berada bersama keluarga maupun tetangga sekitar. Mungkin itu salah satu titik terangnya.

Ketika tercabut dari semua teknologi, saya teringat percakapan dengan seorang sahabat. “Coba donk menulis soal move on,” begitu katanya. Itu ide yang menarik untuk saya. Bagaimana kita bisa tetap hidup dalam kejernihan, setelah mengalami peristiwa traumatis, seperti kematian anggota keluarga, putus hubungan ataupun kegagalan-kegagalan lainnya dalam hidup? Lanjutkan membaca Dan Setelahnya…

Berani Berpikir Sendiri… dan Setelahnya

Fractal Enlightenment

Oleh Reza A.A Wattimena

            Immanuel Kant, salah satu pemikir Eropa terbesar, menulis sebuah buku pendek pada akhir tahun 1784 di Prussia. Judulnya adalah Beantwortung der Frage: Was ist Aufklärung? Dalam bahasa Indonesia: Jawaban atas Pertanyaan, Apa itu Pencerahan? Ada satu paragraf penting yang kiranya perlu saya tulis disini.   

            “Pencerahan adalah keluarnya manusia dari ketidakdewasaan yang dibuatnya sendiri. Ketidakdewasaan adalah ketidakmampuan untuk menggunakan akal budi, tanpa pengarahan dari orang lain. Ketidakdewasaan ini dibuat oleh dirinya sendiri, karena sebabnya bukanlah kurangnya akal budi itu sendiri, melainkan karena kurangnya keberanian untuk berpikir tanpa pengarahan dari orang lain. Sapere Aude! Beranilah berpikir berpikir sendiri! Itulah semboyan dari Pencerahan.” (Kant, 1784) Lanjutkan membaca Berani Berpikir Sendiri… dan Setelahnya

Berkah itu Kini Menjadi Kutuk

camilladerrico.deviantart

Oleh Reza A.A Wattimena

Manusia. Mungkin salah satu mahluk paling unik di jagad ini. Kekuatan fisiknya lemah. Namun, berkat kerja sama dan kekuatan pikirannya, ia bisa menjadi begitu perkasa di planet bernama bumi ini.

Pikiran Manusia

Pikirannya begitu kompleks. Ia bisa mengingat apa yang sudah berlalu. Ia juga bisa membayangkan apa yang belum ada. Dengan pikirannya, ia bisa mendirikan organisasi yang mengubah wajah dunia. Lanjutkan membaca Berkah itu Kini Menjadi Kutuk

Jangan Mengejar Bayangan

Craig Cree Stone

Oleh Reza A.A Wattimena

Peneliti, Tinggal di Jakarta

Apakah anda tahu salah satu lagu dari Anggun C. Sasmi yang berjudul Bayang-bayang Ilusi? Begini bunyi liriknya, “Haruskah ku hidup dalam angan anggan. Meregu ribuan impian. Haruskah ku lari dan terus berlari. Kejar bayang-bayang ilusi. Bayangan ilusi. Hanya fantasi. Bayangan ilusi.”

Lagu ini pernah menjadi hits di Indonesia pada awal tahun 1990-an lalu. Saya tergoda untuk menanggapi pertanyaan di lagu tersebut. Haruskah kita hidup dalam angan-angan dan bayangan ilusi? Jawabannya jelas: tidak. Lanjutkan membaca Jangan Mengejar Bayangan

Bagaikan Tidur Sambil Berjalan

Jake Baddeley

Oleh Reza A.A Wattimena

Peneliti, Tinggal di Jakarta

Saya sedang membaca buku. Tiba-tiba, saya teringat, bahwa saya belum membayar tagihan listrik. Saya pun mengambil telepon seluler untuk mentransfer uang. Ternyata, banyak pesan di media sosial yang saya punya. Akhirnya, saya hanyut di dalam media sosial tersebut.

Ketika melihat sebuah foto di media sosial, saya teringat sebuah kejadian di masa lalu. Di dalam kejadian itu, saya bersama mantan kekasih saya. Kini, kami sudah berpisah. Saya pun bertanya-tanya tentang kabarnya.

Tiba-tiba, terdengar suara tukang nasi goreng lewat. Perut tiba-tiba terasa lapar, padahal saya sudah makan. Konsep nasi goreng kini memenuhi pikiran saya. Tapi tunggu dulu, saya kan sedang diet?!

Apakah anda pernah mengalami hal tersebut? Pikiran melompat dari satu hal ke hal lainnya, tanpa jarak dan tanpa sadar. Satu hal belum selesai, hal lain sudah berdatangan. Tenang saja, anda tak sendiri. Saya, dan milyaran orang lainnya, juga sering mengalaminya. Lanjutkan membaca Bagaikan Tidur Sambil Berjalan

Tubuh, Pikiran dan Kehidupan

Ryohei Hase

Oleh Reza A.A Wattimena

Peneliti Lintas Ilmu, Tinggal di Jakarta 

Apa teknologi yang paling canggih di muka bumi ini? Sebagian orang akan bilang, pesawatlah teknologi tercanggih di dunia ini, apalagi pesawat luar angkasa. Namun, jika dipikirkan lebih dalam, ada satu teknologi lagi yang lebih canggih dari pesawat luar angkasa. Jawabannya mungkin tak terduga, yakni tubuh manusia.

Tubuh, Pikiran dan Emosi

Tubuh manusia memiliki beragam mekanisme yang amat kompleks. Sistem pencernaan berjalan harmonis dengan sistem pernafasan, sekaligus sistem saraf. Semuanya saling terhubung dan mendukung satu sama lain. Tubuh manusia juga mampu secara alami mengubah semua jenis makanan menjadi bagian dari dirinya. Lanjutkan membaca Tubuh, Pikiran dan Kehidupan

Pikiran dan Pencerahan

salvador-dali-surrealism-5
artist.com

Oleh Reza A.A Wattimena

Saya punya bayangan untuk membuat lemari. Warnanya coklat tua, dan ada tiga pintu. Di salah satu pintu, ada cermin, supaya saya bisa menyisir di depannya di pagi hari. Lalu, saya mencari tukang yang bisa membantu saya mengubah bayangan tersebut menjadi kenyataan. Lemari coklat tua tiga pintu dimulai dari secercah ide di kepala saya.

Pikiran

Di dalam pikiran saya, ada berbagai benih kenyataan. Ada bayangan-bayangan yang bisa menjadi kenyataan, asal saya berani bertindak untuk mewujudkannya. Ini rupanya sejalan dengan ajaran filosofis yang usianya sudah ribuan tahun, bahwa pikiran adalah sumber dari segalanya. Materi, yang kita bayangkan sebagai sesuatu yang mandiri dari pikiran, pun sebenarnya adalah bentukan pikiran juga. Lanjutkan membaca Pikiran dan Pencerahan

Aku Berpikir, Maka Aku… Menderita

mind_tripOleh Reza A.A Wattimena

Dosen di Unika Widya Mandala Surabaya, Doktor Filsafat dari Universitas Filsafat Muenchen, Jerman

Sejak kecil, kita diajar untuk menjadi pintar. Kita diajar untuk melatih pikiran kita, sehingga menjadi pintar. Dengan kepintaran tersebut, kita dianggap bisa hidup dengan baik di kemudian hari. Kita juga bisa menolong orang lain dengan kepintaran yang kita punya.

Hal ini bukan tanpa alasan. Dengan pikiran, manusia menciptakan filsafat. Dari filsafat kemudian berkembanglah beragam cabang ilmu pengetahuan, seperti kita kenal sekarang ini. Dari situ lahirlah teknologi yang kita gunakan sehari-hari. Lanjutkan membaca Aku Berpikir, Maka Aku… Menderita

Buku Filsafat Terbaru: Tentang Manusia

cover-1A-page-001Tentang Manusia: Dari Pikiran, Pemahaman sampai dengan Perdamaian Dunia

Penulis: Reza A.A Wattimena

ISBN 978-602-08931-5-0 Lanjutkan membaca Buku Filsafat Terbaru: Tentang Manusia

Mengapa Kita “Tidak Perlu” Belajar Filsafat?

1687-1
creativeglossary.com

Oleh Reza A.A Wattimena

Dosen Hubungan Internasional, Universitas Presiden, Cikarang

Sepulang ke tanah air, saya mencoba memikirkan ulang, apa peran filsafat bagi perkembangan kehidupan manusia sekarang ini. Memasuki kota Jakarta, suasana rumit sudah mulai terasa. Begitu banyak orang sibuk dengan beragam aktivitas, mulai dari berjualan rokok sampai dengan sekedar duduk menunggu untuk menjemput keluarga tercinta. Kerumitan ini berbuah kemacetan lalu lintas, terutama ketika orang pergi dan pulang dari tempat kerja.

Apa peran filsafat untuk mereka? Itu pertanyaan kecil saya. Apa yang bisa saya sumbangkan melalui filsafat yang saya pelajari di tanah asing dengan harga darah dan air mata? Atau mungkin, pendekatannya bisa sedikit dibalik, mengapa orang-orang ini, dan saya, “tidak perlu” belajar filsafat? Lanjutkan membaca Mengapa Kita “Tidak Perlu” Belajar Filsafat?

Otak, Neuroplastisitas dan Hidup Kita

pic.pilpix.com
pic.pilpix.com

Oleh Reza A.A Wattimena

Peneliti Doktoral di Munich, Jerman 

Kita hidup di dunia yang tak selalu sesuai dengan keinginan kita. Ketika keinginan dan harapan kita rontok di depan mata, kita mengalami krisis hidup. Ketika krisis berulang kali terjadi, kita pun lalu merasa putus asa. Kita mengira, bahwa hidup ini tidak bermakna, dan tidak layak untuk dijalani.

Padahal, jika dipikirkan lebih dalam, hidup adalah kemungkinan tanpa batas. Orang bisa melakukan apapun, selama ia memiliki komitmen untuk bekerja dan berpikir, guna mewujudkan harapan serta keinginannya. Salah satu kemampuan penting untuk mencapai cara berpikir ini sudah selalu terletak di otak kita sendiri. Rasa putus asa dan patah arang sebenarnya tidak perlu terjadi. Lanjutkan membaca Otak, Neuroplastisitas dan Hidup Kita

Akar dari Segala Kecanduan

images.fineartamerica.com
images.fineartamerica.com

Oleh Reza A.A Wattimena

Dosen di Unika Widya Mandala, Surabaya, Peneliti di Munich, Jerman

Kita hidup di dunia yang penuh dengan orang yang kecanduan. Ada orang yang kecanduan belanja. Mereka merasa hampa dan menderita, jika tidak belanja. Ada yang kecanduan kerja. Mereka merasa hidup mereka tak berharga, jika tak bekerja dengan rajin.

Ada orang yang kecanduan bermain, atau sekedar nongkrong, sambil ngerokok dan minum bersama teman-temannya. Mereka merasa kesepian dan ketinggalan berita, jika tidak rajin nongkrong. Sekarang ini, banyak orang kecanduan internet, terutama jaringan sosial. Mereka merasa tak bisa hidup, jika tidak mengecek situs jaringan sosial mereka. Lanjutkan membaca Akar dari Segala Kecanduan

Sekali Lagi: Tentang Pikiran Manusia

noupe.com
noupe.com

Oleh Reza A.A Wattimena

Dosen di Fakultas Filsafat Unika Widya Mandala Surabaya, sedang Penelitian PhD di Munich, Jerman

Sewaktu pertama kali datang ke kota Munich di Jerman 3 tahun yang lalu, saya tidak suka kota ini. Orang-orangnya tidak ramah. Mereka bergerak amat cepat, dan tidak peduli dengan orang lain. Suasananya menciptakan kesepian dan rasa tegang.

Namun, setelah tinggal disini beberapa lama, pendapat saya berubah. Orang-orang Munich tetap cuek dan berjalan amat cepat, tetapi itulah budaya dan kebiasaan mereka. Ini tidak baik, dan juga tidak buruk. Dalam banyak aspek, Munich adalah kota yang nyaman sebagai tempat tinggal, dan membangun keluarga.

Jadi, awalnya, saya berpikir A. Dan kemudian, saya berpikir B. Berikutnya, mungkin, saya akan berpikir C. Yang mana yang benar? Bagaimana memahami pikiran yang berubah-ubah ini?

Pikiran Manusia

Kota Munich tetap ada disini dan saat ini. Namun, kesan saya berubah. Pengalaman saya berubah. Kesan dan pengalaman saya pun mempengaruhi sikap hidup saya disini.

Darimana datangnya kesan dan pengalaman? Jawabannya jelas, yakni dari pikiran. Dari mana asal pikiran manusia? Ini pertanyaan menarik yang mendorong para ilmuwan dari berbagai bidang untuk melakukan penelitian. Lanjutkan membaca Sekali Lagi: Tentang Pikiran Manusia

Ciri dan Gerak Pikiran Manusia

niramartisrael.defesesfinearts.com
niramartisrael.defesesfinearts.com

Serta Bagaimana Kita Menanggapinya

Oleh Reza A.A Wattimena

Begitu banyak orang mengalami penderitaan dalam hidupnya. Hampir semua bentuk penderitaan datang dari pikiran, baik dalam bentuk kecemasan akan masa depan, maupun penyesalan atas masa lalu. Penderitaan nyata sehari-hari bisa dilampaui dengan baik, jika orang mampu berpikir jernih, jauh dari kecemasan dan penyesalan yang kerap mencengkram pikirannya. Sebaliknya, hal kecil akan menjadi sulit dan rumit, ketika pikiran orang dipenuhi dengan kecemasan dan penyesalan.

Orang semacam itu akan sulit berfungsi di masyarakat. Mereka tidak bisa menolong diri mereka sendiri. Akibatnya, mereka pun cenderung menjadi penghambat bagi orang lain, dan bahkan bisa membuat orang lain menderita. Beban pikiran yang berlebihan membuat orang tak mampu menyadari, betapa indah dan sederhana hidup manusia itu sebenarnya.

Pikiran Manusia

Kunci untuk mencegah hal ini adalah dengan memahami hakekat dan gerak pikiran manusia. Setiap bentuk konsep adalah hasil dari pikiran manusia. Dengan konsep itu, manusia lalu menanggapi berbagai keadaan di luar dirinya. Dalam hal ini, emosi dan perasaan juga merupakan hasil dari konsep yang berakar pada pikiran manusia.

Apa ciri dari pikiran manusia? Ada tiga ciri mendasar, yakni tidak nyata, sementara dan rapuh. Pikiran itu bukanlah kenyataan. Ia adalah tanggapan atas kenyataan. Pikiran dibangun di atas abstraksi konseptual atas kenyataan.

Pikiran juga sementara. Ia datang, ia pergi, dan ia berubah. Cuaca berubah, maka pikiran juga berubah. Ketika lapar, pikiran melemah. Dan sebaliknya, ketika perut kenyang, pikiran bekerja lebih maksimal. Lanjutkan membaca Ciri dan Gerak Pikiran Manusia

Tentang Keputusan

theinvisibleclose.com
theinvisibleclose.com

Oleh Reza A.A Wattimena

Dosen di Fakultas Filsafat Unika Widya Mandala Surabaya, sedang di Jerman

Hidup kita disusun oleh berbagai keputusan yang telah kita buat. Setiap harinya, kita pun diminta untuk membuat keputusan.  Di sisi lain, keputusan-keputusan kita juga berdampak langsung pada orang lain. Keadaan pikiran dan fisik hidup mereka juga menerima dampak dari keputusan yang kita buat. Pertanyaan yang patut dijawab pada titik ini adalah, bagaimana kita bisa membuat keputusan yang tepat untuk hidup kita, terutama dengan mempertimbangkan keadaan dunia yang semakin hari semakin rumit ini?

Kejernihan

Ada empat hal yang diperlukan, guna membuat keputusan, yakni kejernihan, dialog, keputusan dan kontrol. Kejernihan pikiran adalah kemampuan untuk memahami keadaan apa adanya, lepas dari segala bentuk kotoran yang menutupi pikiran kita, seperti prasangka, ketakutan, kecemasan dan trauma dari peristiwa masa lalu. Pikiran yang kotor ini akan bermuara pada pertimbangan-pertimbangan yang kacau. Ini semua akan mendorong kita membuat keputusan yang salah, yakni keputusan yang menciptakan penderitaan bagi diri kita, maupun orang lain.

Bagaimana cara mencapai kejernihan pikiran semacam ini? Kita harus membersihkan kepala kita dari semua pertimbangan konseptual abstrak, terkait dengan keputusan yang akan kita buat. Kita juga harus melepaskan kepentingan pribadi kita. Hanya dengan begitu, pikiran kita akan menjadi jernih seperti ruang kosong, dan bisa membuat keputusan yang tepat, sesuai dengan keadaan yang ada di depan mata.

Ketika pikiran jernih, maka keadaan akan jelas. Segala hal menjadi jelas dengan sendirinya. Kita tak lagi lagi sibuk pada apa yang kita inginkan, melainkan pada keadaan sesungguhnya. Dengan berpijak pada pengetahuan tentang keadaan sebagaimana adanya, kita bisa menanggapi setiap keadaan dengan tepat. Kita menjadi pribadi yang responsif, yakni berani dan mampu menanggapi segala keadaan yang terjadi apa adanya. Lanjutkan membaca Tentang Keputusan

Kebebasan Berpendapat, dan Kebebasan dari Pendapat

9c53217178d8991b877722336365b51857204399
amazonaws.com

Oleh Reza A.A Wattimena

Kita tentu ingin bisa bebas berpendapat. Kita ingin menyuarakan pendapat kita, tanpa rasa takut. Kita pun berjuang untuk mewujudkan kebebasan berpendapat di masyarakat kita. Dalam hal ini, kita harus melawan kesempitan berpikir yang kerap melekat pada agama dan tradisi masyarakat kita.

Kebebasan berpendapat berpijak pada kebebasan berpikir. Kita ingin berpikir sesuai dengan kehendak dan kebutuhan kita. Kita tak ingin orang lain melarang kita untuk berpikir. Kebebasan berpikir dan berpendapat telah menjadi bagian dari perjuangan hak-hak sipil di berbagai negara.

Namun, seringkali, kita menggunakan kebebasan berpikir dan berpendapat untuk menghina orang lain. Kita merasa, bahwa kita punya hak dan kebebasan untuk menyakiti orang lain dengan pendapat kita. Kaum mayoritas merasa punya hak menghina yang minoritas. Mereka merasa, bahwa itu adalah bagian dari demokrasi.

Mengapa kebebasan berpikir dan berpendapat digunakan untuk saling menghina? Mengapa kebebasan seringkali dipelintir untuk tujuan-tujuan yang menyakiti orang lain? Ini terjadi, karena kebebasan kita masih dangkal. Kebebasan berpendapat dan berpikir, tanpa kesadaran akan kekosongan dari pikiran dan pendapat kita, hanya akan mendorong perpecahan dan penderitaan.

Pikiran

Untuk bisa sungguh bebas berpikir, kita perlu memahami hakekat dari pikiran kita. Apa itu pikiran? Pikiran adalah aktivitas mental manusia yang berpijak pada kesadarannya. Jadi, pikiran berbeda dengan kesadaran. Aktivitas mental ini terjadi, karena hubungan dengan dunia luar. Lanjutkan membaca Kebebasan Berpendapat, dan Kebebasan dari Pendapat

Anatomi Rasa Takut

nigeltomm.org
nigeltomm.org

Oleh Reza A.A Wattimena

Dosen di Fakultas Filsafat Unika Widya Mandala Surabaya, sedang di Jerman

“Dibalik segala kekerasan dan kejahatan, ada rasa takut bersembunyi…”

Awal Maret 2015, Perdana Menteri Israel, Benyamin Netanyahu, berpidato di depan Konggres Amerika Serikat di Washington. Ia berbicara soal bahaya dari negara Iran yang kemungkinan akan memiliki senjata nuklir dalam waktu dekat. Netanyahu ingin menebar rasa takut di kalangan Konggres Amerika Serikat, supaya AS turun tangan langsung untuk berperang melawan Iran. Ia ingin menyuntikkan rasa takut ke dalam politik luar negeri AS.

Sebagai sebuah negara, AS memang didirikan dari rasa takut terhadap tirani Kerajaan Inggris. Hampir sepanjang sejarahnya, AS hidup sebagai sebuah negara yang dipenuhi kegelisahan dan rasa takut atas musuh dari luar. Pada masa perang dunia kedua, Hitler dan Jerman menjadi musuh. Pada masa perang dingin dan di awal abad 21, Uni Soviet dan kelompok teroris Islam ekstrimis menjadi musuh. Karena rasa takut ini, AS sering terlibat di dalam berbagai perang yang sia-sia.

Politik yang didorong oleh rasa takut juga bukan hal baru di Indonesia. Sejak awal, Indonesia takut akan kembalinya pasukan kolonial Belanda dan Inggris. Seluruh politik Sukarno juga diarahkan untuk menumpas segala bentuk neokolonialisme yang dibawah oleh negara-negara Barat. Pada masa Orde Baru, politik Indonesia didorong oleh rasa takut terhadap komunisme. Jejak-jejaknya masih terasa sampai saat ini.

Kita pun seringkali diselimuti rasa takut. Kita takut akan ketidakpastian masa depan dan keluarga kita. Apakah kita akan sukses di kemudian hari? Apakah kita akan hidup sehat sampai usia tua? Pertanyaan-pertanyaan ini menciptakan harapan sekaligus rasa takut di dalam hidup kita. Lanjutkan membaca Anatomi Rasa Takut

“Racun” di dalam Pikiran

firstaidwithcare.com/
firstaidwithcare.com

Oleh Reza A.A Wattimena

Dosen di Fakultas Filsafat Unika Widya Mandala Surabaya, sedang belajar di Jerman

Racun korupsi masih menjalari tubuh politik kita di Indonesia. Penyebabnya bersifat sistemik dalam bentuk kegagalan penegakan hukum, sekaligus bersifat personal dalam bentuk lemahnya integritas kepribadian para penjabat publik kita. Dalam hal ini, pemberantasan korupsi masih menjadi pekerjaan rumah yang besar dan berat bagi kita sebagai bangsa. Dukungan dari seluruh rakyat amatlah dibutuhkan.

Menjalarnya korupsi di berbagai bidang juga dapat dilihat sebagai kegagalan demokrasi. Ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi di berbagai benua. Demokrasi sebagai bentuk pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat yang mendorong menuju keadilan sosial dan kemakmuran bersama semakin menjadi mimpi yang jauh dari jangkauan. Yang banyak tercipta adalah oligarki, yakni pemerintahan oleh sekelompok orang kaya yang hendak menghancurkan kepentingan umum, demi keuntungan pribadi mereka.

Keadaan ini menciptakan ketidakadilan sosial di tingkat global yang lalu menciptakan kemiskinan dan penderitaan yang begitu besar bagi banyak orang. Dari kemiskinan dan penderitaan lahirlah terorisme. Terorisme bermuara pada perang antar kelompok dan bahkan antar negara. Ini semua seperti lingkaran kekerasan yang justru membawa kemiskinan dan penderitaan yang lebih besar lagi.

Di bagian dunia lain, orang hidup dalam kelimpahan yang luar biasa. Ratusan tahun penaklukan dan perampokan atas negara lain memberikan kemakmuran yang luar biasa bagi mereka. Mereka adalah negara-negara di Eropa Barat dan Amerika Serikat. Ketika bagian dunia lain berjuang melawan kemiskinan dan korupsi, negara-negara ini berpesta pora dan menghabiskan sumber daya alam untuk menopang gaya hidup mewah mereka. Lanjutkan membaca “Racun” di dalam Pikiran

Sebelum Pertanyaan

designingsound.org
designingsound.org

Oleh Reza A.A Wattimena,

Dosen di Fakultas Filsafat Unika Widya Mandala, Surabaya, sedang di Jerman

Kita sering bertanya dalam hati, darimana kita berasal? Apakah Tuhan yang menciptakan kita? Ataukah, sebelumnya kita tinggal di suatu tempat, lalu kemudian masuk ke rahim ibu kita, dan kemudian lahir di dunia ini? Setiap orang, minimal sekali dalam hidupnya, pasti pernah mengajukan pertanyaan-pertanyaan ini.

Kita juga sering bertanya, apa tujuan hidup ini? Apa makna dari segala apa yang saya alami dan lakukan setiap harinya? Adakah makna sesungguhnya? Di tengah kesibukan kita bekerja dan belajar setiap harinya, pertanyaan-pertanyaan ini merindu untuk dijawab di dalam batin kita.

Kita juga seringkali mengalami masalah dan tantangan di dalam hidup kita. Di dalam batin, kita ingin keluar dari masalah tersebut. Kita ingin hidup bahagia. Akan tetapi, bagaimana caranya? Mungkinkah kita mencapai kebahagiaan?

Masalah dan tantangan tersebut juga seringkali membuat kita cemas. Kita lalu berpikir, jika keadaan begini terus, lalu bagaimana dengan masa depan? Masalah dan tantangan juga sering membuat kita cemas atas masa depan orang-orang yang kita sayangi. Kecemasan tersebut lalu juga sering menghantui pikiran kita, sehingga kita merasa lelah, baik secara fisik maupun batin.

Kita juga banyak melihat orang-orang sekitar kita sakit. Kita pun mungkin juga sedang sakit saat ini. Ketika sakit itu semakin berat, wajar jika kita bertanya, apa yang terjadi ya, setelah kematian? Adakah surga, atau neraka, atau sesuatu, setelah kita mati?

Semua pertanyaan ini menggiring kita pada satu pertanyaan mendasar, adakah tuhan yang menjadi tuan atas hidup kita? Apakah semua ini sudah ada yang mengatur? Apakah kita berasal dan akan kembali kepada tuhan nantinya? Ataukah, seperti di dalam tradisi Hindu, ada banyak Dewa yang akan mempengaruhi kehidupan dan kematian kita? Apakah ada sesuatu yang lebih besar dari kita, yang menata semuanya? Lanjutkan membaca Sebelum Pertanyaan

Menuju “Saat Ini”

mshcdn.com
mshcdn.com

Oleh Reza A.A Wattimena

Dosen di Fakultas Filsafat Unika Widya Mandala, Surabaya, sedang di Jerman.

Eckhart Tolle menulis buku berjudul Jetzt, die Kraft der Gegenwart pada 2010 lalu. Tolle mengajak kita untuk kembali ke “saat ini”, yakni sepenuhnya berada pada momen, dimana kita ada sekarang. Di dalam “saat ini”, kita akan menemukan kebahagiaan, kebenaran, cinta, kedamaian, Tuhan, kebebasan. Di “saat ini”, kita akan menemukan semua tujuan hidup kita. Ketika orang meninggalkan “saat ini”, maka ia masuk kembali ke dalam lingkaran penderitaan, kecemasan dan ketakutan dalam hidupnya.

Jika kita berpikir secara jernih, kita akan sadar, bahwa yang ada hanyalah saat ini. Tidak ada masa lalu dan tidak ada masa depan. Masa lalu hanya merupakan kenangan. Masa depan hanya merupakan harapan. Keduanya tidak nyata.

Masa lalu memberikan identitas pada diri kita. Masa depan memberikan janji tentang hidup yang lebih baik. Namun, jika dipikirkan secara jernih dan mendalam, keduanya tidak ada. Keduanya adalah ilusi.

Banyak orang mengira, bahwa waktu adalah uang. Mereka juga mengira, bahwa waktu adalah hal yang amat berharga. Namun, sejatinya, waktu adalah ilusi. Ia tidak memiliki nilai pada dirinya sendiri. Lanjutkan membaca Menuju “Saat Ini”