Kebebasan Berpendapat, dan Kebebasan dari Pendapat

9c53217178d8991b877722336365b51857204399
amazonaws.com

Oleh Reza A.A Wattimena

Kita tentu ingin bisa bebas berpendapat. Kita ingin menyuarakan pendapat kita, tanpa rasa takut. Kita pun berjuang untuk mewujudkan kebebasan berpendapat di masyarakat kita. Dalam hal ini, kita harus melawan kesempitan berpikir yang kerap melekat pada agama dan tradisi masyarakat kita.

Kebebasan berpendapat berpijak pada kebebasan berpikir. Kita ingin berpikir sesuai dengan kehendak dan kebutuhan kita. Kita tak ingin orang lain melarang kita untuk berpikir. Kebebasan berpikir dan berpendapat telah menjadi bagian dari perjuangan hak-hak sipil di berbagai negara.

Namun, seringkali, kita menggunakan kebebasan berpikir dan berpendapat untuk menghina orang lain. Kita merasa, bahwa kita punya hak dan kebebasan untuk menyakiti orang lain dengan pendapat kita. Kaum mayoritas merasa punya hak menghina yang minoritas. Mereka merasa, bahwa itu adalah bagian dari demokrasi.

Mengapa kebebasan berpikir dan berpendapat digunakan untuk saling menghina? Mengapa kebebasan seringkali dipelintir untuk tujuan-tujuan yang menyakiti orang lain? Ini terjadi, karena kebebasan kita masih dangkal. Kebebasan berpendapat dan berpikir, tanpa kesadaran akan kekosongan dari pikiran dan pendapat kita, hanya akan mendorong perpecahan dan penderitaan.

Pikiran

Untuk bisa sungguh bebas berpikir, kita perlu memahami hakekat dari pikiran kita. Apa itu pikiran? Pikiran adalah aktivitas mental manusia yang berpijak pada kesadarannya. Jadi, pikiran berbeda dengan kesadaran. Aktivitas mental ini terjadi, karena hubungan dengan dunia luar. Lanjutkan membaca Kebebasan Berpendapat, dan Kebebasan dari Pendapat

Parmenides: Peri physeos, atau Tentang Alam (über die Natur)

http://library.duke.edu
library.duke.edu

Oleh Reza A.A Wattimena

Dosen di Fakultas Filsafat Unika Widya Mandala Surabaya, sedang di München, Jerman

Kita hidup di era informasi. Begitu banyak informasi kita terima setiap harinya. Televisi, koran, internet bahkan tembok WC umum menawarkan informasi kepada kita. Apa yang terjadi di ujung dunia sebelah selatan bisa langsung kita ketahui melalui telepon selular yang kita gunakan setiap harinya.

Namun, tidak semua informasi itu benar dan layak disimak. Banyak yang hanya merupakan gosip. Banyak juga yang merupakan fitnah untuk memenuhi kepentingan politis tertentu, terutama pada waktu pemilihan umum politik, seperti Indonesia di 2014. Sebagian lainnya hanya informasi tak penting yang tak perlu disimak, seperti kisah hidup para artis.

Seringkali, kita bingung, karena banjir informasi semacam ini. Yang mana yang benar, dan yang mana yang salah? Apa yang harus dilakukan dengan semua informasi ini? Banyak juga informasi yang justru menyulut konflik, karena seringkali berpijak pada fitnah, atau fakta yang salah. Lanjutkan membaca Parmenides: Peri physeos, atau Tentang Alam (über die Natur)