Siapa yang tak tergoda dengan gemerlap cahaya kota di malam hari? Gedung-gedung tinggi menjulang memamerkan kecanggihan dan keindahannya. Kota-kota besar dunia memikat begitu banyak orang untuk hidup di dalamnya. Sayangnya, daya pikat tersebut tidak selalu berakhir sebagai cerita bahagia.
Tukang parkir itu masih muda. Setelah lama meninggalkan Jakarta, saya mulai banyak kehilangan arah. Saya bertanya satu alamat kepadanya. Anak muda asal Madura itu menggeleng kepala, tanda tidak tahu. Lanjutkan membaca Kota dan Ilusinya
Dosen di Fakultas Filsafat Unika Widya Mandala Surabaya
Banyak orang hidup sekedar untuk mengumpulkan uang. Ia haus akan harta, guna memuaskan semua keinginannya. Orang-orang ini juga hidup untuk memperoleh nama baik. Ia mengira, uang dan nama baik akan memberikan kepenuhan hidup baginya.
Sayangnya, orang yang telah memperoleh uang banyak dan nama baik seringkali tidak kunjung merasa bahagia. Sebaliknya, mereka hidup dengan rasa takut akan kehilangan uang dan nama baik tersebut. Mereka melekat pada kedua benda itu. Dikiranya, tanpa kedua benda itu, hidupnya akan hancur.
Hidup dalam Ilusi
Inilah salah satu salah paham terbesar manusia dalam hidupnya. Ia mengira ilusi sebagai kenyataan. Akhirnya, ia hidup dalam kebohongan. Dari kebohongan lahirlah penderitaan yang mendorong dia untuk membuat orang-orang sekitarnya juga menderita.
Uang dan nama baik sejatinya adalah kosong. Keduanya adalah ilusi. Ketika kita lapar, kita tidak bisa makan uang. Ketika kita haus, kita tidak bisa minum nama baik. Uang dan nama baik adalah sesuatu yang rapuh, sementara dan, dalam banyak kasus, justru berbahaya.
Perang dan pembunuhan dilakukan demi uang dan nama baik. Mereka yang memperolehnya menjadi tergantung padanya. Hidupnya berada dalam keadaan kompetisi terus menerus dengan orang-orang lain yang dianggap sebagai lawannya. Ia hidup dalam tegangan dan penderitaan terus menerus. Lanjutkan membaca Kenyataan dan Moralitas
Kita senang sekali dengan lomba. Sedikit-sedikit kita ikut lomba. Sedikit-sedikit kita mengadakan lomba. Seolah kita tidak bisa hidup tanpa lomba.
Katanya dengan lomba kita bisa tahu, siapa yang lebih baik di antara kita. Dengan lomba kita bisa kenal orang-orang baru. Dengan lomba kita bisa belajar dari orang lain. Dan dengan menang lomba, kita bisa meningkatkan reputasi kita.
Apakah benar begitu?
Saya yakin di balik lomba, ada keinginan untuk berkuasa. Saya juga yakin di balik lomba, ada keinginan untuk menghancurkan lawan. Ini semua jauh lebih dominan, daripada keinginan untuk belajar bersama, apalagi belajar dari orang lain.
Maka itu saya tidak setuju dengan lomba, apapun bentuknya.