Memperebutkan Jiwa Bangsa

5 Pengertian Nilai Nilai Pancasila dalam Kehidupan Berbangsa & NegaraOleh Reza A.A Wattimena

Jiwa bangsa kita sedang dipertaruhkan. Ini sebenarnya bukan hal baru. Identitas adalah sesuatu yang mengalir. Namun, apakah aliran memberikan keadilan untuk semua, atau justru menciptakan pola-pola penindasan baru?

Hal ini menjadi penting dipikirkan, terutama ketika kita menyentuh peringatan hari kemerdekaan ke 76 Republik ini. Di satu sisi, kita diterkam beragam bentuk kemunafikan. Ia seringkali bersembunyi di balik slogan-slogan suci agamis. Di sisi lain, kekuatan nasionalisme progresif tetap ada, namun seperti tiarap dan terserak. Alhasil, Indonesia diancam oleh setidaknya lima musuh ini. Lanjutkan membaca Memperebutkan Jiwa Bangsa

Apakah Kita Abadi?

wikimedia.org
wikimedia.org

Plato di dalam buku Phaidon

Oleh Reza A.A Wattimena

Dosen di Fakultas Filsafat, Unika Widya Mandala, Surabaya

Hubungan antara tubuh dan jiwa adalah salah satu hal yang paling banyak dibicarakan di dalam ilmu pengetahuan dan filsafat. Para filsuf dan ilmuwan dari berbagai bidang mencoba merumuskan teori tentang hal ini. Pertanyaan yang biasa muncul adalah, apakah tubuh kita adalah satu-satunya yang ada? Apa yang dimaksud dengan jiwa, jika kita menggunakan kata ini?

Di dalam bukunya yang berjudul Phaidon (380 SM), Plato mencoba menjawab pertanyaan ini. Latar dari buku ini adalah dialog Sokrates dengan murid-muridnya, menjelang kematiannya. Ini adalah peristiwa yang amat menyedihkan untuk Plato. Setidaknya, empat buku tulisan Plato berisi tentang cerita Sokrates, mulai dari pengadilan sampai dengan penghukuman matinya.1

Seperti buku-buku Plato lainnya, Phaidon juga memiliki jalan cerita. Phaidon adalah nama seorang murid Sokrates. Di dalam buku itu, ia seolah menjadi saksi dari semua peristiwa yang ada. Ia sendiri tidak ambil bagian langsung di dalam dialog yang ada. Menurut kesaksiannya, Plato juga tidak hadir di dalam peristiwa itu, karena ia sedang sakit. Lanjutkan membaca Apakah Kita Abadi?

Trauma dan Jiwa Manusia

softwarewelt.de
softwarewelt.de

Belajar dari Franz Ruppert

Oleh Reza A.A Wattimena

Dosen Filsafat Politik di Fakultas Filsafat Unika Widya Mandala Surabaya, sedang di München, Jerman

Masa lalu itu penting. Kita dibentuk oleh masa lalu kita. Tentu saja, kita tetap punya kebebasan. Tetapi, kebebasan itu pun juga dibatasi oleh masa lalu kita.

Salah satu bagian masa lalu yang amat penting untuk disadari adalah tentang kehidupan orang tua kita. Sedari kecil, kita membangun hubungan dengan orang tua kita. Mereka, tentu saja, bukan manusia sempurna, tetapi memiliki segala bentuk kekurangan. Kekurangan itu pula yang membentuk kita sebagai manusia, sekaligus cara kita berpikir, merasa, dan melihat dunia, ketika kita dewasa, termasuk segala ketakutan dalam hidup kita.

Di dalam bukunya yang berjudul Trauma, Angst und Liebe: Unterwegs zu gesunder Eigenständigkeit. Wie Aufstellungen dabei helfen (2013), Franz Ruppert, Professor Psikologi sekaligus praktisi psikoloanalitik (Psychoanalytiker) di München, berpendapat, bahwa orang tua juga bisa mewarisi trauma yang mereka punya kepada anaknya. Jadi, orang tua tidak hanya mewariskan ciri fisik, tetapi juga ciri psikologis kepada anaknya. Ciri psikologis itu bisa berupa karakter diri, tetapi juga trauma. Lanjutkan membaca Trauma dan Jiwa Manusia

Membangun Jiwa, Membangun Bangsa

backpocketcoo.com
backpocketcoo.com

Sebuah Tawaran Filsafat Politik

Oleh Reza A.A Wattimena

Dosen Filsafat Politik, Unika Widya Mandala, Surabaya, sedang belajar di München, Jerman

 

Di tengah beragam kasus korupsi yang menghantam berbagai pejabat politik kita, dan masalah kemiskinan serta kebodohan yang tetap menjadi musuh utama kita, pertanyaan terbesar yang tetap menunggu bangsa ini adalah, bagaimana kita bisa membangun kultur, dan dengan demikian membangun bangsa kita? Ini tetap pertanyaan dengan sejuta misteri, namun tetap tak akan pernah kehilangan arti pentingnya. Jawaban atas pertanyaan ini selalu terkait dengan dua unsur dasariah setiap manusia, yakni jiwa dan tubuh yang saling berpaut, tanpa terpisahkan. Artinya, seperti juga manusia, setiap bangsa memiliki jiwa dan tubuh yang tak bisa dipisahkan.

Jiwa sebuah Bangsa

Secara normatif, dua aspek ini harus dibangun berbarengan. Namun, tetap yang perlu menjadi perhatian utama adalah jiwa dari sebuah bangsa. Kata “jiwa” (Geist) memang abstrak, tetapi memainkan peranan penting di dalam membentuk dan menegaskan identitas nasional sebuah bangsa. Tanpa identitas nasional yang kokoh, sebuah bangsa akan terus digoyang oleh konflik antar warganya, dan sulit untuk bekerja sama membentuk sebuah masyarakat yang adil dan makmur. Tanpa identitas nasional yang mantap, sebuah bangsa akan pecah dan hancur ditelan berbagai krisis, dan akhirnya lenyap dari muka bumi. Lanjutkan membaca Membangun Jiwa, Membangun Bangsa

Filsafat untuk Mengolah Jiwa

Gambar dari lukisan Mihai Criste

Oleh Reza A.A Wattimena,

Dosen di Fakultas Filsafat, Unika Widya Mandala Surabaya, Kini Sedang Belajar di Bonn, Jerman

Biasanya, ketika berbicara tentang jiwa, orang berbicara tentang sesuatu yang abstrak. Jiwa itu tak kelihatan, maka orang mengangapnya terlalu rumit. Bahkan, beberapa ilmuwan menyatakan, bahwa jiwa adalah konsep tua yang tak lagi layak dipakai. Mereka lebih suka menggunakan konsep pikiran, daripada jiwa.

Pada hemat saya, untuk kepentingan praktis, kita tak perlu membuat pembedaan yang berlebihan. Kita bisa memikirkan jiwa sebagai suatu bentuk “pikiran”. Memang, jiwa memiliki kesan mentafisis yang tinggi. Sementara, konsep pikiran lebih terkait dengan aspek biologis manusia, yakni organ tubuhnya. Namun, kedua sama dalam hal yang mendasar, yakni keduanya berbeda dengan tubuh, dan dianggap sebagai penggerak utama dari hidup manusia, termasuk dari tubuh itu sendiri.

Kecemasan Hidup

Di dalam hidupnya, jiwa manusia seringkali mengalami kecemasan. Ketakutan dan kekhawatiran menjadi makanan sehari-hari dari jiwa. Tuntutan pekerjaan, ketakutan akan pemecatan, kekhawatiran akan masa depan, semuanya siap untuk merusak ketenangan jiwa. Ketika jiwa tersiksa, maka orang tidak akan dapat hidup maksimal. Ia tidak akan bisa menjadi pelayan sejati, yakni manusia untuk manusia lainnya (men for others). Lanjutkan membaca Filsafat untuk Mengolah Jiwa

Kepemimpinan, Keputusan, dan Kejernihan Jiwa

business-strategy-innovation.com

Oleh Reza A.A Wattimena

            Setiap hari kita diminta membuat keputusan. Mulai dari hal kecil, seperti belok kiri atau kanan, sampai hal besar, seperti akan menikah atau tidak, jika ya lalu dengan siapa, kita diminta untuk memutuskan. Kadang banyak hambatan seperti tak cukup waktu, tak cukup data, tak cukup pengetahuan, dan sebagainya. Namun keputusan tetap harus dibuat.

Di dalam membuat keputusan, orang perlu memperhatikan jiwanya. Aspek material seperti sumber daya uang ataupun barang tetap perlu diperhatikan. Namun yang tak kalah penting adalah perhatian pada aspek gerak jiwa, terutama gerak jiwa para pemegang keputusan. Inilah yang sekarang ini kerap terlupakan. Lanjutkan membaca Kepemimpinan, Keputusan, dan Kejernihan Jiwa