Filsafat untuk Mengolah Jiwa

Gambar dari lukisan Mihai Criste

Oleh Reza A.A Wattimena,

Dosen di Fakultas Filsafat, Unika Widya Mandala Surabaya, Kini Sedang Belajar di Bonn, Jerman

Biasanya, ketika berbicara tentang jiwa, orang berbicara tentang sesuatu yang abstrak. Jiwa itu tak kelihatan, maka orang mengangapnya terlalu rumit. Bahkan, beberapa ilmuwan menyatakan, bahwa jiwa adalah konsep tua yang tak lagi layak dipakai. Mereka lebih suka menggunakan konsep pikiran, daripada jiwa.

Pada hemat saya, untuk kepentingan praktis, kita tak perlu membuat pembedaan yang berlebihan. Kita bisa memikirkan jiwa sebagai suatu bentuk “pikiran”. Memang, jiwa memiliki kesan mentafisis yang tinggi. Sementara, konsep pikiran lebih terkait dengan aspek biologis manusia, yakni organ tubuhnya. Namun, kedua sama dalam hal yang mendasar, yakni keduanya berbeda dengan tubuh, dan dianggap sebagai penggerak utama dari hidup manusia, termasuk dari tubuh itu sendiri.

Kecemasan Hidup

Di dalam hidupnya, jiwa manusia seringkali mengalami kecemasan. Ketakutan dan kekhawatiran menjadi makanan sehari-hari dari jiwa. Tuntutan pekerjaan, ketakutan akan pemecatan, kekhawatiran akan masa depan, semuanya siap untuk merusak ketenangan jiwa. Ketika jiwa tersiksa, maka orang tidak akan dapat hidup maksimal. Ia tidak akan bisa menjadi pelayan sejati, yakni manusia untuk manusia lainnya (men for others). Lanjutkan membaca Filsafat untuk Mengolah Jiwa