Mengapa Negara yang Terobsesi pada Agama Cenderung Miskin dan Terbelakang?

The Art Of Dimitri Kozma: Dementia - Surreal painting by Dimitri KozmaOleh Reza A.A Wattimena

Bilangan Kemang, Jakarta Selatan, sekitar jam 7 malam, Senin 26 April 2021, saya sedang parkir motor. Terdengar suara gaduh begitu keras dan begitu lama. Saya bertanya kepada tukang parkir, suara apakah itu. Suara orang berdoa, jelasnya.

Mengapa begitu keras? Saya sampai tak bisa mendengar suara tukang parkir itu. Saya bahkan tak bisa mendengar suara saya sendiri. Mengapa berdoa harus begitu keras? Lanjutkan membaca Mengapa Negara yang Terobsesi pada Agama Cenderung Miskin dan Terbelakang?

Demokrasi dan Intoleransi

Moki – Untitled 04

Oleh Reza A.A Wattimena

Masyarakat demokratis adalah masyarakat terbuka. Artinya, berbagai pemikiran dan paham berkembang di masyarakat tersebut. Kebebasan berpikir dan berpendapat menjadi tulang punggung dari masyarakat demokratis modern, seperti Indonesia. Pertanyaan kecil yang ingin dijawab di dalam tulisan ini adalah, apakah demokrasi boleh memberi ruang untuk kelompok-kelompok radikal yang memiliki paham intoleran dan tertutup?

Ada tiga pertimbangan yang perlu dipikirkan. Pertama, demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Di dalam masyarakat majemuk yang besar jumlahnya, seperti Indonesia, rakyat diwakilkan oleh parlemen dan partai politik. Sistem semacam ini memang tidak ideal, karena memberi peluang bagi korupsi. Namun, sampai detik ini, belum ada jalan lain yang bisa diajukan. Lanjutkan membaca Demokrasi dan Intoleransi

Deradikalisasi, Keterbukaan dan Manusia Pembelajar

Oleh Reza A.A Wattimena

Morning Star: Surrealism, Marxism, Anarchism, Situationism, Utopia. by Michael Lowy

Dosen Hubungan Internasional, Universitas Presiden, Cikarang

Di seluruh dunia, kita menyaksikan gerakan radikalisasi. Orang-orang menjadi radikal di dalam beragama, sehingga kehilangan akal sehat, dan bersikap keras terhadap perbedaan. Orang justru semakin tertutup melekat pada identitas etnis, ras dan agama mereka di jaman globalisasi ini. Inilah salah satu ciri mendasar dari globalisasi, yakni paradoks antara keterbukaan di satu sisi, dan ketakutan untuk bersikap terbuka di sisi lain.

Radikalisasi adalah sebuah proses untuk menjadi radikal. Orang yang sebelumnya bersikap sehat terhadap identitasnya kini berubah menjadi amat keras, dan takut pada perbedaan. Lebih dari itu, mereka bahkan menjadi kasar dan keras terhadap orang lain yang berbeda dari mereka. Ciri khas radikalisasi adalah sikap yang menjadi semakin intoleran. Lanjutkan membaca Deradikalisasi, Keterbukaan dan Manusia Pembelajar

Toleransi dan Revolusi

Hilltown Families
Hilltown Families

Oleh Reza A.A Wattimena

Dosen Hubungan Internasional, Universitas Presiden, Cikarang

Sepanjang sejarah manusia, kita melihat ribuan konflik, akibat perbedaan latar belakang sosial. Keanekaragaman, yang sejatinya bisa menjadi daya dorong kemajuan peradaban, justru dipelintir untuk memecah belah, sehingga menciptakan konflik berdarah, semata demi memenuhi kepentingan politik yang bejat.

Di abad 21 ini, kita pun kembali ke jatuh ke lubang yang sama. Di beragam tempat di dunia, kita bisa menyaksikan, bagaimana perbedaan memicu konflik berkepanjangan yang memakan banyak korban.

Jelas, dunia membutuhkan perubahan mendasar dan menyeluruh terkait hal ini. Kita membutuhkan revolusi atas intoleransi yang menyebar dalam bentuk kebencian, rasisme dan diskriminasi dalam berbagai bentuk.

Tingkat-tingkat Toleransi

Untuk itu, kita perlu memahami secara mendalam makna toleransi sesungguhnya. Pemikiran Rainer Forst, di dalam bukunya yang berjudul Toleranz im Konflikt: Geschichte, Gehalt und Gegenwart eines umstrittenen Begriffs, bisa membantu kita dalam hal ini. Lanjutkan membaca Toleransi dan Revolusi