Dekonstruksi Pahlawan

Dekonstruksi Yoga, Dekonstruksi Kehidupan

91M8VYAZkTLOleh Reza A.A Wattimena

April 2020, dunia didera oleh Pandemik. Virus kecil tidak hanya mengancam nyawa manusia, tetapi juga ekonomi dunia. Kemiskinan dan krisis ekonomi siap menghantam, setelah pandemik tiba. Dunia dilanda ketakutan mendalam.

April 2020, dunia hidup dalam era penyakit. Setiap detiknya, jutaan orang meninggal, karena penyakit yang disebabkan oleh tubuhnya sendiri. Virus tak perlu datang. Tak perlu bakteri berkunjung. Cukup kelainan fungsi organ, mulai dari jantung, kanker, diabetes sampai gagal ginjal, karena gaya hidup yang merusak, jutaan manusia menuju ajalnya. Lanjutkan membaca Dekonstruksi Yoga, Dekonstruksi Kehidupan

Dekonstruksi Kesuksesan

Abduzeedo

Oleh Reza A.A Wattimena

Peneliti, Tinggal di Jakarta

Semua orang tentu ingin mencapai sukses dalam hidupnya. Di awal abad 21 ini, kata sukses dikaitkan dengan harta dan nama besar. Pandangan ini tentu tidak datang dari ruang hampa. Semangat jaman (Zeigeist) dari kapitalisme dan materialisme ekonomi amat kuat mempengaruhi pemahaman kita tentang kesuksesan.

Kapitalisme adalah paham yang menekankan penumpukan modal sebagai tujuan utama ekonomi. Modal pun dipahami secara sempit sebagai harta benda, terutama uang dan turunannya. Awalnya, kapitalisme adalah tata kelola ekonomi semata. Namun, kini kapitalisme menjadi pandangan yang menyentuh semua sisi kehidupan manusia. Lanjutkan membaca Dekonstruksi Kesuksesan

Dekonstruksi dan Kebenaran

deconstruction.6
ditchpoetry.com

Oleh Reza A.A Wattimena

Dosen di Fakultas Filsafat Unika Widya Mandala Surabaya

Kebenaran merupakan hal penting dalam hidup setiap orang. Tidak ada orang yang mau hidup dalam kebohongan dan kepalsuan. Mereka menginginkan dan mencari kebenaran. Semua keputusan dalam hidup mereka, sedapat mungkin, didasarkan atas kebenaran.

Hal yang sama berlaku di dalam politik. Hidup bersama tentu membutuhkan aturan. Namun, aturan tersebut tidak boleh berpijak pada semata kekuasaan belaka, melainkan pada keadilan dan kebenaran. Tanpa keadilan dan kebenaran, tata politik akan bermuara pada perang dan kehancuran semua pihak.

Banyak orang bilang, hal terpenting dalam hidup adalah cinta. Banyak juga agama dan filsafat yang mengajarkan itu. Namun, cinta tidak boleh disamakan melulu dengan memanjakan. Cinta juga harus tetap berpijak pada kebenaran, yang memang seringkali perlu disampaikan dengan cara-cara yang kurang bersahabat.

Namun, pertanyaan mendasar kemudian muncul. Mungkinkah kita sebagai manusia memahami kebenaran? Mungkinkah pikiran dan kemampuan kita yang terbatas memahami dan menerapkan kebenaran di dalam hidup sehari-hari kita? Inilah salah satu pertanyaan mendasar di dalam filsafat dan ilmu pengetahuan.

Dekonstruksi

Jacques Derrida, seorang filsuf Prancis di abad 20, mengajukan pendapat menarik soal kebenaran. Baginya, kebenaran selalu terkait dengan proses dekonstruksi. Kebenaran bukanlah sesuatu yang mutlak dan tetap, melainkan bergerak sejalan dengan perubahan kenyataan itu sendiri. Dalam arti ini dapatlah dikatakan, bahwa dekonstruksi merupakan sebuah teori tentang kebenaran. Lanjutkan membaca Dekonstruksi dan Kebenaran

Filsafat

http://vivirlatino.com

 

Sebuah Tinjauan Dari Masa Yunani Kuno sampai Posmodernisme

Oleh: Reza A.A Wattimena[1]

Tulisan ini merupakan sebuah tinjauan historis tentang berbagai model berfilsafat yang ada di dalam sejarah filsafat Barat. Tujuannya adalah memperkenalkan, menanggapi secara kritis, serta mengembangkan berbagai metode tersebut untuk memahami dan menjawab berbagai persoalan yang ada di dalam masyarakat kita, dan juga untuk melatih pola berpikir kita dalam aktivitas sehari-hari. Seperti yang tertulis pada judul, saya akan memaparkan model-model berfilsafat dari masa Yunani Kuno sampai posmodernisme.

1.Pencarian Archē dan Elenchus dalam Filsafat Yunani Kuno

Sulit sekali menemukan catatan otentik mengenai filsafat sebelum Sokrates. Yang dapat ditemukan adalah potongan tulisan yang seolah tidak memiliki hubungan satu sama lain. Satu-satunya sumber yang cukup bisa diandalkan adalah tulisan-tulisan Aristoteles mengenai para filsuf sebelumnya. Ia juga dikenal sebagai sejarahwan filsafat sistematis pertama di dalam sejarah. Maka dari itu halangan pertama kita untuk bisa memahami filsafat Yunani Kuno adalah halangan penafsiran, karena kita hanya bisa mengandalkan tulisan-tulisan para filsuf setelahnya. Kita hanya bisa mengandalkan sumber sekunder.

Yang kita miliki adalah kumpulan fragmen yang terobek dari naskah asli yang telah hilang. Akibatnya beragam penafsiran saling bertentangan tentang fragmen itu tidak didasarkan pada teks tulisan yang memadai, melainkan hanya copotan saja. Walaupun minimalis namun fragmen-fragmen tulisan para filsuf sebelum Sokrates tetaplah sangat berharga. Beberapa kutipan menyiratkan makna yang sangat mendalam untuk bisa dipelajari dan direfleksikan. Dari situ kita bisa memahami bagaimana tokoh-tokoh awal filsafat dan sains ini memahami realitas yang ada di hadapan mereka.

Berdasarkan teks-teks yang ada, kita dapat menarik kesimpulan, bahwa setidaknya ada dua kelompok filsuf yang dominan di dalam Filsafat Yunani Kuno. Mereka adalah para filsuf pra-Sokratik dan kaum sofis. Kedua kelompok filsafat ini memiliki ajaran yang berbeda, namun keduanya penting untuk dipahami, karena dari merekalah filsafat dan sains selanjutnya berkembang. Aristoteles menyebut para filsuf pra-Sokratik pertama sebagai physiologoi (natural philosophers), atau para filsuf natural. Mereka hendak mencari prinsip terdasar (archē) dari seluruh realitas dengan menggunakan kosa kata naturalistik (naturalistic terms). Para filsuf natural ini berbeda dengan para pendahulunya yang lebih mengedepankan penjelasan-penjelasan mitologis (mythological explanations) dalam bentuk cerita dewa dan dewi.

Walaupun sama-sama mencari prinsip dasar dari realitas dengan menggunakan kosa kata natural, para filsuf prasokratik seringkali terlibat dalam perdebatan tulisan, karena perbedaan pendapat. Perdebatan itu muncul karena masing-masing filsuf saling bersikap kritis satu sama lain. Dari sini kita bisa menarik kesimpulan, bahwa filsafat adalah suatu displin berpikir yang selalu melakukan kritik diri (self-critique), bahkan dari awal mula berdirinya. Tidak hanya itu mereka bahkan melakukan kritik tajam terhadap cara berpikir mitologis yang dominan pada jamannya. Dengan kecenderungan untuk berpikir kritis seperti itu, muncullah para filsuf yang saling berdebat soal prinsip dasar yang menentukan seluruh realitas, yang juga bisa disebut sebagai archē.

Para filsuf natural itu, yang juga bisa kita sebut sebagai para filsuf prasokratik, menjadikan seluruh alam semesta sebagai obyek penelitian mereka. Mereka berusaha memahami alam semesta bukan dengan menggunakan penjelasan mitologis, melainkan dengan penjelasan-penjelasan naturalistik (naturalistic explanations), seperti prinsip air, udara, api, dan atom. Dalam arti ini mereka juga bisa disebut sebagai para ilmuwan (scientist) pertama di dalam sejarah. Proses mendekati realitas dengan tujuan mencari prinsip terdasar (fundamental principle) yang menyatukan keseluruhan ini nantinya akan mempengaruhi para filsuf dan ilmuwan selanjutnya. Lanjutkan membaca Filsafat