Jika Sesuatu itu Busuk, Mengapa Kita tidak Melepasnya?

Modern day surrealism: Watch donuts defy the laws of physics in this freaky  3D animation | Boing BoingOleh Reza A.A Wattimena

Manusia memang mahluk yang unik. Di satu sisi, ia bisa begitu tercerahkan dan bijaksana. Nilai-nilai kehidupan dan peradaban agung dibangunnya. Namun, di sisi lain, ia bisa begitu jahat dan bodoh. Ia bisa begitu bebal di hadapan kebusukan.

Ada hal yang merusak. Namun, mereka tetap melakukannya. Mereka tidak melepasnya. Alhasil, hidupnya menjadi kacau, dan membuat orang lain juga susah. Lanjutkan membaca Jika Sesuatu itu Busuk, Mengapa Kita tidak Melepasnya?

Tolong, Bayinya Jangan Dibuang

Too Much Baby – Mark Bryan

Oleh Reza A.A Wattimena

Peneliti, Tinggal di Jakarta

Alkisah, seorang ibu sedang memandikan bayinya di dalam sebuah bak mandi kecil. Tubuh dan rambut sudah dibersihkan dengan sabun dan shampoo terbaik.  Semua kotoran sudah lenyap dari tubuh, walaupun masih menggenang di air cucian bayi.

Setelah selesai, air kotorannya pun dibuang. Lalu, apakah bayinya juga dibuang? Tentu saja tidak. Hanya orang sakit yang membuang bayi bersama dengan air cuciannya, setelah ia selesai mandi. Lanjutkan membaca Tolong, Bayinya Jangan Dibuang

Tentang “Ketidaktahudirian”

Wolfgang Paalen, Fumage (Smoke Painting) (c. 1938), oil, candle burns and soot on canvas, 10-3/4″ x 16-3/8″; courtesy The Morgan Library & Museum

Oleh Reza A.A Wattimena

Peneliti, Tinggal di Jakarta

Sudah berapa kali kita melihat, orang yang telah terbukti melakukan korupsi, bahkan membunuh, masih berani mengajukan diri menjadi pejabat publik, bahkan presiden? Di tempat lain, kita juga bisa melihat, bagaimana orang yang suka berbohong, bahkan melakukan pelecehan seksual, justru menjadi pemimpin dari negara terkuat di dunia sekarang ini.

Di dunia bisnis, kita juga bisa melihat hal yang serupa. Pebisnis, yang sudah terbukti melanggar prinsip-prinsip integritas dalam bisnis, masih percaya diri untuk terus menjabat sebagai pemimpin perusahaan, bahkan punya ambisi maju sebagai presiden. Suara dan dukungan dibeli dengan uang, walaupun dengan mengorbankan kehormatan diri dan prinsip-prinsip kehidupan yang luhur. Padahal, yang diwariskan dari sepak terjangnya hanya satu, yakni keteladanan tentang ketidaktahudirian.   Lanjutkan membaca Tentang “Ketidaktahudirian”

Melampaui Budaya Pembiaran

Pinterest

Oleh Reza A.A Wattimena

Dosen Hubungan Internasional, Universitas Presiden, Cikarang

Alkisah, seorang pria muda duduk menonton televisi. Ia mendapat berita soal orang-orang yang menderita, karena bencana alam gempa bumi di kota lain. Ia berkata pada dirinya sendiri, “Biarlah, yang penting aku aman di rumahku sendiri ini.” Dengan perasaan lega, ia pun lanjut menghibur diri dengan nonton acara-acara lainnya di televisi.

Keesokan harinya, ia mendapat kabar, bahwa sepupunya menderita sakit parah. Keluarga berkumpul untuk memberikan dukungan. Namun, ia tidak ikut serta. Ia berpikir, “Ah biarkanlah. Yang penting, aku nyaman dan aman di rumahku tercinta ini.” Lanjutkan membaca Melampaui Budaya Pembiaran

Martabat, Citra Diri, Hegemoni,….

mater.org.au
mater.org.au

Oleh Reza A.A Wattimena

Dosen di Fakultas Filsafat, Unika Widya Mandala, Surabaya

Hampir 12 jam setiap harinya, Amin (bukan nama sebenarnya) bekerja sebagai buruh tambang di pedalaman Aljazair, Afrika Utara. Pekerjaannya selalu melibatkan kekuatan fisik yang ekstrem. Bersama teman-temannya, ia menggali dan menutup galian dengan aspal setiap harinya. Ia menerima upah, namun sayang, upah itu tidak semestinya.

Untuk pekerjaan yang sama, rekannya yang berasal dari Inggris mendapat upah yang lebih tinggi. Kemampuan mereka sama. Bahkan, untuk beberapa situasi, kemampuan Amin lebih tinggi dari koleganya tersebut. Yang membedakan mereka dalam hal ini hanya satu: ras.

Karena ditekan situasi, Amin tak punya pilihan. Ia merasa, martabatnya sebagai manusia direndahkan, hanya karena ia berasal dari Indonesia. Menurut dia, bangsa Indonesia tak punya martabat di hadapan bangsa-bangsa lainnya di dunia. “Jika bekerja di Malaysia”, demikian katanya,”banyak perempuan Indonesia hanya akan menjadi pelacur. Sebagai pekerja, kami juga sering mengalami diskriminasi dari petugas resmi Malaysia, hanya karena kami orang Indonesia.”

Sistem politik dan ekonomi dunia memang memuliakan martabat satu ras tertentu, dan secara bersamaan merendahkan martabat ras lainnya. Di dalam politik, tindakan agresi satu bangsa tertentu dianggap sebagai pembebasan. Sementara, tindakan agresi bangsa lainnya dianggap sebagai terorisme. Di dalam bidang ekonomi, seperti yang dialami Amin, orang Indonesia seringkali mendapatkan upah yang jauh lebih rendah untuk pekerjaan yang sama, dibandingkan dengan orang yang berasal dari bangsa-bangsa lainnnya (Eropa, Amerika, Australia?) Lanjutkan membaca Martabat, Citra Diri, Hegemoni,….

Merancang Budaya Unggul

nithyananda.org
nithyananda.org

Oleh Reza A.A Wattimena

Dosen di Fakultas Filsafat, Unika Widya Mandala, Surabaya, sedang di München, Jerman

         Keunggulan suatu bangsa adalah karya tangan dari bangsa itu sendiri, dan bukan otomatis turun dari langit. Ratusan ribu doa akan percuma, jika orang tetap merampok dan bertindak merusak. Ini yang menurut saya harus ditekankan terlebih dahulu, sebelum kita berupaya merancang budaya yang melahirkan keunggulan di berbagai bidang di Indonesia.

         Di era globalisasi sekarang ini, kekuatan suatu bangsa bukan semata sumber daya alam atau luas wilayahnya, melainkan pertama dan terutama adalah kekuatan kultur yang melahirkan manusia-manusia yang kreatif dan luhur. Namun, seperti sudah dijelaskan sebelumnya, kultur tidak jatuh dari langit, melainkan hasil dari karya manusia. Kekuatan kultur dari suatu bangsalah yang mendorong bangsa itu mampu berkompetisi sekaligus bekerja sama untuk melahirkan kemakmuran bersama.

Kebebasan dan Rasa Aman

         Pertanyaan kunci berikutnya adalah, bagaimana membentuk kultur yang melahirkan manusia-manusia kreatif sekaligus luhur tersebut? Saya melihat setidaknya adalah lima hal yang bisa dan perlu untuk diusahakan. Yang pertama adalah kebebasan. Dalam arti ini, masyarakat mendorong setiap warganya untuk secara bebas mengejar panggilan hidup dan mengembangkan keahlian mereka, tanpa paksaan. Lanjutkan membaca Merancang Budaya Unggul

Revitalisasi Negara

Kompas, 4 Juli 2011

ikiwq.com

Oleh Eko Prasojo

Membaca tulisan dan kritik berbagai kalangan akhir-akhir ini seakan merasakan kuatnya dorongan perubahan menyeluruh dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Pemerintah mengklaim bahwa pertumbuhan ekonomi mencapai 6 persen, sedangkan sejumlah kalangan berpendapat bahwa perkembangan sektor riil semakin jauh dari harapan masyarakat. Pada sisi lain, keadaan politik semakin tidak menentu, oportunisme di kalangan politisi semakin tinggi dengan fenomena perpindahan partai, kinerja dewan, baik di pusat maupun di daerah, dikritisi tidak optimal. Sedangkan korupsi hampir dapat dipastikan semakin terinternalisasi menjadi budaya yang kokoh, baik di birokrasi, politik, maupun peradilan. Lanjutkan membaca Revitalisasi Negara

Mafia Ideologi dan Budaya Rasionalisme

ideology_487805 Oleh: REZA A.A WATTIMENA

Di dalam salah satu tulisannya di harian Kompas, Komaruddin Hidayat (Sabtu, 24 April 2010) mengungkap perlunya Indonesia untuk memiliki satu ideologi yang jelas, yang bisa memberikan arah sekaligus panduan di dalam proses pembangunan. Baginya Reformasi yang berlangsung selama ini tidak memiliki arah maupun ideologi yang jelas, sehingga bangsa Indonesia kini terjebak dalam kebingungan.

Pada hari yang sama di harian Kompas, Budiarto Shambazzy menuliskan tentang merebaknya mafia di berbagai sendi kehidupan berbangsa dan bernegara, mulai dari mafia pajak, mafia sepak bola, mafia hukum, dan berbagai mafia lainnya. Jejaring mafia ini menurutnya bagaikan kanker yang menggerogoti tubuh bangsa Indonesia, dan menjadikannya tidak berdaya.

Dari dua tulisan tersebut, saya melihat adanya satu pertanyaan penting, jika Indonesia hendak menetapkan satu ideologi bangsa yang jelas, mungkinkah ideologi tersebut juga menjadi korban dari mafia? Mungkinkah Indonesia juga jatuh ke tangan para mafia ideologi?

Lanjutkan membaca Mafia Ideologi dan Budaya Rasionalisme