Memanusiakan Sistem

Image result for tyranny of meritOleh Reza A.A Wattimena

Barrack Hussein Obama, mantan Presiden Amerika Serikat. Ia terkenal sebagai Presiden AS pertama yang berkulit hitam. Cara berbicaranya sangat inspiratif. Ia dianggap sebagai presiden yang “gaul” dengan kebijakan-kebijakan yang dinilai cukup berhasil.

Ia adalah anak imigran yang kemudian belajar dan sukses di Amerika Serikat. Awalnya, ia tinggal di Hawai, dan kemudian melanjutkan kuliah di Fakultas Hukum Universitas Harvard. Ia lalu menjadi politisi di Chicago, dan kemudian menjadi Presiden Amerika Serikat ke 44 pada 2008 lalu. Lanjutkan membaca Memanusiakan Sistem

Dalam Cengkraman Kemiskinan

Art Ranked Discovery Engine

Oleh Reza A.A Wattimena

Peneliti, Tinggal di Jakarta

Kereta arah Bandara Soekarno Hatta Jakarta dari Sudirman memang sangat canggih dan nyaman. Ini prestasi besar bagi bangsa Indonesia, walaupun sudah seharusnya dari dulu diciptakan. Namun, karena politik yang lamban dan korup, ia akhirnya baru tercipta sekarang. Kereta ini merupakan jalan keluar efektif untuk kemacetan dan kekacauan perjalanan dari dan ke arah Bandara Soekarno Hatta, Jakarta.

Tempat duduknya sangat nyaman. Peraturan juga ditegakkan dengan baik. Suasana juga amat bersih dan aman. Dalam banyak hal, kereta ini bahkan lebih nyaman, daripada kereta yang biasa saya tumpangi di negara-negara dengan tingkat ekonomi maju. Lanjutkan membaca Dalam Cengkraman Kemiskinan

Tolong, Bayinya Jangan Dibuang

Too Much Baby – Mark Bryan

Oleh Reza A.A Wattimena

Peneliti, Tinggal di Jakarta

Alkisah, seorang ibu sedang memandikan bayinya di dalam sebuah bak mandi kecil. Tubuh dan rambut sudah dibersihkan dengan sabun dan shampoo terbaik.  Semua kotoran sudah lenyap dari tubuh, walaupun masih menggenang di air cucian bayi.

Setelah selesai, air kotorannya pun dibuang. Lalu, apakah bayinya juga dibuang? Tentu saja tidak. Hanya orang sakit yang membuang bayi bersama dengan air cuciannya, setelah ia selesai mandi. Lanjutkan membaca Tolong, Bayinya Jangan Dibuang

Kanker itu Bernama Kesenjangan Global

fgl2
The Kiss- Read Opium

Oleh Reza A.A Wattimena

Dosen Hubungan Internasional, Universitas Presiden, Cikarang

Berapa gaji presiden direktur sebuah perusahaan swasta menengah di Jakarta? Bandingkan dengan gaji seseorang yang baru saja lulus kuliah.

Anda pasti akan menemukan jarak yang amat besar, apalagi jika anda bekerja di perusahaan multinasional dengan modal raksasa. Banyak orang tidak lagi mempertanyakan hal ini, karena sudah menjadi bagian hidup sehari-hari masyarakat Indonesia.

Di tengah peliknya kompetisi ekonomi nasional, yang kaya semakin kaya, sementara yang miskin justru semakin miskin. Terciptalah kesenjangan sosial yang amat besar antara si kaya dan si miskin.

Yang satu sibuk memikirkan mau nongkrong di mall mana nanti malam. Yang lain sibuk memikirkan mau makan apa nanti malam. Lanjutkan membaca Kanker itu Bernama Kesenjangan Global

Tentang “Kepantasan”

tetsuya-ishida-09Oleh Reza A.A Wattimena

Pendiri Program “Sudut Pandang” (www.rumahfilsafat.com)

Beberapa bulan ini, saya tinggal di dua kota terbesar di Indonesia, yakni Jakarta dan Surabaya. Ada satu hal yang cukup menganggu pikiran saya. Di dua kota besar tersebut, mobil sekaligus motor mewah seri terbaru berkeliaran di jalan raya. Rumah mewah juga bertebaran di mana-mana.

Pesta perkawinan dan ulang tahun dirayakan dengan begitu mewah. Banyak orang juga bergaya hidup mewah, tanpa peduli hal-hal lain, kecuali kenikmatan diri dan kerabatnya. Keadaan ini sebenarnya tak bermasalah, jika Indonesia sudah bisa dianggap sebagai negara makmur. Namun, kenyataan berbicara berbeda: Indonesia masih merupakan negara berkembang dengan tingkat kemiskinan yang terus meningkat (per data Badan Pusat Statistik Juli 2016). Lanjutkan membaca Tentang “Kepantasan”

Kesenjangan yang Mencekik Jiwa

soxfirst.com
soxfirst.com

Oleh Reza A.A Wattimena,

Dosen di Fakultas Filsafat Unika Widya Mandala Surabaya

Tidak sulit menemukan mobil-mobil mewah seri terbaru di jalan-jalan besar Surabaya. Setiap hari, saya berdecak kagum melihat kendaraan mewah berlalu lalang, seolah tanpa henti dan tak kenal waktu. Mall besar menjual barang-barang mewah, namun tetap tak pernah kekurangan pembeli di kota pahlawan ini. Namun, kemewahan ini tetap hanya satu sisi dari wajah Surabaya.

Di antara jajaran rel kereta api, pemukiman kumuh yang tak layak tinggal juga dapat dengan mudah ditemukan di Surabaya. Pinggir kali juga kerap menjadi tempat huni, dimana airnya digunakan untuk kebutuhan sehari-hari, seperti mencuci baju ataupun memasak. Anak-anak di bawah umur 10 tahun juga masih berjualan di jalan-jalan raya, supaya bisa membantu orang tuanya mencari nafkah. Surabaya bagaikan terbelah di antara dua dunia, yakni di antara orang-orang kaya bermobil dan berumah mewah di satu sisi, dan orang-orang miskin yang masih amat kesulitan untuk sekedar memenuhi kebutuhan dasarnya sebagai manusia yang bermartabat.

Di ujung Surabaya Timur dan Barat, rumah-rumah mewah berdiri bagaikan raksasa arogan yang tak malu menampilkan dirinya. Pagar besi dengan ukiran mewah menjulang tinggi. Harganya konon mencapai 300 juta rupiah, hanya untuk pagarnya saja. Kemewahan ini dipadu dengan berbagai aksesoris rumah mewah yang seringkali terlihat tak pas secara artistik.

Di Surabaya Barat sudah berdiri sebuah mall yang memang secara khusus menjual barang-barang mewah. Namun, mereka tak pernah kekurangan pembeli. Tas seharga 5 sampai 10 juta rupiah tetap laku, bak kacang goreng. Alat elektronik mewah juga menjadi target serbuan orang-orang kaya di Surabaya ini. Saya yakin, pemandangan yang sama juga mulai dapat ditemukan di kota-kota besar Indonesia lainnya. Lanjutkan membaca Kesenjangan yang Mencekik Jiwa