Terbitan Terbaru: Kosmopolitanisme, Universalisme dan Radikalisme Agama

KOSMOPOLITANISME SEBAGAI JALAN KELUAR ATAS TEGANGAN ABADI ANTARA NEOKOLONIALISME, RADIKALISME AGAMA, DAN MULTIKULTURALISME

Diterbitkan di

JURNAL LEDALERO, Vol. 17, No. 7, Juni 2018

Oleh Reza A.A Wattimena

Abstrak

Tulisan ini hendak mengajukan jalan keluar teoritis untuk perdebatan universalisme dan partikularisme. Perdebatan ini berkembang menjadi tegangan antara neokolonialisme, multikulturalisme dan radikalisme agama di abad 21. Metode yang digunakan adalah analisis tekstual kritis dengan terlebih dahulu memberikan definisi tentang universalisme, partikularisme, multikulturalisme dan radikalisme agama, serta masuk pada jalan keluar yang diajukan, yakni kosmopolitanisme. Sebagai sebuah pendekatan, kosmpolitanisme juga memiliki dampak luas di berbagai bidang. Dampak ini juga akan menjadi bagian dari tulisan.    Lanjutkan membaca Terbitan Terbaru: Kosmopolitanisme, Universalisme dan Radikalisme Agama

Buku Terbaru: To Infinity and Beyond, Cosmopolitanism in International Relations

Penulis

Reza A.A Wattimena

Anak Agung Banyu Perwita

Penerbit: Ary Suta Center

Bisa didapatkan di

Ary Suta Center
Contact person:
Priska (081370170585)
Nurul (085362026629)
Email: arysutacenter@arysutacenter.com

Forewords 

Ary Suta Center stands for three things, namely building competencies, value creation and increasing competitiveness in Indonesia. Central to these things is the cooperation in scientific researchs and programs with so called people with fair minds and executive intelligence. From this cooperation, the higher level of competitiveness and value creation can be created in order to enhance the innovative capabilities of Indonesian based on good leadership, strategy and critical thinking in various areas of life, namely social-cultural, politics, economics, human relations and education. Lanjutkan membaca Buku Terbaru: To Infinity and Beyond, Cosmopolitanism in International Relations

Artikel Jurnal Ilmiah Terbaru: Critical Analysis on Barry Buzan’s Interpretation of the English School

Critical Analysis on Barry Buzan’s Interpretation of the English School: Perspective of Cosmopolitanism Theory in International Relations

by
Reza A.A Wattimena
Independent Researcher

Diterbitkan di  VOL 11, NO 2 (2017): JURNAL GLOBAL & STRATEGIS, Universitas Airlangga Surabaya

Abstract
English School provides various concepts and methods to understand the contemporary international relations between international entities. The three basic concepts are international system, international society and world society. In his book, Barry Buzan offers his interpretation of the epistemological framework of English School, especially the concept of international society. This writing describes shortly his interpretation and offers critical remarks from the perspective of cosmopolitanism theory, namely the view to see human not just as a member of a certain community, but also as the member of the universe. There are two basic critical remarks on Buzan’s interpretation. The first is anthropocentrism, namely the view that puts human as the (self-appointed) most important creature in the universe. The second is epistemological misunderstanding of classical European philosophy, especially Thomas Hobbes and Niccolo Machiavelli, on the concept of natural condition of human that will inspire the basic notion of classical realism in international system. The basic purpose of this writing is to enrich methodological debate in International Relations as multidisciplinary science.

Keywords: English School, International Relations, International Society, Cosmopolitanism, International System, World Society

Abstrak
English School menyediakan berbagai konsep dan metode untuk memahami hubungan internasional kontemporer di antara berbagai entitas internasional. Tiga konsep dasarnya adalah sistem internasional, masyarakat internasional dan masyarakat dunia. Dalam bukunya, Barry Buzan menawarkan interpretasinya tentang kerangka epistemologis English School , terutama konsep masyarakat internasional. Tulisan ini menjelaskan penafsiran Buzan dan menawarkan pemikiran kritisnya dari perspektif teori kosmopolitanisme, yaitu pandangan yang melihat manusia tidak hanya sebagai anggota komunitas tertentu, tetapi juga sebagai anggota semesta. Terdapat dua dasar pandangan kritis tentang penafsiran Buzan. Pertama adalah antroposentrisme, yaitu pandangan yang menempatkan manusia sebagai makhluk yang paling penting di alam semesta. Yang kedua adalah kesalahpahaman epistemologis filsafat klasik Eropa, terutama Thomas Hobbes dan Niccolo Machiavelli, mengenai konsep kondisi alami manusia yang akan mengilhami gagasan dasar realisme klasik dalam sistem internasional. Tujuan dasar penulisan ini adalah untuk memperkaya debat metodologis dalam Hubungan Internasional sebagai sains multidisiplin.

Kata-kata kunci: English School, Hubungan Internasional, Masyarakat Internasional, Kosmopolitanisme, Sistem Internasional, Masyarakat Dunia

Naskah lengkap bisa diunduh di link berikut:

https://e-journal.unair.ac.id/JGS/article/view/6066/4221

Manusia Kosmopolis

cosmic-birth-ian-macqueenPendidikan dan Pencarian yang “Asli”

Oleh Reza A.A Wattimena

Dosen Hubungan Internasional, Universitas Presiden, Cikarang

Banyak konflik di dunia ini disebabkan kelekatan kita pada identitas sosial kita. Kita merasa menjadi bagian dari suatu kelompok tertentu, entah ras, etnis, bangsa, negara ataupun agama.

Lalu, kita beranggapan, bahwa kelompok kita memiliki kebenaran tertinggi. Kelompok lain adalah kelompok sesat.

Kesalahan berpikir ini telah mengantarkan manusia pada konflik berdarah, pembunuhan massal, pembersihan etnis sampai dengan genosida. Ratusan juta orang terkapar berdarah sepanjang sejarah, akibat kesalahan berpikir semacam ini.

Bagaimana supaya kesalahan berpikir mendasar tentang dunia ini bisa diperbaiki? Saya ingin menawarkan ide tentang manusia kosmopolis. Lanjutkan membaca Manusia Kosmopolis

Otfried Höffe dan Republik Dunia

novartisstiftung.org
novartisstiftung.org

Oleh Reza A.A Wattimena

Dosen Filsafat Politik, Universitas Katolik Widya Mandala, Surabaya, sedang di München, Jerman

Di Jerman sekarang ini sedang ada diskusi kencang tentang status imigran dan pengungsi. Mereka biasanya adalah orang-orang yang meninggalkan tanah airnya, karena perang atau kemiskinan, terutama dari Timur Tengah dan Afrika. Mayoritas tentu saja datang dari Suriah, yang sedang mengalami perang saudara. Diskusi menjadi keruh, karena Jerman tak mau menerima terlalu banyak pengungsi, karena dianggap akan membebani ekonomi dan budaya (mayoritas berlatar belakang Kristen dan Katolik) mereka.

Jalan tengah adalah, para pengungsi dan imigran diberi kesempatan menetap dalam jangka waktu tertentu, biasanya 1 sampai 2 tahun. Setelah perang usai, mereka harus kembali ke negara asal mereka. Seluruh perdebatan ini, pada hemat saya, berpijak pada satu pengandaian, bahwa kita ini berbeda. Warga negara satu berbeda dengan warga negara lainnya.

Seolah-olah, kita hidup di dunia yang berbeda (negara dan budaya yang berbeda), walaupun menginjak bumi yang sama. Jika pengandaian ini kita ubah, maka perdebatan akan jauh menjadi lebih jelas. Saya berpendapat, bahwa dalam diskusi soal imigrasi dan pengungsi, kita perlu menggunakan paradigma kosmopolitisme, yakni pandangan yang menyatakan, bahwa kita semua pada dasarnya adalah manusia yang sama, yang merupakan warga dari dunia (Weltbürger) yang sama. Segala perbedaan perlu dilampaui, dan kita perlu melihat diri kita sendiri sebagai manusia di atas tanah dan langit yang sama, tak lebih dan tak kurang. Lanjutkan membaca Otfried Höffe dan Republik Dunia