Merindukan Sosok “Ilmuwan-Pemimpin”

3589995-WRSNONSJ-7
Carmelo Margarone

Oleh Reza A.A Wattimena

Angela Merkel, Kanselir Jerman, memang sangat luar biasa. Di tengah pandemik virus global, ia memimpin sebuah negara dengan cara berpikir ilmiah yang amat tajam. Ia mengumpukan informasi. Ia bersikap jujur tentang data yang ada, dan apa yang belum diketahuinya. Alhasil, Jerman adalah salah satu negara yang berhasil menangani pandemik COVID 19 ini dengan nyaris sempurna.

Yang mengerikan sebenarnya bukan virus Covid 19 itu sendiri. Kita sudah berulang kali diserang oleh virus yang membawa petaka besar. Yang mengerikan adalah “pandemik pikiran manusia” (pandemic of the mind) itu sendiri. Ini adalah keadaan, ketika kebohongan dan sikap panik meracuni dunia, sehingga bangsa-bangsa hidup dalam kecemasan dan ketakutan yang berlebihan. Lanjutkan membaca Merindukan Sosok “Ilmuwan-Pemimpin”

ANTARA AKU DAN DUNIA

wikipedia
wikipedia

URAIAN DAN TANGGAPAN ATAS FILSAFAT PENDIDIKAN WILHELM VON HUMBOLDT DI DALAM THEORIE DER BILDUNG DES MENSCHEN

Reza A.A Wattimena, Faculty of Philosophy Widya Mandala Catholic University Surabaya, Indonesia

Wilhelm von Humboldt has put the foundation of Germany’s educational system. He emphasizes the importance of integrity in term of individual personality. Through education, one can develop one’s integrity and personality. The basis of this integrity is human freedom, that is, the freedom to decide one’s own worldview according to one’s choices in life. With this freedom, human is fashioned through the process of education to develop his/her intellectual knowledge, conscience and skills to work in life. One then can contribute genuinely to the development of one’s neighbourhood and society. However, Humboldt’s theory of education needs some critical remarks as well. Without bold conscience the concept of integrity and personality might be twisted into a justification of selfimportance. Germany had its own criticism concerning this arrogance during the World War II. Apart from that, when interpreted and applied critically, Humboldt’s ideas of education may contribute a great deal to the development of educational system as well as philosophy of education in Indonesia.

Upaya untuk menemukan filsafat dan sistem pendidikan untuk Indonesia perlu terus menerus dilakukan. Dunia terus berubah. Banyak hal baru ditemukan. Hubungan antarmanusia dan antarbangsa pun berubah. Teknologi maju begitu pesat. Hal-hal lama ditinggalkan, namun sekaligus hal-hal baru belum sepenuhnya terpahami. Manusia hidup terus menerus dalam situasi persimpangan. Stabilitas pun menjadi sesuatu yang nyaris tak tercapai. Untuk bisa bertahan dan berkembang sebagai bangsa, Indonesia perlu meningkatkan sumber daya manusianya. Dalam hal ini, pengembangan pendidikan adalah kunci utama yang tak bisa diabaikan. Setidak-tidaknya ada dua jalan yang bisa ditempuh. Pertama, mengamati dengan teliti sejarah perkembangan pendidikan di Indonesia, dan menafsirkan kembali ide-ide dasar para tokoh pendidikan di Indonesia. Kedua, belajar dari pengalaman bangsa lain. Lanjutkan membaca ANTARA AKU DAN DUNIA

Mittelstand: Belajar Filsafat Bisnis dari Jerman

http://www.mittelstand-optimierung.de
http://www.mittelstand-optimierung.de

Oleh Reza A.A Wattimena

Dosen Filsafat Politik, Fakultas Filsafat Unika Widya Mandala Surabaya, sedang belajar di Bonn Jerman

Sekitar sepuluh tahun yang lalu, para praktisi bisnis dan ekonomi AS dan Inggris menertawai strategi ekonomi Jerman. Bagi mereka, kebijakan ekonomi perusahaan-perusahaan Jerman, yang menolak untuk melakukan investasi finansial di bursa-bursa saham untuk meraup keuntungan secara cepat, dan masih giat memproduksi berbagai bentuk barang, amatlah kuno dan konservatif. Sepuluh tahun berlalu, dan dunia dihantam krisis yang diakibatkan para pemain pasar finansial yang bertindak semaunya. Sekarang, siapa menertawakan siapa? (Campbell, 2012)

Ketika Eropa diguncang oleh krisis hutang yang mengancam sebagian negaranya, ekonomi Jerman malah mengalami surplus. Ekspor meningkat, dan angka pengangguran menyentuh titik terendah selama 20 tahun terakhir. Kita bisa mengajukan pertanyaan kecil, apa kuncinya? Apa rahasia keberhasilan ekonomi Jerman di awal abad ke 21 ini?

Rahasianya adalah Mittelstand. Secara harafiah, kata ini bisa diterjemahkan sebagai “kelas menengah”, atau bisnis kelas menengah. Namun, maknanya lebih dalam dan lebih luas daripada itu, yakni suatu etos kerja, dan suatu paham filosofis tentang bagaimana kita harus hidup. Secara sederhana, ada beberapa inti dari Mittelstand, yakni etos kerja radikal, spesialisasi, familiaritas, kejujuran, konservatisme keuangan, investasi pada manusia, dan pemerintah yang kompeten. Lanjutkan membaca Mittelstand: Belajar Filsafat Bisnis dari Jerman

Hannah Arendt, Banalitas Kejahatan, dan Situasi Indonesia

blogspot.com

Oleh Reza A.A Wattimena

Fakultas Filsafat, UNIKA Widya Mandala, Surabaya

Para pelaku kejahatan tidaklah harus orang-orang jahat berhati kejam penuh dendam. Orang-orang biasa pun bisa melakukan kejahatan besar, ketika ia tidak memiliki imajinasi untuk membayangkan posisi orang lain, dan tidak berpikir kritis di dalam melihat keadaan secara lebih luas. Di dalam tulisan ini, dengan berpijak pada pemikiran Hannah Arendt, saya akan mencoba menjelaskan argumen tersebut, dan menggunakannya untuk memahami situasi Indonesia. Awalnya saya akan memperkenalkan secara singkat sosok Hannah Arendt (1), menjabarkan pemikirannya tentang banalitas kejahatan yang tertulis di dalam bukunya yang berjudul Eichmann in Jerusalem: A Report on the Banality of Evil (2), dan menunjukkan relevansi pemikiran Arendt untuk memahami situasi di Indonesia (3). Saya banyak terbantu dari tulisan Seyla Benhabib tentang Arendt. Lanjutkan membaca Hannah Arendt, Banalitas Kejahatan, dan Situasi Indonesia

Hannah Arendt dan Banalitas Kejahatan

http://1.bp.blogspot.com

Oleh Reza A.A Wattimena

Dosen di Fakultas Filsafat, UNIKA Widya Mandala, Surabaya

Hannah Arendt adalah seorang filsuf politik ternama di abad keduapuluh. Ia lahir pada 1906 di Hanover, Jerman, dan meninggal di New York pada 1975.[1] Pada 1924 ia belajar di Universitas Marburg, Jerman, dan berjumpa dengan Martin Heidegger. Pada masa itu Heidegger sudah dikenal sebagai salah satu filsuf besar di dalam Sejarah Filsafat. Pemikirannya tentang fenomenologi ada (phenomenology of being) memicu diskusi filosofis di berbagai universitas di Eropa dan Amerika. Walaupun sebentar perjumpaan Arendt dengan Heidegger amat mempengaruhi pemikiran filsafat Arendt. Kisah cinta mereka pun menjadi legendaris di kalangan para filsuf, sampai sekarang ini. Ia belajar di Marburg selama setahun, lalu pindah ke Freiburg. Di Freiburg Arendt belajar di bawah Edmund Husserl. Pada 1926 ia pindah ke Universitas Heidelberg untuk belajar di bawah Karl Jaspers, seorang filsuf Jerman ternama. Arendt dan Jaspers menjalin persahabatan yang amat dekat dan panjang. Pada 1933 karena Hitler memperoleh kekuasaan politik tertinggi di Jerman, Arendt terpaksa meninggalkan Jerman, lalu pergi ke Polandia, Swiss, dan kemudian Paris, Prancis. Di sana ia tinggal selama 6 tahun, dan bekerja sebagai pendamping para pengungsi. Lanjutkan membaca Hannah Arendt dan Banalitas Kejahatan

Penonton

http://www.caravetgroup.com

Oleh Reza A.A Wattimena

Apa yang orang Jerman lakukan, ketika mereka menyaksikan banyak orang Yahudi digiring ke kamp-kamp konsentrasi pada waktu perang dunia kedua? Mereka menonton. Ya, mereka adalah penonton.

Apa yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi, ketika mereka melihat Yesus disalib? Sama.. mereka juga menonton. Mereka juga adalah penonton.

Apa yang orang-orang Indonesia lakukan, ketika mereka melihat banyak orang-orang tak bersalah ditangkap, lalu dibunuh begitu saja, sewaktu ramai pembantaian kaum PKI oleh militer pada dekade 1960-an? Kita menonton.

Pembiaran

Menonton berarti membiarkan. Kita menonton berarti kita juga membiarkan, bahkan ketika terjadi hal-hal yang amat buruk di depan mata kita. Kita menolak untuk ambil bagian. Kita memilih kenikmatan palsu dengan menjadi pengamat yang mau main aman. Lanjutkan membaca Penonton