Keadilan untuk Semua? Sebuah Tantangan

Oleh Reza A.A Wattimena

Naskah pemancing diskusi untuk Acara Diskusi dan Peluncuran Buku “Keadilan untuk Semua?” pada Rabu 26 Juli 2017 pukul 9.15 di Universitas Presiden, Cikarang, Indonesia

Mencari dan mempertahankan keadaan yang adil, itulah salah satu tantangan abadi di dalam kehidupan manusia. Plato sendiri, salah satu filsuf terbesar di dalam sejarah Filsafat Barat, juga menegaskan, bahwa keadilan merupakan keutamaan terpenting yang bisa dimiliki manusia. Kehidupan pribadi dan kehidupan bersama bisa berjalan lancar, jika ditata dengan adil. Sejahat apapun orang, namun jika ia bisa bersikap adil, maka kejahatannya akan menjadi relatif di hadapan sikap adilnya tersebut.

Sebagai sebuah keutamaan yang penting, keadilan juga memiliki beragam makna. Arti dari keadilan juga menentukan, bagaimana keutamaan tersebut dibentuk dan dikembangkan di dalam diri manusia. Pemahaman tentang keadilan juga berubah seturut dengan perubahan kehidupan manusia. Salah satu pertanyaan terpenting di sini adalah, apakah ada yang disebut sebagai konsep keadilan universal, ataukah keadilan amat tergantung dari pemahaman masing-masing orang dan kelompok yang memiliki latar belakang sosialnya masing-masing? Lanjutkan membaca Keadilan untuk Semua? Sebuah Tantangan

Buku Terbaru: Esei-esei Keadilan untuk Ahok

Penulis:

Abdy Busthan, S.Pd., M.Pd.

Dr. phil. Reza A. A. Wattimena

Pdt. Dr. Mesakh A. P. Dethan., M.Th., MA.

Fransiskus Ransus, S.S., M.Hum

Suhendra, M.A.

Pengantar

Oleh Reza A. A. Wattimena (Dosen Hubungan Internasional di Universitas Presiden Cikarang, Peneliti di President Center for International Studies/PRECIS)

Penulis adalah cermin dari jamannya. Ungkapan ini jelas mengandung kebenaran di dalamnya. Penulis adalah para pemikir. Mereka menuangkan gagasan mereka ke dalam karya sebagai sebuah tanggapan atas keadaan jaman. Itulah yang kiranya dilakukan para penulis buku ini. Mereka membaca jaman, dan memutuskan untuk terlibat di dalam jaman mereka melalui karya nyata.

Memang, kita hidup di jaman yang penuh dengan ketidakadilan. Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), politikus yang tegas menghadapi korupsi dan keterbelakangan di ibu kota Indonesia, justru menjadi korban dari kesempitan berpikir masyarakatnya sendiri.

Buku ini adalah tanggapan para penulis dan pemikir atas keadaan yang penuh ketidakadilan semacam ini. Para penulis buku ini mengupas beragam hal yang penting untuk hidup bersama, seperti kaitan antara agama dan politik, kemanusiaan, keadilan, radikalisme dan nasionalisme yang sempit. Mereka juga mencoba menawarkan jalan keluar dari beragam kesempitan berpikir yang terjadi.

Tujuan mereka sederhana, yakni terciptanya masyarakat beradab yang cerdas dan adil untuk semua. Tujuan yang amat indah, namun amat sulit terwujud di dalam kenyataan.

Buku ini juga merupakan sebuah buku perjuangan, tepatnya perjuangan melawan ketidakadilan. Sebagai rakyat, kita perlu memiliki keberanian sipil untuk bersuara, ketika melihat ketidakadilan. Keberanian sipil itu diwujudkan di dalam karya yang tentu berguna untuk kebaikan bersama. Harapannya, buku ini bisa mengundang kita semua untuk merefleksikan ulang sikap, keputusan dan perilaku kita di dalam berpolitik, supaya bisa semakin mendekati keadilan yang sesungguhnya.

Buku berjudul ―esai-esai Keadilan untuk Ahok― ini juga terbit tepat pada waktunya. Bangsa Indonesia tengah dirudung hantu perpecahan, akibat ketidakadilan yang dirasakan di banyak tempat. Bangsa Indonesia membutuhkan titik tolak yang sama, supaya bisa tetap bersatu, dan bekerja sama mewujudkan keadilan dan kemakmuran untuk semua, tanpa kecuali. Titik tolak yang sama, yang lahir dari kedalaman renungan dan pemikiran, inilah yang ditawarkan buku ini, terutama menanggapi ketidakadilan yang ditimpakan kepada Ahok.

Semoga buku ini bisa memberikan pencerahan, dan membuat kita bijak di dalam menyingkapi kehidupan bersama kita. Harapan saya juga, semoga para pembuat kebijakan dan tokoh masyarakat membaca buku ini, dan terbuka pikirannya, sehingga bisa memberikan dan menghadirkan keadilan yang amat sangat dibutuhkan, tidak hanya oleh Ahok, tetapi oleh seluruh komponen dalam bangsa ini. Semoga harapan saya tidak tinggal menjadi sekedar harapan. Selamat membaca

Cikarang, 24 Mei 2017,

Bisa diperoleh di

Penerbit: Desna Life Ministry,  Jln. Bakti Karya 20 B, Kecamatan Oebobo, Kupang – NTT Telp. 081-333-343-222
E-mail: desnapenerbit@yahoo.com Website: desnapublishing.blogspot.co.id

 

Lex iniusta non est lex: Refleksi tentang Hukum, Keadilan dan “Fenomena Ahok”

 

Pinterest

Oleh Reza A.A Wattimena

Dosen Hubungan Internasional, Universitas Presiden, Cikarang,  

Sejak 2014 lalu, “fenomena Ahok” tidak hanya menggetarkan Jakarta, tetapi juga dunia. Dengan berbagai tindakan dan keputusannya, Ahok, sebagai Gubernur Jakarta, menggoyang tata politik Jakarta. Tindakannya mengundang kecaman, sekaligus pujian dari berbagai pihak. Ia bahkan memperoleh penghargaan sebagai salah satu gubernur terbaik di dunia. Banyak gubernur di Indonesia menjadikan Ahok sebagai teladan kepemimpinan dan tata kelola kota. Berbagai penelitian pun dibuat untuk menganalisis gaya kepemimpinan Ahok yang memang berbeda dibandingkan dengan kepemimpinan sebelumnya di Jakarta.

“Fenomena Ahok” ini semakin memanas, ketika ia terserat kasus penodaan agama, dan diputuskan bersalah oleh hakim. Seketika itu pula, tanggapan dari berbagai penjuru dunia datang. “Fenomena Ahok” pun justru menjadi semakin fenomenal. Saya ingin meninjau fenomena ini dari sudut pandang perdebatan di dalam kajian hukum klasik, yakni tegangan antara hukum dan keadilan. Lebih dari itu, saya juga ingin melihat pengaruh unsur politik di dalam kaitan antara hukum dan keadilan tersebut.  Lanjutkan membaca Lex iniusta non est lex: Refleksi tentang Hukum, Keadilan dan “Fenomena Ahok”

Ini tentang Ahok…

Ahok dan audit (step-12-11-2013), by Tb Arief Z.
Ahok dan audit (step-12-11-2013), by Tb Arief Z.

Penistaan Agama, Ruang Publik, Permainan Bahasa dan Kritik Diri yang Berkelanjutan

Oleh Reza A.A Wattimena

Dosen Hubungan Internasional, Universitas Presiden, Cikarang

Naskah Pemancing Diskusi untuk “Ngompol” (Ngomong Politik), Fakultas Humaniora, Universitas Presiden, Cikarang, 16 Februari 2017.  

2012 adalah tahun yang amat penting untuk penduduk Jakarta. Joko Widodo dan Basuki Tjahaya Purnama (Ahok) menjadi gubernur dan wakil gubernur Jakarta.

Keduanya amat fenomenal. Mereka membawa perubahan-perubahan besar bagi perkembangan Jakarta, mulai dari pelaksanaan program Mass Rapid Transportation yang tertunda puluhan tahun, sampai dengan pembebasan Tanah Abang dari cengkraman preman-preman liar.

Tak lama kemudian, Indonesia pun mengalami peristiwa yang mengguncang: Joko Widodo naik menjadi presiden pada 2014. Ahok pun resmi menjadi gubernur Jakarta yang menggantikan Joko Widodo.

Sebagai gubernur, sepak terjang Ahok tak kalah mencengangkan. Birokrasi lambat dan korupsi di kalangan pemerintahan daerah Jakarta dibabat habis. Infrastruktur dan tempat-tempat kumuh juga dibereskan, walaupun banyak mengundang kontroversi. Lanjutkan membaca Ini tentang Ahok…