Pada 7 Oktober 2021 lalu, saya berkunjung ke Pasar Baru, Jakarta. Saya kerap mengunjungi tempat ini bersama almarhum ayah dan ibu saya, ketika saya masih kecil. Saya berkunjung ke toko buku masa kecil saya, yakni Gramedia Pasar Baru. Terkaget, toko itu hampir tutup: hidup segan, mati tak mau.
Penyejuk udara sudah mati. Yang ada hanyalah kipas-kipas yang digantung di sudut-sudut ruangan. Tata buku juga amat terbatas. Yang dijual mayoritas novel-novel. Lanjutkan membaca Rayuan untuk Membaca
Kita beranggapan, ada yang disebut sebagai buku atau kitab suci. Buku tersebut ditulis oleh orang-orang suci. Bahkan, buku tersebut dianggap turun langsung dari Sang Pencipta. Isinya dianggap kebenaran mutlak, dan tidak boleh dipertanyakan lagi.
Anggapan ini salah besar. Tidak ada buku suci di dunia ini. Semua buku, tanpa kecuali, adalah karya manusia. Ia ditulis pada satu waktu dengan tujuan tertentu. Lanjutkan membaca Seni Membaca “Buku/Kitab Suci”
Bolehkah saya membaca buku-buku bajakan yang bisa dengan mudah diperoleh di internet dalam bentuk soft copy? Kalau boleh mengapa? Kalau tidak mengapa? Bukankah informasi dan pengetahuan itu untuk semua orang, sehingga bisa diakses oleh siapapun? Namun di sisi lain, bukankah buku itu adalah karya cipta seseorang yang berhak mendapatkan penghargaan atas karyanya tersebut? Kalau kita mengunduh secara gratis sebuah buku, bukankah kita melanggar hak si pengarang untuk mendapatkan penghargaan atas usaha kreatifnya menulis buku?
Pro Kontra
Di dalam salah satu eseinya yang berjudul The Ethics of Internet Piracy, Peter Singer mencoba menganalisis masalah ini. Ia membuat alur berpikir berikut. Bayangkan jika saya mencuri buku dari orang lain, maka orang itu akan mengalami kerugian. Saya untung, tetapi ia rugi. Ini jelas salah, dan tidak boleh dilakukan. Lanjutkan membaca Buku Bajakan di Alam Demokrasi