
Oleh Reza A.A Wattimena
Siapa yang tahu soal masa depan? Bagaimana kita bersikap pada apa yang belum pasti di depan? Inilah pertanyaan yang menghantui dunia kita yang semakin banyak tantangan. Ditekan oleh tantangan jaman, kita seringkali berubah menjadi pengecut yang selalu gelagapan.
Itulah yang terjadi di Indonesia. Banyak orang khawatir akan masa depan hidupnya. Bisnis asuransi masa depan menjamur dan membuat banyak orang terjerat di dalam jaring-jaringnya. Baik sebagai individual warga negara, ataupun sebagai bangsa, kita takut akan masa depan, dan kehilangan pegangan dasar.
Nilai-nilai dasar yang membuat kita manusiawi lenyap tak terasa. Di hadapan tantangan ketidakpastian, kita membuang nilai-nilai hidup yang membuat kita berharga pada awalnya. Kita menjadi pengecut-pengecut yang takut pada gerak dunia. Pada akhirnya kita pun lenyap, karena lupa akan identitas asali kita.
Di dalam hidup mayoritas yang kita alami bukanlah peristiwa besar, melainkan peristiwa yang biasa-biasa saja. Kita menjalani rutinitas yang selalu sama. Rasa jemu pun datang tak diminta. Di dalam kejemuan semua yang kita anggap berharga seolah tak lagi bermakna.
Di sisi lain kita seringkali mengalami peristiwa-peristiwa luar biasa, entah mengalami krisis kegagalan, atau keberhasilan yang menyenangkan hati. Dunia seolah dihempas ke arah-arah ekstrem, tanpa bisa kita kuasai. Hati terus dipenuhi dengan sensasi. Hari- hari pun terasa berwarna-warni.
Ketika kita jemu, krisis, ataupun ceria di dalam keberhasilan, kita seringkali lupa tentang nilai-nilai dasar hidup yang sejati. Akibatnya kebingungan pun tercipta, dan merusak ketenangan diri. Tujuan hidup sejati yang terlupa, dan orang sibuk pada hal-hal yang tidak sejati. Pada akhirnya ia merasa hampa dan tak bahagia.
Supaya itu tak terjadi, ada dua hal yang tetap harus dijaga, yakni kesetiaan pada nilai-nilai dasar hidup, dan kemampuan untuk bertahan menghadapi gejolak, ataupun kejemuan. Nilai-nilai hidup adalah yang membuat kita awalnya menjadi manusia, dan bukan binatang ataupun tumbuhan. Adapun nilai-nilai itu adalah hormat pada martabat manusia, keteguhan hati di tengah badai ataupun kejemuan, keberanian menyatakan apa yang benar, dan keberanian untuk bertindak apa yang baik, lepas dari apapun yang mengancam. Tanpa nilai-nilai hidup itu, kita tidak bisa disebut sebagai manusia seutuhnya.
Manusia perlu untuk selalu menjadi tujuan, apapun yang terjadi. Ia tidak pernah boleh menjadi alat bagi tujuan apapun di luar dirinya. Manusia bukan barang ataupun alat yang bisa dimanfaatkan. Inilah nilai pertama yang selalu harus dipegang.
Di Indonesia manusia seringkali dimanfaatkan. Manusia seringkali menjadi alat bagi tujuan-tujuan tertentu di luar dirinya, entah sebagai alat pencari uang, atau peraih kekuasaan. Seperti hewan ataupun tumbuhan, manusia diperas demi kepentingan manusia lain yang merasa lebih punya kekuatan. Ini tidak boleh dibiarkan.
Di sisi lain keteguhan hati juga amat diperlukan, supaya orang bisa mencapai tujuan hidupnya. Keteguhan hati tergambar di dalam kesetiaan pada prinsip dan profesi, lepas dari apapun yang ada di depan mata. Keteguhan hati adalah integritas manusia yang membuat ia terus utuh dan berharga di dalam hidupnya.
Di Indonesia kita seringkali tak punya keteguhan hati yang cukup perkasa. Yang kita punya adalah pertimbangan jangka pendek yang akan segera melepaskan keteguhan hati pada prinsip hidup, ketika kesempatan datang menarik mata. Kita adalah para pencari kesempatan di tengah kesempitan hidup, dan tak pernah beranjak menjadi bijaksana. Ini juga tidak bisa dibiarkan terus ada.
Dengan kesadaran yang mendalam akan martabat manusia, serta dibarengi keteguhan hati di dalam krisis ataupun kejemuan, orang akan dimungkinkan untuk selalu memilih apa yang baik, dan bertindak yang benar di dalam hidupnya. Dengan bekal ini orang tak perlu takut akan masa depan yang tak pasti, dan kesulitan yang selalu ada. Nilai-nilai ini akan menyelamatkan hidupnya, dan membuatnya tumbuh menjadi bijaksana.
Tanpa penghormatan pada martabat manusia dan keteguhan hati, orang akan terombang-ambing di dalam gerak jaman. Integritas dirinya akan lenyap, dan ia akan nilai-nilai sejati hidupnya. Pada akhirnya ia akan hancur dan tak berdaya. Oleh karena itu ia perlu berubah, dan mengingat kembali apa yang sungguh penting di dalam hidupnya, sebelum semuanya terlambat.
Inilah jalan untuk menjadi manusia yang seutuhnya. Di dalam proses orang akan memperoleh banyak hal yang berharga. Kesulitan akan datang namun bahagia pun akan turut serta. Di akhir hidup orang akan bisa berkata pada dirinya, saya telah menjalani hidup dengan baik, dan saya bahagia. Saya rasa itulah tujuan hidup setiap manusia.
Penulis adalah Dosen Filsafat Politik, Fakultas Filsafat UNIKA Widya Mandala, Surabaya
Opini yang menarik.
🙂 Salam,
Mochammad
http://mochammad4s.wordpress.com
http://piguranyapakuban.deviantart.com
SukaSuka
Terima kasih. Salam hangat
SukaSuka
Saya sepakat dengan pernyataan mas Reza yang bilang:
“Adapun nilai-nilai itu adalah hormat pada martabat manusia, keteguhan hati di tengah badai ataupun kejemuan, keberanian menyatakan apa yang benar, dan keberanian untuk bertindak apa yang baik, lepas dari apapun yang mengancam.”
namun bagaimana dengan hubungan manusia dengan alam? bukankah manusia hidup berko-eksistensi dengan alam lingkungannya? dengan demikian bukankah hal ini harus kita pertimbangkan sebagai sesuatu yang bernilai bagi dirinya sendiri dan bagi manusia juga?
atau apakah menurut mas Reza problem2 lingkungan hidup yang kita hadapi dewasa ini lebih disebabkan karena dominasi antar manusia? Mohon pencerahannya…
salam,
Ida
SukaSuka
Saya setuju. Alam adalah bagian terpenting yang harus diperhatikan manusia sekarang ini. Alam menjadi rusak parah seperti sekarang ini, karena manusia menggunakan paradigma antroposentrisme (manusia adalah tujuan utama dan pusat alam semesta) di dalam semua tindakannya. Paradigma ini harus diubah. Manusia bukanlah pusat alam semesta, melainkan bagian integral dari alam itu sendiri.
SukaSuka
saya suka sama artikel ini… tapi maaf saya kurang tahu tentang filsafat. apakah artikel yang anda tulis termasuk dalam perenungan filsafat?? trim’s
SukaSuka
iya. Ini adalah permenungan filsafat. Cirinya adalah mendalam (sampai ke akar), rasional, reflektif, sistematik
SukaSuka
mas reza, numpang tanya saya masih bingung terhadap apa itu kebeneran hakiki ?? dan seperti apa contohnya kebenaran hakiki??, bisa minta tolong di jelaskan??
SukaSuka
kebenaran hakiki adalah kebenaran yang paling mendasar dari suatu hal… kebenaran hakiki ini bukan kebenaran matematis, karena berbeda sesuai konteks… misalnya ketika kita berbicara pendidikan. Apa kebenaran hakiki dari pendidikan? Kebenaran paling mendasar dari pendidikan adalah pembebasan dan penyadaran manusia. Yang lainnya seperti kurikulum dan tata manajerial institusi pendidikan harus sesuai dengan kebenaran hakiki ini…
SukaSuka
“Dengan kesadaran yang mendalam akan martabat manusia, serta dibarengi keteguhan hati di dalam krisis ataupun kejemuan, orang akan dimungkinkan untuk selalu memilih apa yang baik, dan bertindak yang benar di dalam hidupnya. Dengan bekal ini orang tak perlu takut akan masa depan yang tak pasti, dan kesulitan yang selalu ada. Nilai-nilai ini akan menyelamatkan hidupnya, dan membuatnya tumbuh menjadi bijaksana”…. Kalimatnya enak sekali… tapi menjalaninya.. BUTUH PERJUANGAN BERAT..:). Terimakasih sharingnya pak. Salam
SukaSuka
Kalau baca kalimat itu, jujur saja, saya jadi jijik. Naif sekali. hahahaha… Salam Bung Patar.
SukaSuka