Pengalaman tertindas adalah pengalaman universal manusia. Ia bisa dalam bentuk penindasan fisik, seperti perbudakan dan penjajahan. Namun, ia juga bisa mengambil bentuk lebih halus, yakni penindasan mental dan spiritual. Selama ratusan tahun, di bawah bendera kolonialisme Eropa dan Jepang, Indonesia mengalami keduanya.
Di balik setiap penindasan, selalu ada gerakan perjuangan untuk melawan. Energi yang menekan akan ditanggapi dengan energi serupa yang melawan. Ini kiranya tidak hanya berlaku di dunia fisika dalam bentuk hukum ketiga mekanika Newton. Dunia sosial budaya pun memiliki pola serupa.
Buku Sindhunata yang berjudul Ratu Adil: Ramalan Jayabaya dan Sejarah Perlawanan Wong Cilik menggambarkan hal tersebut dalam konteks sejarah dan budaya Jawa pada masa kolonialisme Belanda. Ia mengambil rentang waktu antara abad ke-19 sampai dengan awal abad ke-20. Buku ini berisi pemaparan sejarah yang sangat luas, kaya, serta reflektif. Ini tidak mengherankan karena buku ini adalah disertasi Sindhunata di Hochschule für Philosophie, Muenchen, Jerman, pada 1992 lalu.
Baca selanjutnya di Aplikasi Harian Kompas:
https://www.kompas.id/baca/opini/2024/02/10/menyelami-kerinduan-mereka-yang-tertindas