Perkembangan Sains-Teknologi dan Perubahan Budaya (Tanggapan Terhadap Peter F. Gontha)

Oleh Reza A.A Wattimena

Peneliti, Tinggal di Jakarta

Peter F. Gontha, Duta Besar RI untuk Polandia, menulis artikel dengan judul “Tanpa Sains dan Teknologi, Indonesia ditelan dunia”. Artikel tersebut diterbitkan di Harian Kompas pada 21 Juli 2018 lalu. Ia menyarankan pentingnya Indonesia mendukung perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia. Tujuannya supaya Indonesia bisa bersaing negara lain di tingkat internasional.

Di sisi permukaan, tulisan itu tampak berniat baik dan benar adanya. Namun, seperti pepatah lama, bahwa jalan ke neraka dibuat dengan niat baik (the road to hell is paved with good intentions), tulisan itu mengandung kesalahan berpikir mendasar yang amat berbahaya. Pendekatan Peter Gontha adalah pendekatan teknokratik dan birokratik. Ia lupa, bahwa sains dan teknologi tidak hanya soal pengembangan infrastruktur, guna mengejar ranking internasional semata. Pengembangan sains dan teknologi adalah soal perubahan budaya secara mendasar. Lanjutkan membaca Perkembangan Sains-Teknologi dan Perubahan Budaya (Tanggapan Terhadap Peter F. Gontha)

Seperti Naik Sepeda

Dimuat di Harian Kompas 11 November 2017 hal 25

Oleh Reza A.A Wattimena

Peneliti Lintas Ilmu, Tinggal di Jakarta

Naik sepeda memang nikmat. Badan bergerak, sambil diterpa angin sepoi-sepoi mengarah ke tempat tujuan. Ketika naik sepeda, orang justru menjaga keseimbangan dengan terus bergerak. Ketika ia berhenti, ia bisa terjatuh. Inilah keutamaan hidup yang penting di awal abad 21 ini: mencari keseimbangan dengan terus bergerak.

Di abad 21 ini, seluruh peradaban manusia mengalami perubahan yang begitu cepat. Dunia bagaikan berlari kencang, tanpa mempedulikan hal-hal lainnya. Tak berlebihan kiranya, bahwa Anthony Giddens, pemikir asal Inggris, mengatakan, bahwa dunia kita adalah dunia yang tunggang langgang (runaway world). Siapa yang tak siap ikut berlari, pasti akan tertinggal.   Lanjutkan membaca Seperti Naik Sepeda

Dari Harian Kompas:”… Kami Juga Ada…”

kami-juga-adaOleh Reza A.A Wattimena

Dosen Hubungan Internasional, Universitas Presiden, Cikarang

Kompas Sabtu 18 Februari 2017 hal 24

“..Kami juga ada…” adalah seruan kelompok minoritas di berbagai penjuru dunia. Karena jumlah yang kecil, atau tidak memiliki sumber daya ekonomi dan politik yang kuat, kaum minoritas di berbagai tempat cenderung terpinggirkan.   Lanjutkan membaca Dari Harian Kompas:”… Kami Juga Ada…”

Horor Kebudayaan

2.bp.blogspot.com

OLEH INDRA TRANGGONO

Kecuali sibuk menjadi panitia pasar bebas, para penyelenggara negara saat ini bergerak nyaris tanpa gagasan dan praksis ideologis yang berbasis pada kultur kebangsaan.

Antara struktur dan kultur terbentang lubang besar; dalam dan gelap. Di situ terjadi praktik berbagai anomali nilai, antara lain, dalam politik dan ekonomi. Anomali politik tampak pada crime democracy, demokrasi curang, yang menjadikan politik tak lebih siasat jahat untuk menggenggam kekuasaan. Politik dipisahkan dari keagungannya: martabat. Politik takluk pada berhala uang.

Anomali ekonomi melahirkan hegemoni kelas berkuasa yang berujung pada penumpukan modal, aset negara, dan pemusatan akses ekonomis. Akibatnya, keadilan dan kesejahteraan tak terdistribusi optimal. Peternakan kemiskinan (masyarakat miskin) dan perluasan lapangan pengangguran jadi kenyataan yang menikam hati nurani bangsa.

Dua anomali tersebut membuyarkan cita-cita besar membangun negara kesejahteraan. Lanjutkan membaca Horor Kebudayaan

Bersama yang Tersalib dan yang Terguncang

http://www.philvaz.com

Oleh Martin Lukito Sinaga

Kompas 21 April 2011

Guncangan dahsyat akibat gempa di Jepang, Maret lalu, bersama tsunami yang mengikutinya masih membekas.

Malah, dengan kebocoran reaktor nuklir di Fukushima, bencana itu sungguh tertoreh dalam kehidupan dan ingatan rakyat Jepang. Riaknya pun tersebar luas dan beragam. Di Jerman, reaktor-reaktor nuklir akan ditutup dan pendulum politik bergerak mendukung Partai Hijau. Lanjutkan membaca Bersama yang Tersalib dan yang Terguncang