Pendidikan Demokrasi dan Demokratisasi Pendidikan

André Masson, “Tauromachie,” 1937.

Oleh Reza A.A Wattimena

Pendidikan adalah soal manusia dengan segala kompleksitasnya. Ia tidak hanya dilakukan di sekolah, tetapi juga di dalam keseharian, baik di dalam keluarga maupun masyarakat luas. Karena bersentuhan dengan manusia, pendidikan menopang semua bidang kehidupan lainnya. Seluruh teknologi dan infrastruktur akan menjadi percuma, jika pendidikan tetap bermutu rendah.

Pada tingkat yang lebih luas, pendidikan adalah soal “jiwa” bangsa. Ia mencakup rasa kebangsaan, yakni rasa keterikatan yang dimiliki seseorang terhadap bangsanya. Keterikatan ini yang membuat orang terdorong untuk terlibat dalam pembangunan bangsanya, walaupun begitu banyak tantangan menghadang. Keterikatan ini jugalah yang membuat orang tak terjatuh ke dalam segala bentuk radikalisme, baik agama maupun ekonomi.

Pendidikan di Indonesia

Di Indonesia, pendidikan bermutu amat rendah. Ini sungguh harus dikenali dan diakui. Sistem pendidikan masih amat kacau. Filsafat pendidikan sama sekali tidak jelas, bahkan tidak ada. Pendidikan bermutu amat rendah, karena dijajah oleh pemahaman agama yang sempit, dan pemahaman ekonomi yang amat dangkal.

Oleh karena itu, kita mengalami paradoks pendidikan. Artinya, kita memiliki orang-orang yang berpendidikan tinggi, namun bermutu rendah. Kita juga menyaksikan orang-orang berpendidikan tinggi jatuh ke dalam radikalisme agama. Bahkan, dengan selubung agama, mereka menjadi semakin rakus akan kekuasaan, dan kehilangan rasa malu serta sikap beradab.

Ada banyak cara untuk meningkatkan mutu pendidikan. Salah satu cara terpenting adalah dengan mengembangkan pendidikan demokrasi. Cara ini berjalan searah dengan demokratisasi pendidikan, sebagaimana akan saya jelaskan nanti. Dalam hal ini, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.

Pendidikan Demokrasi

Demokrasi, secara padat, adalah pemerintahan oleh yang diperintah. Secara luas, demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Pendidikan demokrasi harus sungguh berpijak pada pemahaman ini. Indonesia adalah negara demokrasi modern dengan berpijak pada Pancasila, bukan negara agama, negara kerajaan atau negara oligarki.

Di dalam pendidikan demokrasi, ada beberapa keutamaan penting yang perlu dikembangkan. Yang pertama adalah pemahaman tentang sejarah dan perkembangan konsep demokrasi itu sendiri. Ini sekaligus menegaskan perbedaan antara berbagai bentuk tata politik yang berkembang di dalam sejarah manusia. Yang terpenting untuk dipahami, bahwa demokrasi bukan hanya soal pemilihan umum semata, melainkan soal menjalankan kehidupan bersama dengan berpijak pada nilai-nilai maupun hukum yang disepakati bersama secara rasional, terbuka dan bebas.

Yang kedua adalah keutamaan kesetaraan. Di dalam demokrasi, semua warga negara setara di hadapan hukum dan politik. Segala bentuk feodalisme harus tunduk di bawah pemahaman ini. Kekayaan dan latar belakang keluarga tidak membuat orang lebih tinggi dari orang-orang lainnya.

Yang ketiga adalah keutamaan kebebasan. Dalam arti ini, kebebasan berakar pada hak-hak asasi manusia, yakni kebebasan untuk hidup, berpikir, berpendapat dan beragama. Ada juga kebebasan hak-hak ekonomi, politik dan budaya yang perlu diperhatikan. Demokrasi adalah tata politik yang berpijak pada kebebasan. Penjajahan atas nama budaya dan agama tidak memiliki tempat disini.

Empat, kebebasan selalu bersanding dengan tatanan. Di dalam demokrasi, tatanan berpijak pada hukum yang adil, yakni hukum yang dibuat melalui diskusi dengan seluruh pihak yang terkait dengan hukum tersebut. Hukum yang adil berarti juga hukum yang diterapkan, tanpa pandang bulu. Hukum yang adil mengundang rasa hormat yang mendorong kepatuhan sukarela terhadap hukum tersebut.

Lima, demokrasi juga mengandaikan, bahwa rakyat secara luas mampu berpikir rasional. Artinya, mereka mampu membuat keputusan yang berpijak pada akal sehat, dan bukan pada mitos dan prasangka sempit. Rasionalitas disini mencakup pula sikap kritis, yakni sikap tak gampang percaya pada segala bentuk informasi, sebelum ada bukti yang masuk akal. Tanpa rakyat yang mampu berpikir rasional, demokrasi dengan mudah jatuh ke dalam mobokrasi, yakni pemerintahan oleh para gerombolan.

Demokratisasi Pendidikan

Demokratisasi pendidikan berarti pendidikan untuk semua. Tidak ada perkecualian, baik atas nama agama, ras, bangsa ataupun tingkat ekonomi. Mutu pendidikan dibuat setinggi mungkin, dan terbuka untuk sebanyak mungkin orang. Ini persyaratan mutlak untuk membangun demokrasi yang efektif dan efisien menuju keadilan dan kemakmuran.

Demokratisasi pendidikan juga berarti proses melepaskan pendidikan dari cengkraman formalisme agama. Formalisme agama adalah pemahaman agama yang terjebak pada tampilan luar, namun miskin spiritualitas. Agama dijadikan alat untuk menjadi mengembangkan nama baik. Namun, moralitas dan spiritualitas tetap dangkal, bahkan turun menjadi kemunafikan.

Demokratisasi pendidikan juga berarti melepaskan pendidikan dari cengkraman radikalisme ekonomi. Selama ini, terutama di Indonesia, pendidikan menjadi budak dunia industri. Semua ilmu dan keterampilan harus sesuai dengan kebutuhan dunia industri. Pola semacam ini menciptakan kemiskinan karakter, sekaligus kesenjangan sosial yang semakin tinggi antara si kaya dan si miskin.

Pendidikan yang bermutu tinggi haruslah dapat dicapai oleh semua warga. Tidak seperti sekarang ini di Indonesia, pendidikan yang bermutu tinggi hanya dapat dicapai oleh orang-orang kaya semata. Sementara, orang-orang miskin terjebak pada sistem pendidikan yang bermutu amat rendah, yang mengajarkan formalisme agama sempit dan kepatuhan buta. Tak heran, dalam banyak hal, mutu manusia Indonesia kalah jauh, jika dibandingkan dengan negara-negara lainnya.

Dengan demikian, pendidikan demokrasi dan demokratisasi pendidikan adalah hal yang amat penting untuk diperhatikan. Ini tentunya dimulai dengan menunjuk pejabat negara yang sungguh kompeten untuk bidang pendidikan, baik pendidikan dasar maupun pendidikan tinggi. Ini tidak boleh diserahkan kepada kompromi partai politik busuk, maupun organisasi masyarakat yang memaksakan cara berpikir mereka yang sempit.

Ini juga lebih penting daripada jalan tol dan bandara megah yang tampaknya lebih mendapat perhatian dari pemerintah sekarang ini….

 

 

Diterbitkan oleh

Reza A.A Wattimena

Pendiri Rumah Filsafat. Pengembang Teori Transformasi Kesadaran dan Teori Tipologi Agama. Peneliti di bidang Filsafat Politik, Filsafat Ilmu dan Kebijaksanaan Timur. Alumni Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta, Doktor Filsafat dari Hochschule für Philosophie München, Philosophische Fakultät SJ München, Jerman. Beberapa karyanya: Menjadi Pemimpin Sejati (2012), Filsafat Anti Korupsi (2012), Tentang Manusia (2016), Filsafat dan Sains (2008), Zen dan Jalan Pembebasan (2017-2018), Melampaui Negara Hukum Klasik (2007), Demokrasi: Dasar dan Tantangannya (2016), Bahagia, Kenapa Tidak? (2015), Cosmopolitanism in International Relations (2018), Protopia Philosophia (2019), Memahami Hubungan Internasional Kontemporer (20019), Mendidik Manusia (2020), Untuk Semua yang Beragama (2020), Terjatuh Lalu Terbang (2020), Urban Zen (2021), Revolusi Pendidikan (2022), Filsafat untuk Kehidupan (2023), Teori Transformasi Kesadaran (2023), Teori Tipologi Agama (2023) dan berbagai karya lainnya. Rumah Filsafat kini bertopang pada Crowdfunding, yakni pendanaan dari publik yang terbuka luas dengan jumlah yang sebebasnya. Dana bisa ditransfer ke rekening pribadi saya: Rekening BCA (Bank Central Asia) 0885100231 atas nama Reza Alexander Antonius. Lebih lengkapnya lihat di https://rumahfilsafat.com/rumah-filsafat-dari-kita-untuk-kita-dan-oleh-kita-ajakan-untuk-bekerja-sama/

4 tanggapan untuk “Pendidikan Demokrasi dan Demokratisasi Pendidikan”

  1. Di bagian akhir, saya jadi berpikir tentang investor di bidang pendidikan. Apa ada mas yang kira-kira yang secara gamblang/terbuka melakukakannya, yang tidak hanya sebagai sponsor/CSR (yang pasti bukan NGO). Atau investasi bidang -jasa- pendidikan, bisa jadi tidak seseksi, sawit, batu bara, migas, dan sektor riil lainnya… Oh iya biasa juga kan banyak program-program gender, good governance… Namun cenderung sebagai investasi terselubung #sambilmerenungbeneran hehe 😅

    Suka

  2. sepakat sekali dgn karya tsb diatas.
    penerangannya mudah dimengerti, hanya sulit utk dijalankan.
    spt penyakit kanker yg sdh menjalar dan bertebar keseluruh tubuh, sulit utk disembuhkan, walau ada satu harapan kecil utk kesembuhan.
    langkah pertama, diantara nya para peminat forum ini yg dipupuk dgn kesabaran, kebijaksaan dan kempatan utk bertukar pikiran antara kaum peminat sendiri.
    banya salam !!

    Suka

  3. hehhehehe… CSR dan investasi sebenarnya tak ada masalah, jika dilakukan secara tepat… ada banyak sekolah-sekolah progresif yang mengusahakan arah yang berbeda dari pemerintah… namun tetap masih kurang, mengingat jumlah penduduk kita yang amat besar, dengan wilayah yang sangat luas…

    Disukai oleh 1 orang

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.