
Oleh Reza A.A Wattimena,
Dosen di Fakultas Filsafat Unika Widya Mandala, Surabaya
Dunia memang semakin kacau. Ini terjadi, karena kesenjangan sosial yang begitu besar antara si kaya dan si miskin. Orang yang kaya semakin kaya, karena memiliki kemampuan dan kesempatan untuk memutar uangnya, guna menghasilkan keuntungan yang lebih besar lagi dan lagi. Sementara, orang yang miskin semakin sulit hidupnya, karena harga barang makin tinggi, sementara daya beli entah tetap, atau justru semakin menurun.
Kesenjangan sosial lalu menghasilkan kemiskinan. Seperti di Jakarta, mobil BMW seri terbaru berseliweran, dibarengi dengan pengemis yang belum menemukan rejeki untuk makan pagi ini. Pemandangan yang kontras semacam ini juga banyak ditemukan di berbagai kota-kota besar dunia. Kemiskinan tidak hanya membuat perut kosong, tetapi juga menghancurkan harga diri seorang manusia.
Dari kemiskinan muncul lalu beragam masalah lainnya. Pemukinan kumuh bertambah jumlahnya di samping pemukiman mewah. Masalah kebersihan dan kesehatan kota lalu muncul, karena akses terhadap air bersih dan lingkungan layak semakin berkurang. Angka kriminalitas juga meningkat, karena orang tidak memiliki pilihan lain, selain menjadi maling dan perampok. Hidup bersama lalu menjadi tidak nyaman, karena selalu dibayangi oleh ketakutan dan kekumuhan. Akarnya sama: kesenjangan sosial.
Kapitalisme yang Bablas
Di awal abad 21 ini, kesenjangan sosial bisa dilihat sebagai dampak dari krisis kapitalisme, yakni sistem ekonomi yang berpijak pada pengembangan modal tanpa batas dengan berbagai cara yang mungkin. Sistem ini dianut oleh hampir semua negara di dunia, dengan beberapa perkecualian. Tentu, ada banyak variasi. Namun, nafsu dan kerja keras untuk terus meningkatkan modal adalah ciri yang cukup universal dari sistem kapitalisme.
Contoh yang amat sederhana. Orang Jakarta sekarang tidak pernah bisa membiarkan uangnya “diam”. Artinya, uangnya harus diputar kembali, sehingga menghasilkan uang lebih banyak lagi, entah dengan buka usaha baru, atau investasi kiri kanan. Pokoknya, uang tidak boleh diam, melainkan harus bertumbuh dengan beragam cara yang mungkin. Logika ini tertanam begitu dalam di pikiran orang-orang Jakarta sekarang ini.
Kapitalisme lalu menjadi kebablasan, karena tidak ada aturan dan lembaga yang cukup kuat untuk mengaturnya. Manusia memang mahluk yang begitu mudah jatuh pada hasrat kerakusan, jika ia tidak mampu mengontrol dirinya sendiri, dan tidak menemukan sistem sosial yang tepat untuk membantunya. Kerakusan tanpa aturan lalu membuat orang kaya semakin kaya, dan orang miskin semakin susah hidupnya. Pertanyaan yang menggantung sekarang adalah, apa yang kita harus lakukan dengan sistem kapitalisme ini?
Berbagai usaha telah dilakukan untuk memperbaiki kapitalisme. Berbagai pemikiran telah diajukan, misalnya kapitalisme dengan wajah manusiawi (capitalism with a human face). Namun, banyak yang mental di tengah jalan, terutama ketika kita berbicara soal sepak terjang perusahaan-perusahaan raksasa di ranah internasional. Sebuah perusahaan bisa saja beroperasi di suatu negara dengan prinsip-prinsip dan aturan-aturan yang menghormati Hak-hak Asasi Manusia, tetapi sekaligus amat kejam, ketika beoperasi di negara lain yang tak memiliki perlindungan hukum maupun politik yang kokoh.
Kapitalisme sebagai Revolusi
Jelas, kapitalisme harus mengalami revolusi, baik di tingkat nasional maupun internasional. Jika orang mendengar kata revolusi, yang muncul selalu pemikiran Marxisme, Komunisme dan Leninisme. Seolah hanya teori-teori itu yang berbicara soal revolusi. Namun, jika dilihat sejarah perkembangannya, kapitalisme sendiri adalah suatu bentuk revolusi dasyat yang melibatkan cara hidup, cara berproduksi dan cara berpikir. Dengan kata lain, energi revolusi sudah selalu tertanam di dalam kapitalisme.
Kapitalisme lahir sebagai perlawanan terhadap sistem ekonomi sebelumnya yang lebih tradisional. Di dalam sistem ekonomi tradisional ini, modal menetap di beberapa kalangan (raja dan bangsawan). Mereka memperolehnya bukan karena usaha atau kemampuan, tetapi semata karena warisan. Sistem feodalistik semacam ini menghambat pengembangan dan penyebaran modal. Dengan perkembangan waktu dan peningkatakan kompleksitas masyarakat, muncul kelas sosial baru, yakni para pedagang besar, yang memiliki kemampuan sekaligus ambisi untuk mengembangkan kekayaannya tanpa batas dengan kemampuan mereka.
Keadaan ini diperkuat oleh revolusi industri di Inggris dan Eropa Barat. Dengan munculnya revolusi industri, manusia dalam sekejap mata bisa menghasilkan begitu banyak barang dengan harga murah, yang siap untuk dijual di pasar, baik pasar dalam negeri maupun luar negeri. Cara hidup dan berpikir lalu berubah, karena kelimpahan materi, yang belum pernah ada sebelumnya. Kapitalisme dan perkembangan industri adalah dua kekuatan besar yang mendorong terciptanya tata dunia, sebagaimana kita kenal hari ini.
Oligarki
Kapitalisme yang perlu untuk menarik kembali kekuatan revolusinya adalah kapitalisme yang sedang sakit. Itulah keadaan sistem ekonomi dunia sekarang ini. Sumber penyakit kapitalisme adalah oligarki yang kini menguasai sistem ekonomi dunia. Oligarki adalah sekelompok orang kaya yang dengan uangnya bisa mempengaruhi berbagai kebijakan politik nasional maupun internasional, supaya bisa terus membuatnya kaya, dan merugikan pihak-pihak lainnya.
Mereka menyuap berbagai politikus dunia. Dengan kekuatan uangnya, mereka mempengaruhi berbagai kebijakan nasional maupun internasional. Tujuannya cuma satu, yakni memperbesar kekayaan yang mereka miliki, apapun caranya, bahkan cara-cara yang ilegal. Ketika sepak terjangnya mulai kebablasan, dan mereka harus menanggung kebangkrutan, lalu mereka meminta pertolongan negara, guna memberikan mereka modal baru untuk diputar lagi.
Kehadiran para oligark ini jelas merusak sistem ekonomi dunia. Kapitalisme sendiri bisa hancur, jika sepak terjang para oligark ini tidak dibatasi. Ia bisa menciptakan dunia yang dikuasai oleh orang-orang kaya. Sementara, orang-orang lainnya hidup dalam kemiskinan, kekumuhan dan kesulitan hidup lainnya. Pertanyaannya lalu, siapa yang bisa mengontrol para oligark ini?
Revolusi dan Pendidikan
Jawabannya cukup sederhana, yakni kita semua. Kita semua berarti, para warga yang punya kepentingan akan dunia yang lebih baik, pemerintah negara-negara, dan berbagai kelompok bisnis lainnya yang memiliki filsafat dasar yang berbeda dengan para oligark ini. Oligark, jelas, adalah musuh terbesar kapitalisme sekarang ini. Ia mengancam tidak hanya tata ekonomi dunia, tetapi menciptakan kemiskinan akut di berbagai belahan dunia, yang bermuara pada beragam permasalahan hidup lainnya, baik sosial maupun pribadi.
Revolusi yang sejati hanya mungkin, jika dilakukan dengan perencanaan dan pelaksaan yang bermutu. Mutu yang tinggi hanya mungkin, jika manusia yang melakukannya memiliki keperibadian dan sikap yang juga bermutu. Ini semua hanya bisa dicapai dengan pendidikan yang juga bermutu yang dibangun dari sistem yang juga bermutu. Pendidikan bermutu bukanlah pendidikan yang mengutamakan hafalan dan agama dogmatik. Itu justru adalah pendidikan yang amat sangat tidak bermutu, karena membunuh daya berpikir anak.
Pendidikan yang bermutu mengajak anak untuk bertanya dan menganalisis, bukan menghafal. Pendidikan yang bermutu mengajak anak untuk berpikir kreatif, di luar tradisi dan kebiasaan yang ada. Namun, semua itu percuma, jika pendidikan semacam itu mahal harganya. Ia harus juga bisa dirasakan oleh semua warga, tanpa kecuali, bukan hanya orang-orang kaya saja.
Dengan pendidikan yang bermutu dan murah, warga Indonesia lalu bisa melakukan kontrol lebih kuat pada politik maupun bisnis, terutama sepak terjang para oligark. Pendidikan di Indonesia yang sekarang penuh dengan unsur hafalan dan agamis (dogmatik), yang membuat nalar dan kreativitas jadi buntu. Ini mungkin juga suatu usaha untuk menekan kelompok kritis dalam masyarakat, sehingga para oligark tetap bisa berkuasa dengan melestarikan tata ekonomi dunia (kapitalisme oligark) yang sudah ada. Maka, satu-satunya cara adalah melawan balik pola-pola merusak semacam ini.
Kapitalisme, sejatinya, adalah suatu bentuk revolusi. Namun, kini ia dipelintir menjadi oligarki, sehingga menciptakan begitu banyak masalah di dunia ini. Yang perlu dilakukan sekarang adalah membangkitkan kembali energi revolusi di dalam kapitalisme untuk menghancurkan penyakitnya sendiri, yakni oligarki. Ini bukan proses yang mudah, namun panjang dan butuh usaha berat. Namun, hasilnya layak untuk dikejar, yakni dunia yang lebih baik untuk semua, tanpa kecuali.
Mas Reza bagus amat tulisannya. Mas Reza boleh tanya yaa. Yang mana sebenarnya paling tua dan paling kuat di dunia ini. kapitalis atau oligarki (kekuasaan). Kok bisa-bisanya kapitalis menaklukkan siapa saja sih. Atau pikiran kita yang salah arah?????
SukaSuka
Keren, Pak.
Pak, saya sedang menunggu buku filsafat terbaru Bapak. Kapan terbitnya, ya Pak? Saya bisa beli di mana?
Saya ingin membaca mengenai Nietzsche, Lyotard, Derrida, Foucault, dan postmodernis lainnya. Apakah Bapak bisa bantu saya? Apakah Bapak memiliki e-book atau tulisan mengenai mereka?
aldo.path@gmail.com
SukaSuka
Pak, saya sedang menunggu buku Filsafat sebagai Revolusi. Kapan terbit dan di mana bisa membelinya, Pak?
Oh, ya, apakah Bapak memilik e-book mengenai pemikiran postmodernisme: Baudrillard, Derrida, Rorty, Foucault, Lyotard dkk.? aldo.path@gmail.com
SukaSuka
Akan terbit tahun ini. Nanti saya infokan melalui rumahfilsafat.com . Saya coba cari buku2 itu dulu
SukaSuka
Nanti saya kabari ya
SukaSuka
oligarki lebih tua. Itu ada di mana saja, baik demokrasi, atau kapitali. Kita harus terus melihat dan menanggapinya secara kritis.
SukaSuka
Terima kasih banyak, ya pak. Oke, Pak. Oh ya, gaya penulisan di buku terbaru Bapak ini masih sama dengan gaya populer seperti buku-buku sebelumnya atau dengan gaya ketat, Pak?
SukaSuka
Saya menggabungkan keduanya. Populer tapi dengan logika yang ketat. Salam…
SukaSuka
Baik, Pak. Saya tunggu terbitnya. Salam…
SukaSuka
sip
SukaSuka
Keynesian..
SukaSuka
itu salah satu pendekatan yang paling top..
SukaSuka
Maaf pa, perasaan revolusi ini mirip seperti yang di cetuskan Tan malaka di bukunya merdeka 100% yang mana pendidikan dan kapitalis pribumi harus diutamakan
SukaSuka
ya.. Tan Malaka memang sangat maju pemikirannya. Apa yang anda maksud dengan konsep pribumi?
SukaSuka
Kalo menurut saya sih malah kapitalisme nya pak yang udah bercampur oligarki. Ini biasanya terjadi di negara yg hukumnya lemah. Jadi kapitalisme dan oligarki harus bener2 dipisah. Kapitalisme cocok hidup di negara yg penegakan hukum nya baik
SukaSuka
Itu kiranya tepat.
SukaSuka