Dekonstruksi dan Kebenaran

deconstruction.6
ditchpoetry.com

Oleh Reza A.A Wattimena

Dosen di Fakultas Filsafat Unika Widya Mandala Surabaya

Kebenaran merupakan hal penting dalam hidup setiap orang. Tidak ada orang yang mau hidup dalam kebohongan dan kepalsuan. Mereka menginginkan dan mencari kebenaran. Semua keputusan dalam hidup mereka, sedapat mungkin, didasarkan atas kebenaran.

Hal yang sama berlaku di dalam politik. Hidup bersama tentu membutuhkan aturan. Namun, aturan tersebut tidak boleh berpijak pada semata kekuasaan belaka, melainkan pada keadilan dan kebenaran. Tanpa keadilan dan kebenaran, tata politik akan bermuara pada perang dan kehancuran semua pihak.

Banyak orang bilang, hal terpenting dalam hidup adalah cinta. Banyak juga agama dan filsafat yang mengajarkan itu. Namun, cinta tidak boleh disamakan melulu dengan memanjakan. Cinta juga harus tetap berpijak pada kebenaran, yang memang seringkali perlu disampaikan dengan cara-cara yang kurang bersahabat.

Namun, pertanyaan mendasar kemudian muncul. Mungkinkah kita sebagai manusia memahami kebenaran? Mungkinkah pikiran dan kemampuan kita yang terbatas memahami dan menerapkan kebenaran di dalam hidup sehari-hari kita? Inilah salah satu pertanyaan mendasar di dalam filsafat dan ilmu pengetahuan.

Dekonstruksi

Jacques Derrida, seorang filsuf Prancis di abad 20, mengajukan pendapat menarik soal kebenaran. Baginya, kebenaran selalu terkait dengan proses dekonstruksi. Kebenaran bukanlah sesuatu yang mutlak dan tetap, melainkan bergerak sejalan dengan perubahan kenyataan itu sendiri. Dalam arti ini dapatlah dikatakan, bahwa dekonstruksi merupakan sebuah teori tentang kebenaran.

Dekonstruksi hendak mengritik tradisi Logosentrisme di dalam filsafat Eropa. Logosentrisme menekankan kepastian keberadaan dari simbol dan bahasa yang kita gunakan di dalam berpikir. Kita, dari sudut pandang Logosentrisme, memahami dunia lewat simbol dan kata. Simbol dan kata itu mewakili sesuatu yang nyata di dunia, yang bisa dirumuskan dan diketahui secara pasti melalui simbol dan konsep yang kita gunakan.

Derrida berpendapat, bahwa Logosentrisme itu salah kaprah. Simbol dan bahasa yang kita gunakan tidak otomatis mewakili apa yang ada secara nyata di dunia. Simbol dan bahasa tersebut adalah suatu sistem mandiri yang kita bangun lewat pikiran dan komunikasi. Oleh karena itu, Derrida kemudian mencoba melampaui Logosentrisme dengan melihat ke sisi lain dari kenyataan, yakni sisi dekonstruksi.

Dekonstruksi adalah metode yang digunakan oleh Derrida untuk menekankan, bahwa bahasa dan simbol tidak pernah bisa mewakili kenyataan yang ada. Keduanya bersifat ambigu dan tidak pasti. Dekonstruksi sebenarnya sudah selalu berada di dalam teks. Ia berada dalam bentuk ketidakpastian yang mengaburkan makna teks, dan membuatnya terbuka untuk berbagai kemungkinan tafsiran.

Dalam arti ini, teks tidak hanya berarti tulisan, tetapi juga kenyataan itu sendiri. Bahasa dan simbol adalah alat-alat yang digunakan oleh pikiran manusia untuk memahami kenyataan. Karena bahasa dan simbol selalu berubah dan tidak pasti, pemahaman kita akan kenyataan pun selalu berubah dan tidak pasti. Ketidakpastian ini sudah tertanam di dalam bahasa dan simbol yang kita ciptakan.

Dekonstruksi bergerak dengan dua pola, yakni pembedaan dan penundaan. Membedakan berarti mengaktivkan ketidakstabilan di dalam teks yang menghasilkan pemahaman yang berbeda atas kata ataupun kalimat yang sama. Satu simbol atau satu kata bisa dibaca dengan beragam cara yang berbeda, bahkan saling bertentangan. Dekonstruksi hendak mendorong pembedaan semacam ini.

Penundaan berarti gerak dekonstruksi yang menunda kepastian makna yang ada. Kata dan simbol hendak digerakkan sedemikian rupa, sehingga tidak ada kepastian yang dihasilkan dari hubungan yang ada. Makna pun menjadi ambigu, dan terbuka untuk gerak dekonstruksi lebih jauh. Orang berhenti merumuskan apa yang sesungguhnya tak bisa dirumuskan, yakni kebenaran tentang teks itu sendiri.

Kebenaran

Metode dekonstruksi melihat kebenaran hanya sebagai jejak. Manusia tak mampu memahami kebenaran mutlak pada dirinya sendiri. Yang bisa ia capai hanya merupakan jejak-jejak kebenaran. Ia hanya bisa mendekati kebenaran, tanpa pernah bisa meraihnya dengan utuh dan penuh.

Dalam arti ini, setiap jejak kebenaran selalu bersifat tidak pasti dan terbuka. Ia bisa berubah, seturut dengan perubahan waktu dan peristiwa. Ia selalu terbuka untuk pertanyaan dan sanggahan, sampai muncul kemungkinan lain yang dianggap lebih baik. Dekonstruksi adalah proses yang terus bergerak tanpa henti dari dalam diri teks itu sendiri.

Kebenaran pun lalu dilihat sebagai tafsiran. Ia menafsirkan ulang dirinya sendiri terus menerus, tanpa henti. Pembaca dan pengarang hanya memainkan gerak ketegangan dan kontradiksi yang selalu sudah hadir di dalam bahasa dan simbol yang digunakan manusia untuk memahami kenyataan. Pada satu titik, dekonstruksi bergerak melampaui dirinya sendiri, dan mengajak orang untuk masuk ke ranah sebelum kata.

Diterbitkan oleh

Reza A.A Wattimena

Pendiri Rumah Filsafat. Pengembang Teori Transformasi Kesadaran dan Teori Tipologi Agama. Peneliti di bidang Filsafat Politik, Filsafat Ilmu dan Kebijaksanaan Timur. Alumni Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta, Doktor Filsafat dari Hochschule für Philosophie München, Philosophische Fakultät SJ München, Jerman. Beberapa karyanya: Menjadi Pemimpin Sejati (2012), Filsafat Anti Korupsi (2012), Tentang Manusia (2016), Filsafat dan Sains (2008), Zen dan Jalan Pembebasan (2017-2018), Melampaui Negara Hukum Klasik (2007), Demokrasi: Dasar dan Tantangannya (2016), Bahagia, Kenapa Tidak? (2015), Cosmopolitanism in International Relations (2018), Protopia Philosophia (2019), Memahami Hubungan Internasional Kontemporer (20019), Mendidik Manusia (2020), Untuk Semua yang Beragama (2020), Terjatuh Lalu Terbang (2020), Urban Zen (2021), Revolusi Pendidikan (2022), Filsafat untuk Kehidupan (2023), Teori Transformasi Kesadaran (2023), Teori Tipologi Agama (2023) dan berbagai karya lainnya. Rumah Filsafat kini bertopang pada Crowdfunding, yakni pendanaan dari publik yang terbuka luas dengan jumlah yang sebebasnya. Dana bisa ditransfer ke rekening pribadi saya: Rekening BCA (Bank Central Asia) 0885100231 atas nama Reza Alexander Antonius. Lebih lengkapnya lihat di https://rumahfilsafat.com/rumah-filsafat-dari-kita-untuk-kita-dan-oleh-kita-ajakan-untuk-bekerja-sama/

4 tanggapan untuk “Dekonstruksi dan Kebenaran”

  1. Logosentrisme adalah kecenderungan untuk memusatkan rasio atau akal budi sebagai unsur tertinggi dan penentu segalanya. Akal budi ini terwujud pada penggunaan bahasa yang ilmiah dan rasional. Di luar itu, semua dianggap omong kosong. Semoga membantu.

    Suka

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.