Proyek Penelitian: Sejarah Filsafat untuk Indonesia

http://thegospelcoalition.org
thegospelcoalition.org

Oleh Reza A.A Wattimena

Dosen di Fakultas Filsafat Unika Widya Mandala, Surabaya, sedang belajar di München, Jerman

Sejarah Filsafat tertuang dalam beragam buku yang tersebar sepanjang lebih dari 2000 tahun di Eropa. Dalam arti ini, filsafat berarti tindakan berpikir manusia secara kritis dan rasional dengan akal budinya untuk memahami dunia di sekitarnya, termasuk alam, manusia, masyarakat dan juga Tuhan. Filsafat dalam arti ini tentu berbeda dengan kata “filsafat”, sebagaimana dipahami di Indonesia. Filsafat juga berbeda dengan agama, tradisi dan mistik, sebagaimana banyak dipahami orang di Indonesia.

Di dalam proyek ini, saya mencoba untuk memperkenalkan buku-buku penting di dalam sejarah Filsafat. Sebagai panduan, saya mengikuti uraian yang telah dibuat oleh Siegfried König di dalam bukunya yang berjudul Hauptwerke der Philosophie: Von der Antike bis 20. Jahrhundert yang terbit pada 2013 lalu. Uraian yang saya buat ini juga muncul setiap minggunya melalui website rumahfilsafat.com yang dapat langsung dilihat di Internet. Namun, saya tidak akan mengikuti begitu saja uraian König, tetapi juga memberikan tafsiran, bagaimana pemikiran-pemikiran filosofis ini bisa diterapkan untuk keadaan Indonesia.

Tujuan saya sederhana, supaya pembaca di Indonesia memiliki wawasan menyeluruh atas karya-karya kunci di dalam sejarah filsafat, sehingga kita di Indonesia memiliki arah tidak hanya atas masa depan kita, tetapi juga atas identitas kita sebagai manusia, dan sebagai bangsa. Wawasan semacam ini bisa diperoleh, jika kita memahami inti gagasan para filsuf besar yang tertuang di dalam buku-buku mereka yang merentang lebih dari 2000 tahun. Pemahaman ini tidak datang dari penerimaan mentah-mentah gagasan mereka, namun justru dari pertimbangan kritis atasnya. Pertimbangan kritis bisa mengambil dua bentuk, yakni mempertanyakan kesahihan ide-ide mereka (1), dan mencoba melihat sumbangan sekaligus keterbatasan ide-ide itu di Indonesia (2). Lanjutkan membaca Proyek Penelitian: Sejarah Filsafat untuk Indonesia

Menelisik Idealisme Teror

goodreads.com

Oleh F Budi Hardiman

Sampai hari ini, siapa pun yang berakal sehat akan mengutuk serangan Al Qaeda pada 9/11. Menara kembar WTC, simbol kedigdayaan ekonomi AS, itu roboh. Reruntuhannya terus terbakar sampai seratus hari.

Lebih dari 17.000 orang dievakuasi dan sekitar 3.000 orang mati. Lawrence Wright, penulis buku Sejarah Teror ini, mencoba menelisik isi pikiran dan sepak terjang orang-orang yang terkait dengan peristiwa itu.

Wartawan The New Yorker ini bercerita bagaimana Osama bin Laden, Ayman Zawahiri, dan para islamis (Islam radikal) lain memandang dunia dari sudut idealisme ”moral” yang tinggi. Cara hidup mereka mengundang simpati dalam suatu zaman yang telah digilas oleh materialisme dan hedonisme. Terdidik, berduit, dan mampu bepergian ke luar negeri, mereka hidup seperti seorang ”rahib” yang berdoa semalaman, menangis dan berpuasa atau hanya makan kurma, roti dan air.

Bin Laden, pendiri dan cukong Al Qaeda, digambarkan sebagai pemalu, bertangan halus seperti wanita, dan saat tertawa menutupi bibirnya dengan tangan (hal 133). Zawahiri juga sosok saleh dengan keinginan ”menyenangkan Allah”. Lanjutkan membaca Menelisik Idealisme Teror

Bahagia Part. 1

happyart.aleloop.com

Oleh: Reza A.A Wattimena

Dosen Filsafat Politik, Fakultas Filsafat, UNIKA Widya Mandala Surabaya

Seperti segala sesuatu di bawah langit, kebahagiaan pun memiliki sejarah, walaupun sejarah kebahagiaan tidaklah sama dengan sejarah-sejarah lainnya. Sejarah kebahagiaan adalah sejarah bagian dari diri manusia, dan sejarah tentang segala sesuatu yang layak diperjuangkan di dalam kehidupan manusia. Sejarah kebahagiaan menyangkut manusia dalam kaitannya dengan segala sesuatu yang berharga untuknya, termasuk pula keseluruhan alam semesta.

Besarnya skala kebahagiaan membuat orang sulit untuk sungguh memahaminya, dan usaha mencari kebahagiaan pun seringkali adalah suatu usaha yang problematis. Banyak upaya yang bisa dicapai, namun seringkali semua upaya itu saling bertentangan satu sama lain. Akibatnya tidak ada pengertian tunggal yang menyeluruh tentang kebahagiaan. Jika kebahagiaan bisa dipahami secara menyeluruh, maka kebahagiaan hanyalah persoalan intelektual saja. Namun faktanya kebahagiaan melampaui dimensi intelektualitas. Oleh sebab itu pikiran manusia tidak dapat, dan tidak boleh, bisa memahaminya secara utuh. Kebahagiaan menyisakan misteri bagi manusia yang hendak mencarinya. Lanjutkan membaca Bahagia Part. 1