Beringin Rumah Kita

Pohon beringinOleh Reza A.A Wattimena

Siapa yang mengunjungi Bali, ia sudah mengunjungi surga. Tak hanya saya yang merasa seperti ini. Ratusan juta orang di seluruh dunia merasakannya. Banyak pula yang lupa, bahwa Bali adalah bagian dari Indonesia (negara yang terus digerogoti korupsi, kesenjangan sosial besar dan radikalisme agama).

Di Bali, saya sangat suka berkeliling dengan sepeda motor. Saya tidak berkunjung ke tempat-tempat yang biasa didatangi para wisatawan. Saya masuk ke desa-desa terpencilnya, jauh dari sentuhan pariwisata. Semua serba indah, asri, harmonis dan wangi semerbak dupa di segala penjuru.

Hari Senin 30 Mei 2022, satu hal menarik perhatian saya. Ada pohon beringin begitu besar. Letaknya di pinggir sawah, di salah satu desa kecil di Kabupaten Klungkung. Pemandangan yang begitu menyejukkan hati, dan menggetarkan jiwa.

Bali dan Beringin

Pohon beringin memang dekat dengan hati masyarakat Bali. Daunnya ribun. Batangnya besar. Pohon tersebut memberikan kesejukan dan keteduhan bagi sekitarnya.

Di hati masyarakat Bali, pohon beringin adalah tumbuhan surgawi. Para Dewa bersemayam di sekitarnya. Tak heran, pohon beringin selalu dekat dengan Pura di Bali. Ia merupakan bagian tak terpisahkan dari ritual suci agama Bali.

Akar beringin kokoh, melambangkan keperkasaan. Daunnya adalah lambang kesucian. Beringin adalah ibu manusia, begitu keyakinan orang Bali. Mengingat dunia yang terus mengalami pemanasan global, perubahan iklim dan bencana ekologi, keyakinan masyarakat Bali ini kiranya layak diterapkan di seluruh dunia.

Padanda Made Sidemen menulis di dalam Lontar Siwagama pada 1938 lalu. Ia mengisahkan perjalanan seorang bernama Bhagawan Salukat. Sang Bhagawan sedang melakukan perjalanan di berbagai Pura besar Bali. Ia pun menemukan sebatang pohon beringin. (Komang Putera, 2022)

Sang batang mengeluh, betapa ia kesulitan hidupnya. Ia kurus, dan selalu diincar oleh para hewan untuk dimakan. Sang Bhagawan tergerak hatinya. Karena kemurahan hati dan pemahamannya yang dalam tentang hidup, Bhagawan Salukat memberikan anugrah tak terhingga pada batang beringin tersebut. Sejak saat itu, pohon beringin menjadi  pencipta damai, kemakmuran, rumah para Dewa dan pelebur dosa.

Tak heran, tempat-tempat suci di Bali dekat dengan pohon beringin, termasuk berbagai Pura yang memiliki keindahan tiada tara. Keberadaannya pun dilestarikan dengan penuh cinta oleh masyarakat Bali. Lebih tepatnya, pohon beringin dan manusia saling melindungi dan melestarikan satu sama lain.

Di dalam tradisi Hindu Bali, pohon beringin juga memiliki makna yang dalam. Ia adalah lambang dari Tritunggal Dewa Hindu. Dewa Wisnu adalah kulit kayunya. Dewa Brahma akarnya. Dan Dewa Siwa adalah cabang-cabang batangnya.

Pohon beringin pun dianggap sebagai lambang kesuburan dan kesehatan. Ia dipuja oleh mereka yang ingin memiliki anak. Juga, siapa yang mengurapi dirinya dengan abu dari bagian pohon beringin akan lebur dosanya. Semua ini menggambarkan, betapa dekatnya masyarakat Bali, dan kebudayaan Hindu pada umumnya, dengan pohon beringin.

Di dalam tulisannya, Komang Putera menjelaskan, bahwa pohon beringin juga memiliki banyak fungsi pengobatan. Ini terlihat jelas di dalam tulisan-tulisan Usada Bali yang berbicara soal kesehatan dan penyembuhan diri. Salah satu teks lontar yang paling berpengaruh adalah Usada Taru Pranama. Lontar ini bercerita tentang seorang tokoh bernama Prabhu Mpu Kuturan.

Setelah sekian lama menyembuhkan penyakit banyak orang, Mpu Kuturan mengalami masalah. Ia kehilangan kemampuannya. Oleh karena itu, ia melakukan Tapabrata untuk mengembalikan kemampuannya yang hilang. Pada hari ketujuh, turunlah seorang Bhatari dari kayangan.

Mpu Kuturan pun diberikan karunia. Kini, ia bisa berbicara dengan berbagai pohon. Semua pohon akan mengungkapkan rahasianya, yakni khasiat yang bisa mereka berikan untuk kesembuhan manusia. Setiap bagian dari pohon beringin pun bercerita, betapa mereka sangat berguna untuk melepaskan manusia dari berbagai penyakit. Nilai pohon beringin bagi hidup manusia, dan alam keseluruhan, hampir tak berhingga.

Beringin untuk Semua

Beringin juga memiliki makna dalam untuk Indonesia. Pancasila adalah dasar negara Indonesia. Di sila ketiga, pohon beringin menjadi lambang bagi persatuan Indonesia. Di dalam lambang perisai Pancasila, pohon beringin berada di sebelah kanan atas dengan warna putih sebagai latarnya.

Kementerian Pertahanan Republik Indonesia menegaskan, bahwa pohon beringin adalah simbol keteduhan dan kekuatan bangsa. Ia merupakan tempat bernaung bagi seluruh Rakyat Indonesia, tanpa kecuali. Beragam orang dari beragam suku, bangsa, ras, agama, bahasa dan budaya hidup damai di dalam perlindungan pohon beringin yang merupakan lambang dari Republik Indonesia.

Akar pohon beringin sangat kuat. Ini memungkinkan pohon beringin bertumbuh menjadi begitu besar. Maka, sama seperti itu, persatuan bangsa harus semakin kuat dari hari ke hari. Ini diwujudkan dengan semakin besarnya cinta kepada tanah air Indonesia, serta keberanian melepaskan pengaruh asing dan agama kematian yang merusak.

Pada 2015, seluruh negara anggota Perserikatan Bangsa-bangsa sepakat untuk mewujudkan perdamaian dan kemakmuran bersama. Ada 17 agenda besar yang ingin dicapai. Ini disebut juga sebagai Sustainable Development Goals.  Ada lima inti utama yang saling terkait, yakni pengembangan kesehatan, pendidikan, pengurangan kesenjangan ekonomi dan berbarengan dengan pelestarian lingkungan di segala bentuknya.

Pohon beringin jelas berperan besar dalam semua hal tersebut. Ia memberikan dirinya untuk kesehatan, keteduhan dan kehidupan manusia. Kita bisa belajar kekuatan dan pemberian tanpa pamrih yang nyaris sempurna darinya. Beringin adalah rumah kita. Jangan pernah abaikan hal tersebut, apalagi melupakannya…

***

Rumah Filsafat kini bertopang pada Crowdfunding, yakni pendanaan dari publik yang terbuka luas dengan jumlah yang sebebasnya. Dana bisa ditransfer ke rekening pribadi saya: Rekening BCA (Bank Central Asia) 0885100231 atas nama Reza Alexander Antonius. Lebih lengkapnya lihat di https://rumahfilsafat.com/rumah-filsafat-dari-kita-untuk-kita-dan-oleh-kita-ajakan-untuk-bekerja-sama/

Iklan

Diterbitkan oleh

Reza A.A Wattimena

Pendiri Rumah Filsafat. Peneliti di bidang Filsafat Politik, Filsafat Ilmu dan Kebijaksanaan Timur. Alumni Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta, Doktor Filsafat dari Hochschule für Philosophie München, Philosophische Fakultät SJ München, Jerman. Beberapa karyanya: Menjadi Pemimpin Sejati (2012), Filsafat Anti Korupsi (2012), Tentang Manusia (2016), Filsafat dan Sains (2008), Zen dan Jalan Pembebasan (2017-2018), Melampaui Negara Hukum Klasik (2007), Demokrasi: Dasar dan Tantangannya (2016), Bahagia, Kenapa Tidak? (2015), Cosmopolitanism in International Relations (2018), Protopia Philosophia (2019), Memahami Hubungan Internasional Kontemporer (20019), Mendidik Manusia (2020), Untuk Semua yang Beragama (2020), Terjatuh Lalu Terbang (2020), Urban Zen (2021), Revolusi Pendidikan (2022), Filsafat untuk Kehidupan (2023), Teori Transformasi Kesadaran (2023) dan berbagai karya lainnya.

4 tanggapan untuk “Beringin Rumah Kita”

  1. lieber reza, es hat lange gedauert bis ich das o.g. thema kommentieren kann.
    lächelnd habe ich festgestellt, wir können nicht ganz frei von bewertungen sein.
    schauen , schauen, schauen, beobachten ….usw. wie überall in der ( )-literatur steht, können wir doch zeitweise nicht erfüllen.
    trotzdem deine schrift bereichert uns, wir haben uns selbst ertappt, dass wir nicht immer ganz frei sind.
    also weiterhin leben in hier und jetzt !!
    gruss aus der ferne !!

    Suka

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.