Posprimordialisme, Pancasila dan Demokrasi Kita

indofanfictkpop.wordpress.com

Oleh Reza A.A Wattimena

Bagaimana kita melihat diri kita sendiri? Sebagian besar orang di Indonesia masih melihat dirinya sebagai bagian dari kelompok primordial. Dalam arti ini, primordialisme adalah ikatan-ikatan alami di dalam hubungan antar manusia. Bentuknya adalah ikatan ras, etnis dan agama, terutama agama warisan.

Bahaya Primordialisme

Di satu sisi, pandangan ini mengikat orang ke dalam sebuah ikatan. Ikatan tersebut bersifat primitif, karena terberi begitu saja. Tidak ada kebebasan dan pertimbangan akal sehat di sana. Orang lahir, dan ia, mau tak mau, terikat dengannya.

Di sisi lain, pandangan ini juga mengundang perpecahan. Orang-orang dengan ikatan primordial lain dianggap sebagai kelompok terpisah. Karena ikatan ini tidak diikuti dengan kebebasan dan pertimbangan akal sehat, maka ia dengan mudah berubah menjadi agresif. Kelompok yang berbeda kerap kali menjadi kambing hitam, ketika masalah datang.

Di masa demokrasi modern, ikatan primordial tidak lagi cocok untuk digunakan. Ikatan tersebut sebaiknya berdiam sebagai latar belakang. Yang dijalankan sehari-hari adalah ikatan posprimordial, yakni ikatan yang berpijak pada kesadaran hukum dan konstitusi yang terbuka untuk perbedaan. Dasar dari ikatan posprimordial ini adalah kesepakatan bersama, kebebasan dan pertimbangan akal sehat.

Indonesia dan Posprimordialisme

Indonesia adalah sebuah ikatan posprimordial. Orang-orang di dalamnya bisa memilih secara bebas dan rasional, apakah ingin tetap berada di dalamnya, atau tidak. Orang bisa dengan leluasa berpindah kewarganegaraan, jika ia merasa ingin dan perlu. Kebebasan dan pertimbangan rasional pribadi adalah tolok ukurnya. Inilah yang disebut sebagai ikatan konsitusional.

Di dalam demokrasi modern, ikatan konstitusional amatlah penting. Ia menjamin hak-hak asasi setiap orang di hadapan hukum. Ia juga menyediakan jalan keluar yang damai melalui hukum, ketika krisis terjadi. Perbedaan sudut pandang pun dikelola secara rasional dan beradab.

Ikatan posprimordial yang terwujud dalam ikatan konstitusional ini agak terlupakan di Indonesia. Gejala radikalisme agama yang tersebar begitu dalam tampak mengaburkan ikatan ini. Akibatnya, diskriminasi pun terasa begitu kuat di dalam hidup sehari-hari, terutama diskriminasi terhadap kelompok-kelompok minoritas. Radikalisme agama dan obsesi pada primordialisme seolah membawa Indonesia kembali ke jaman batu.

Pancasila?

Dalam banyak hal, Pancasila adalah bentuk dari ikatan konstitusional Indonesia. Ia memang diciptakan untuk membangun rumah bersama bagi kemajemukan Indonesia. Bahkan, ia dianggap sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia. Walaupun begitu, ada dua hal yang mesti diperhatikan.

Pertama, selama lebih dari tiga puluh tahun, Pancasila digunakan sebagai pembenaran untuk menindas segala kritik terhadap pemerintah. Pembunuhan massal pada 1965 dan setelahnya, penangkapan para aktivis dan pembungkaman kritik menggunakan Pancasila sebagai dasarnya. Ini tentu menciptakan trauma tersendiri terhadap Pancasila.

Dua, di masa sekarang, banyak gerakan untuk memperkuat nilai-nilai Pancasila semata dilihat sebagai proyek. Artinya, kegiatan tersebut hanya dilihat sebagai upaya untuk menghabiskan anggaran semata. Berbagai bentuk korupsi pun tak terhindarkan. Lembaga-lembaga yang bernaung dengan nama Pancasila pun kerap kali tak terorganisir, dan penuh dengan tujuan politik kotor.

Dengan mempertimbangkan kedua hal tersebut, maka Pancasila bisa ditempatkan sebagai sebentuk ikatan posprimordial terbaik untuk Indonesia, terutama dengan memperhatikan sistem demokrasi modern dan kemajemukan masyarakatnya. Asalkan, ia dibaca secara konsisten dalam kelima silanya. Misalnya, Ketuhanan yang masa Esa tidak bisa diterapkan dengan mengorbankan kemanusiaan yang adil dan beradab. Itu pun juga tidak bisa diterapkan dengan mengorbankan keutuhan bangsa, demokrasi dan keadilan sosial.

Ikatan primordial memang membentuk kita. Namun, jangan sampai itu menjadi penjajahan baru. Dalam konteks berbangsa di era globalisasi sekarang ini, Pancasila sebagai ikatan posprimordial di Indonesia harus dipegang teguh di dalam prinsip dan tindakan. Tidak ada yang lebih penting bagi kita yang tinggal di Indonesia sekarang ini.

 

 

 

 

 

 

Iklan

Diterbitkan oleh

Reza A.A Wattimena

Peneliti di bidang Filsafat Politik, Filsafat Ilmu dan Kebijaksanaan Timur. Alumni Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta, Doktor Filsafat dari Hochschule für Philosophie München, Philosophische Fakultät SJ München, Jerman. Beberapa karyanya: Menjadi Pemimpin Sejati (2012), Filsafat Anti Korupsi (2012), Tentang Manusia (2016), Filsafat dan Sains (2008), Zen dan Jalan Pembebasan (2017-2018), Melampaui Negara Hukum Klasik (2007), Demokrasi: Dasar dan Tantangannya (2016), Bahagia, Kenapa Tidak? (2015), Cosmopolitanism in International Relations (2018), Protopia Philosophia (2019), Memahami Hubungan Internasional Kontemporer (20019), Mendidik Manusia (2020), Untuk Semua yang Beragama (2020), Terjatuh Lalu Terbang (2020), Urban Zen (2021), Revolusi Pendidikan (2022) dan berbagai karya lainnya.

8 tanggapan untuk “Posprimordialisme, Pancasila dan Demokrasi Kita”

  1. setuju sekali dgn tulisan diatas.
    dalam kehidupan sehari2 kita alami begitu kuat nya “ikatan2” yg sangat menghambat, bahkan dalam kalangan modern yg mampu “membaca dan menulis”, seperti nya diselubung i suasana “ikatan” yg begitu kuat, tidak sadar bahwa itu hanya kebodohan habis2 an.
    pertanyaan : di mana letak “kunci rahasia” utk mendobrak kebodohan tsb ??
    pendidikan , masyarakat harus berubah, mulai dari “pimpinan atas”, sbb umumnya di indonesia belum tercapai pemikiran bebas-kritis, yg umum adalah pemikiran anarchie-merusak, tanpa berpikir panjang utk generasi berikut.
    kita lihat saja sebagai contoh, kesadaran umum utk alam semesta di lingkungan kita.
    banya salam !

    Suka

  2. Bangsa ini sudah terpuruk dlm ke chaosan jatidiri, semua merasa diri nya sdh sbg “sang benar” sehingga bergerak cenderung menyalahkan. Padahal hrsnya mreka sadar adanya benar krna adanya pengakuan dr “salah” yg mmbenarkan nya. Smoga bangsa ini sgra sadar pd hukum kesepasangan alam kejadian, smangat terus Mas Reza, GBU

    Suka

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.