Merobohkan Tembok-tembok Keilmuan

Oleh Reza A.A Wattimena

Semua ilmu pengetahuan modern dimulai dari filsafat. Filsafat, dengan kata lain, adalah ibu dari semua ilmu pengetahuan modern, seperti kita kenal sekarang ini. Fisika, biologi, kedokteran, kimia serta turunannya, seperti teknik, dikenal sebagai filsafat alam (natural philosophy). Sementara, hukum dan politik dikenal sebagai filsafat sosial (social philosophy).

Berawal dari Filsafat

Awal dari filsafat adalah rasa kagum terhadap segala yang ada. Keindahan dan keteraturan dari alam semesta juga membuat orang penasaran. Dari dua hal inilah lalu para filsuf pertama mencoba untuk memahami dunia dengan menggunakan penalaran akal sehat (rational reasoning). Mitos, tradisi dan agama sebagai penjelasan pun ditinggalkan.

Sejalan dengan berkembangnya pengetahuan manusia, filsafat pun dipecah menjadi berbagai cabang ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan alam hendak memahami dunia alamiah, seperti fisika, biologi, geologi, kimia dan segala turunannya. Ilmu pengetahuan manusia hendak memahami dunia sosial, seperti ekonomi, politik, budaya dan berbagai turunannya. Dengan berkembangnya waktu, ilmu pengetahuan menjadi terkotak-kotak ke dalam berbagai cabang yang tidak saling berhubungan satu sama lain.

Inti dari ilmu pengetahuan modern adalah metode berpikir. Inilah yang juga dikenal sebagai metode penelitian ilmiah (scientific method). Di dalam metode ini, hanya bukti-bukti nyata (bisa ditangkap dengan panca indera) yang bisa diterima. Hukum sebab akibat menjadi kunci untuk memahami segala yang ada.

Kesimpulan juga tidak bisa ditarik sembarangan. Para ilmuwan mesti menekuni berbagai penelitian yang ada sebelumnya. Ia lalu membuat percobaan untuk menemukan sesuatu yang baru. Penarikan kesimpulan lalu dibuat, namun tidak dengan kepercayaan mutlak, melainkan sebagai dasar bagi penelitian berikutnya.

Cara berpikir ini membawa banyak hal baik bagi kehidupan manusia. Berbagai bentuk teknologi ditemukan, guna mempermudah kehidupan manusia. Dunia kedokteran juga berkembang pesat, sehingga manusia bisa hidup sehat sampai usia tua. Namun, dengan berjalannya waktu, berbagai tantangan baru yang lebih rumit datang mengunjungi.

Tiga tantangan terbesar jaman kita adalah masalah kerusakan lingkungan hidup, kesenjangan sosial ekonomi global yang sangat besar serta tersebarnya radikalisme agama di berbagai belahan dunia. Ketiga tantangan tersebut menuntut manusia untuk mengubah cara berpikirnya. Model penelitian yang terkotak-kotak dalam berbagai bidang keilmuan tidak lagi mencukupi. Kita membutuhkan kerja sama dari berbagai bidang ilmu pengetahuan.

Kesatuan Ilmu Pengetahuan

Bentuk kerja sama pertama adalah penelitian multikeilmuan, atau multidisipliner. Di dalam bentuk penelitian ini, berbagai bidang ilmu menawarkan sudut pandangnya. Namun, tembok-tembok keilmuan masih terlihat jelas. Pandangan ini, pada hemat saya, masih kurang memadai.

Bentuk kerja sama kedua adalah penelitian lintas keilmuan, atau interdisipliner. Bentuk ini menghubungkan berbagai bidang keilmuan sebagai satu kesatuan, guna memahami sesuatu. Ini adalah pendekatan yang menyeluruh untuk menjawab berbagai tantangan yang muncul di dunia sekarang ini. Bentuk penelitian inilah yang harus semakin dikembangkan di abad 21.

Bentuk ketiga adalah penelitian transkeilmuan, atau transdisipliner. Bentuk ini bergerak lebih jauh dari penelitian lintas ilmu. Fokusnya adalah melahirkan pengetahuan yang secara langsung bisa diterapkan untuk menghadapi berbagai tantangan kehidupan. Penelitian ini tidak hanya terjadi di dalam dunia akademik. Dunia bisnis, politik, budaya dan masyarakat sipil juga berperan besar di dalam penelitian ini.

Penelitian transkeilmuan hendak kembali ke asal muasal semua pengetahuan, yakni filsafat yang bersifat menyeluruh. Visinya adalah kesatuan ilmu pengetahuan. Tujuannya adalah memahami dengan lebih jernih dan kritis keadaan dunia sekarang ini. Dengan pemahaman ini, jalan keluar atas berbagai tantangan dunia pun bisa ditemukan.

Sikap Kritis

Sikap kritis amatlah penting di dalam pola pikir lintas dan trans-keilmuan. Dengan sikap kritis, orang tidak lagi menerima begitu saja apa yang ia lihat dan dengar. Ia juga mempertanyakan anggapan-anggapan tersembunyi yang ada di dalam cara berpikirnya. Dialog untuk sampai pada pemahaman menjadi alat utama untuk pengembangan pengetahuan.

Sikap kritis juga menjauhkan orang dari kepatuhan buta. Radikalisme, fundamentalisme dan fanatisme lenyap secara alamiah di hadapan sikap kritis. Ia mengajak orang untuk meninggalkan ilusi, serta melihat kenyataan sebagaimana adanya. Kesatuan ilmu pengetahuan, dengan sikap kritis sebagai jantung hatinya, akan mendorong pengetahuan melampaui batas-batasnya sendiri, dan menyentuh kebijaksanaan.

 

 

 

 

 

Diterbitkan oleh

Reza A.A Wattimena

Pendiri Rumah Filsafat. Pengembang Teori Transformasi Kesadaran dan Teori Tipologi Agama. Peneliti di bidang Filsafat Politik, Filsafat Ilmu dan Kebijaksanaan Timur. Alumni Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta, Doktor Filsafat dari Hochschule für Philosophie München, Philosophische Fakultät SJ München, Jerman. Beberapa karyanya: Menjadi Pemimpin Sejati (2012), Filsafat Anti Korupsi (2012), Tentang Manusia (2016), Filsafat dan Sains (2008), Zen dan Jalan Pembebasan (2017-2018), Melampaui Negara Hukum Klasik (2007), Demokrasi: Dasar dan Tantangannya (2016), Bahagia, Kenapa Tidak? (2015), Cosmopolitanism in International Relations (2018), Protopia Philosophia (2019), Memahami Hubungan Internasional Kontemporer (20019), Mendidik Manusia (2020), Untuk Semua yang Beragama (2020), Terjatuh Lalu Terbang (2020), Urban Zen (2021), Revolusi Pendidikan (2022), Filsafat untuk Kehidupan (2023), Teori Transformasi Kesadaran (2023), Teori Tipologi Agama (2023) dan berbagai karya lainnya. Rumah Filsafat kini bertopang pada Crowdfunding, yakni pendanaan dari publik yang terbuka luas dengan jumlah yang sebebasnya. Dana bisa ditransfer ke rekening pribadi saya: Rekening BCA (Bank Central Asia) 0885100231 atas nama Reza Alexander Antonius. Lebih lengkapnya lihat di https://rumahfilsafat.com/rumah-filsafat-dari-kita-untuk-kita-dan-oleh-kita-ajakan-untuk-bekerja-sama/

11 tanggapan untuk “Merobohkan Tembok-tembok Keilmuan”

  1. Kegelisahan abang terxta mirip dgn kegelisahan peradaban yg kini bgtu mencekik masyarakat kita. Krisis ekonomi, krisis lingkungan & krisis keadilan. Semua ini dsebabkan krn asupan filsafat yg amat miskin.
    Gmna pendapat bung reza dgn gerakan yg di lkukan Oleh filsuf Rocky gerung sekarang ini yg bgtu kontroversial di panggung politik nasional. yg melancarkan politik argumen dan logika. dgn membawa mnggandeng filsafat sebagai pisau analisax ???.

    Suka

  2. sepakat! saya belajar mengetahui.
    menurut hemat saya , hindaran terbesar yg harus disingkirkan adalah “melihat kenyataan sebagaimana adanya”. ada baik nya, kita belajar dulu memahami dan menjalankan makna kalimat sederhana tsb, tetapi begitu sulit dalam kehidupan sehari2 utk di terap kan.
    banya salam!

    n.b.:artikel “schiffreise – ein schmutziges geschäft” (sz), memungkinkan kita berpikir kritis berhubungan karya tulisan diatas

    Suka

  3. Izin berkomentar Pak.
    Mohon maaf Pak, saya belum memahami secara mendalam maksud dari penelitian multi-keilmuan, lintas keilmuan dan trans-keilmuan. Bukankah secara kalimat, ketiganya bisa saja dimaknakan dengan “penelitian keilmuan yang saling berhubungan”?
    Mohon pencerahannya Pak.

    Disukai oleh 1 orang

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.