
Oleh Reza A.A Wattimena
Peneliti, Tinggal di Jakarta
Kita hidup di abad informasi. Setiap detiknya, jutaan informasi baru timbul mengisi keseharian kita. Informasi begitu mudah didapat. Semua ini menjadi mungkin, karena perkembangan teknologi informasi, komunikasi dan transportasi yang amat cepat.
Revolusi Industri Keempat
Kita juga hidup di jaman revolusi industri yang keempat. Sekedar informasi, revolusi industri pertama dipicu dengan penemuan mesin uap dan air untuk menggerakkan mesin produksi. Revolusi industri kedua dimulai dengan penggunaan energi listrik untuk mendorong mesin produksi. Revolusi industri ketiga didorong oleh perkembangan teknologi informasi dan komunikasi di dalam proses produksi.
Setiap revolusi industri baru berpijak pada revolusi industri sebelumnya. Revolusi industri keempat juga bersandar pada revolusi industri ketiga. Ia sudah terjadi sejak pertengahan abad 20. Ciri utamanya adalah percampuran teknologi dengan semua unsur kehidupan manusia, yakni ketika unsur biologis, fisik dan digital kini bercampur menjadi satu membentuk seluruh kehidupan.
Penemuan baru di bidang teknologi kini terus berlangsung dengan kecepatan yang amat tinggi. Peningkatannya tidak lagi linear, melainkan eksponensial. Banyak sekali model bisnis lama kini harus mengubah diri dengan cepat, atau gulung tikar. Semua sistem produksi, ilmu pengetahuan dan tata kelola politik kini harus memikirkan bentuk baru yang lebih sesuai.
Masa ini juga ditandai dengan beragam krisis. Pada tingkat yang lebih luas, kesenjangan ekonomi, sosial dan politik justru semakin besar antara negara yang kaya dan yang miskin. Kesenjangan ini menciptakan begitu banyak masalah sosial, mulai dari radikalisme, terorisme sampai dengan masalah lingkungan hidup. Pada tingkat yang lebih kecil, kita mengalami banjir informasi.
Informasi menjadi begitu mudah dan murah untuk didapat. Ini mudah sekali disalahgunakan, mulai dari pelanggaran privasi sampai dengan pemerasan dan penghancuran nama baik. Ini juga menciptakan kebingungan, karena orang tak lagi memiliki waktu dan tenaga untuk mengolah informasi tersebut menjadi pengetahuan, apalagi menjadi kebijaksanaan. Banjir informasi, pada akhirnya, menciptakan ketidakpedulian yang berujung pada beragam masalah di dalam hidup bersama, mulai dari krisis identitas, depresi yang terus menyebar sampai dengan tingkat bunuh diri yang terus meningkat dari tahun ke tahun di berbagai belahan dunia.
Informasi, Pengetahuan dan Kebijaksanaan
Informasi (Information) adalah data tentang sebuah keadaan di dunia. Ia bisa berbentuk kuantitatif, misalnya dalam bentuk statistik. Ia juga berbentuk kualitatif, yakni dalam bentuk penggambaran dengan menggunakan kata dan kalimat. Kita bisa begitu mudah mendapatkan informasi sekarang ini, seperti sudah disinggung sebelumnya.
Pengetahuan (Knowledge) berada di tingkat yang lebih tinggi, daripada informasi. Pengetahuan adalah informasi yang bisa digunakan, baik untuk tujuan luhur maupun untuk tujuan-tujuan jahat. Dengan pengetahuan, manusia bisa menciptakan keadilan dan kemakmuran di dunia. Dengan pengetahuan pula, manusia bisa menghancurkan semua yang ada.
Disinilah diperlukan kebijaksanaan (Wisdom). Kebijaksanaan adalah kemampuan manusia untuk menggunakan semua pengetahuan dan informasi yang ada sesuai dengan konteks, yakni untuk kebaikan semua mahluk yang ada, dan bukan hanya manusia. Kebijaksanaan terletak di dalam pembuatan keputusan. Ia berakar tidak hanya pada informasi dan pengetahuan, tetapi pada kesadaran (Awareness).
Kesadaran setidaknya memiliki tiga bentuk. Pertama adalah kesadaran yang muncul di dalam setiap tindakan dan perilaku manusia. Ia adalah hidup sendiri. Kita sebagai manusia adalah kesadaran yang menyala dari waktu ke waktu.
Kedua adalah kesadaran yang meluas. Kita mengalami ini, ketika kita menyadari sesuatu tanpa penilaian, misalnya menyadari suara, bau atau sensasi di kulit. Kita hanya mencerap, dan tidak memberi penilaian baik dan buruk. Kesadaran menciptakan perasaan kesatuan dengan antara lingkungan sekitar dengan diri kita.
Yang ketiga adalah kesadaran murni. Ia berada di luar ruang dan waktu. Ia tidak diciptakan dan juga tidak bisa dihancurkan. Kesadaran inilah yang memungkinkan kita sebagai manusia untuk melihat apa yang kita lihat, dan mendengar apa yang kita dengar.
Kebijaksanaan semacam ini adalah tingkat tertinggi yang bisa diraih oleh manusia dalam hidupnya. Di tingkat ini, orang menyadari kehadiran Sang Pencipta di dalam dirinya sendiri. Cinta, kesabaran, kebaikan dan sikap lemah lebut secara alami mengalir dari dirinya. Moralitas tidak lagi diperlukan.
Di masa revolusi industri keempat ini, kita justru semakin membutuhkan kebijaksanaan yang berakar pada kesadaran semacam ini. Kebijaksanaan ini memungkinkan kita untuk menggunakan semua pengetahuan yang ada demi tujuan-tujuan yang luhur. Kebijaksanaan ini memungkinkan kita untuk menciptakan peradaban yang seimbang dalam hubungan dengan alam dan mahluk hidup lainnya. Sayangnya, google, dan beragam mesin pencari berbasis teknologi canggih lainnya, tidak mampu menyediakannya.
Anda harus melatih diri, guna mendapatkannya. Siapkah anda?
dari semua tulisan diatas ini bang mena bermaksud ” balik lah ke nalar sehat dan hati nurani”. kita tidak perlu harus ikuti semua informasi, menurut pandangan saya, “cukup di pegang tapi mudah dilepas”, demi perkembangan selanjut nya. saya jadi ingat cerita “secangkir teh yg disajikan”.
kalimat penutup, google dkk hanya mesin, tinggal tekan tombol, tunggu perintah, null kebijaksanaan.
apa kita juga hidup mengarah ke mesin ? tombol, tunggu perintah tanpa kesadaran ??
kalimat terachir, adalah fazit !
rhetorische frage, bleibt offen “unbeantwortet “.
salam hangat !!
SukaSuka
n.b.: zur anmerkung, habe gerade einen artikel in zeit.de unter rubrik nachbarschaft ” und plötzlich lebt das dorf ” gelesen.
hoffentlich ist es für uns alle hilfreich.
SukaSuka
Terima kasih atas tulisannya.
Tulisan anda unik dan bahasannya tidak tersentuh melalui tulisan-tulisan dari orang lain (penulis lain) yang justru menulis isu-isu lain.
Pertanyaan saya: Apakah, tanpa kesadaran akan Sang Pribadi Tertinggi (Sang Pencipta), seseorang tidak akan bisa memiliki kebijaksanaan dan moralitas dalam mengelola kehidupan yang lebih baik? Apakah fenomena kehidupan harus selalu dipandang dari perspektif religius, seperti Christian worldview?
SukaSuka
Bagaimana cara melatihnya? Apakah yoga dan meditasi termasuk cara tersebut?
SukaSuka
Bagus Mz buat referensi.
SukaSuka
Ja.. du hast recht. Die letzte Frage bleib als eine Form von Provokation zum Denken… Dieses Bewusstsein ist mehr als mechanische Technologie..
SukaSuka
ja.. danke..
SukaSuka
Terima kasih. Semoga anda terbantu. Tanpa kesadaran, orang tidak akan bisa mencapai pencerahan, dan memiliki moralitas yang sejati. Ia hanya hidup dalam tekanan dan kekosongan. Tidak harus. Hidup harus dilihat sebagai hidup itu sendiri, bukan dari sudut pandang manapun… Sudut pandang kerap kali hanya menyesatkan dan membuatnya jadi sempit…
SukaSuka
Yoga dan meditasi dengan cara berada di kesadaran, dan tidak mengejar pikiran maupun emosi yang datang…
SukaSuka
Terima kasih. Semoga terbantu
SukaSuka
suppi !! focus dari saat ke saat .
“achte gut auf diesen tag “…youtube (ehm rumi / sankrit !!! )
lain2 nda ada.
SukaSuka
Mit Bewusstein und Achtsamkeit…
SukaSuka