
Oleh Reza A.A Wattimena
Di dalam hidup, kita diminta membuat pilihan. Kerap kali, pilihan yang tersedia begitu banyak. Kita mengalami kesulitan untuk membuat keputusan. Yang diperlukan disini adalah prioritas, yakni pemahaman mendasar tentang apa yang terpenting, yang terlebih dahulu harus dilakukan.
Prioritas
Hal ini penting tidak hanya untuk pribadi kita, tetapi juga untuk kehidupan bersama. Politik yang bermutu adalah politik yang berfokus pada apa yang terpenting, yakni membangun kehidupan bersama yang didasarkan pada keadilan dan kemakmuran untuk semua. Hal-hal lainnya haruslah mengabdi pada prioritas utama ini. Jika tidak, maka ia harus dilepas.
Memahami prioritas berarti memahami esensi dari sesuatu. Esensi adalah inti dari sesuatu. Di dalam filsafat, esensi dapat juga dipahami sebagai tujuan keberadaan (reason of existence) dari hal tersebut. Misalnya, sendok ada untuk membantu proses makan, dan sepatu ada untuk membantu proses berjalan manusia.
Jika esensi tidak dipahami, maka orang tidak akan memahami prioritas. Tujuan hidupnya akan kacau. Di bidang politik, tata kelola pun akan menjadi kacau. Yang kemudian terjadi adalah konflik dan ketegangan yang merusak kehidupan bersama.
Kejernihan
Bagaimana caranya, supaya kita tahu, apa esensi dari apa yang kita lakukan? Untuk itu, kita perlu setidaknya tiga hal, yakni kejernihan, sikap kritis dan otot. Kejernihan berarti memahami sesuatu apa adanya, tanpa prasangka apapun. Semua bentuk pengandaian dan prasangka ditunda, supaya kita bisa mencapai kejernihan berpikir.
Di dalam Zen, kejernihan terdiri dari tiga hal. Yang pertama adalah memahami keadaan secara apa adanya. Yang kedua adalah memahami hubungan kita dengan keadaan tersebut secara tepat. Yang ketiga adalah memahami fungsi yang kita lakukan di dalam menanggapi keadaan tersebut.
Misalnya, ketika ada orang kesulitan, kita menolongnya. Ketika ada orang lapar, kita memberinya makan. Ketika ada orang haus, kita memberinya minum. Kita melakukan itu semua dari saat ke saat.
Sikap Kritis
Untuk bisa memahami esensi dan menentukan prioritas secara tepat, kita juga perlu sikap kritis. Sikap kritis berarti kita tidak percaya begitu saja semua informasi yang kita terima. Ini juga berarti, bahwa kita tidak percaya begitu saja pada pikiran maupun perasaan yang muncul di kepala kita. Kita perlu mengajukan pertanyaan kepada semua itu.
Sikap kritis adalah dasar dari hidup yang bermutu. Tanpa sikap kritis, orang akan mudah tertipu oleh berita palsu dan gosip. Keputusan yang didasarkan semata pada informasi palsu dan gosip adalah keputusan yang amat buruk. Ia tidak hanya merugikan kita sendiri, tetapi juga banyak orang lainnya.
Sikap kritis adalah juga dasar dari sikap intelektual. Ilmu pengetahuan modern dan filsafat bisa begitu berkembang, karena didasarkan pada sikap kritis semacam ini. Orang tidak begitu saja menerima informasi dari luar, tradisi dan pikirannya sebagai kebenaran mutlak, melainkan mengujinya terlebih dahulu dengan akal sehatnya. Hanya dengan begini, hidup bersama yang beradab bisa terwujud.
Otot
Seringkali, kita sudah memiliki kejernihan dan sikap kritis, tetapi kita tidak mampu mewujudkan tujuan kita menjadi kenyataan. Di titik inilah otot berperan. Otot disini berarti kemampuan yang didorong oleh motivasi kuat untuk mewujudkan sebuah visi menjadi kenyataan.
Kekuatan otot membutuhkan satu dasar yang kuat. Dasar itu adalah motivasi. Kita sepenuhnya sadar, bahwa sesuatu itu penting untuk dilakukan. Hidup pribadi maupun hidup bersama tergantung dari tindakan kita tersebut. Maka, kita lalu bertindak dengan penuh semangat.
Hidup bersama yang bermutu bisa terwujud, jika setiap orang paham akan prioritas terpenting dalam hidupnya dari saat ke saat. Itu hanya mungkin, jika setiap orang, atau sebagian besar orang, mengembangkan kejernihan, sikap kritis dan “otot”-nya di dalam kehidupan mereka. Orang yang gagal menentukan prioritas akan terus salah membuat keputusan di dalam hidupnya. Bangsa yang gagal menentukan prioritas akan terus menjadi bangsa miskin yang dijajah secara ekonomi maupun politik oleh bangsa lainnya. Apakah kita mau seperti itu?
Selamat siang pak reza, perkenalkan saya fatikhah, orang2 biasa memanggil saya fatikh. Saya tertarik untuk belajar filsafat dan sering ‘kepo’ di blog bapak. Saya mau tanya ttg post bapak berikut. Di post tersebut bapak menyebut kejernihan (cara berpikir apa adanya, tidak mempedulikan pengandaian2 dll ) dengan sikap kritis( sikap tidak mempedulikan informasi) sebagai cara menentukan esensi dalam memnntukan prioritas. Bagaiamana bisa menjadi lebih 2 hal yh bertolak bralkang itu dapat ‘bekerjasama’ dalam mencari esensi prioritas?, Terimakasih Pada tanggal 20 Mar 2016 07.13, “Rumah Filsafat” menulis:
> Reza A.A Wattimena posted: ” Oleh Reza A.A Wattimena Di dalam hidup, kita > diminta membuat pilihan. Kerap kali, pilihan yang tersedia begitu banyak. > Kita mengalami kesulitan untuk membuat keputusan. Yang diperlukan disini > adalah prioritas, yakni pemahaman mendasar tentang apa yang ” >
SukaSuka
Congratulations, Pak Reza. Kapan pulang?
Wuri
SukaSuka
Terima kasih bu Wuri. Saya sudah di Surabaya
SukaSuka
halo salam kenal. Sebenarnya, sikap kritis dan kejernihan itu sama. Untuk bisa berpikir jernih, kita memerlukan dasar yang kokoh. Dasar tersebut hanya dapat dimiliki, ketika kita tidak terjebak informasi palsu dari luar. Kritis berarti tidak gampang percaya terhadap segala informasi yang masuk. Jadi, keduanya tidak terpisahkan. Semoga membantu
SukaDisukai oleh 1 orang
Reblogged this on wayno.wordpress.com.
SukaSuka
bagaimana bang mengintegrasikan filsafat dengan agama???
SukaSuka
Filsafat mengembangkan nalar. Agama didasarkan pada iman. Cobalah untuk beragama dengan menggunakan nalar sehat.
SukaSuka