Kreativitas yang Masih Dinanti

Forever is not (julia.kropinova)

Oleh Reza A.A Wattimena

Peneliti, Tinggal di Jakarta

Kreativitas adalah hal alami yang dimiliki manusia. Semua orang mempunyainya, tak ada perkecualian. Lihatlah bagaimana kreatifnya seorang anak kecil. Jika ada waktu luang, mereka langsung menciptakan sesuatu, entah dengan tangan, tubuh maupun pikirannya.

Walaupun alami, kreativitas membutuhkan tempat untuk berkembang. Ia membutuhkan budaya tertentu, supaya bisa mendorong terciptanya hal-hal baru yang berguna untuk kehidupan. Budaya ini adalah budaya kebebasan berpikir dan berpendapat. Di dalamnya terdapat orang-orang yang tak takut untuk memikirkan hal-hal baru, guna melampaui beragam tantangan kehidupan.

Sayangnya, kreativitas kerap kali dibunuh oleh proses pendidikan. Keberanian untuk berpikir tentang hal-hal baru dipotong atas nama kepatuhan terhadap cara berpikir lama. Di banyak tempat, pendidikan justru menjadi cerminan budaya otoriter dan feodal yang menciptakan begitu banyak masalah dan penderitaan hidup. Dalam arti ini, sebagaimana berulang kali dikatakan Ken Robinson, pendidikan justru merupakan musuh terbesar dari kreativitas itu sendiri.

Imajinasi, Kreativitas dan Inovasi

Kreativitas terkait erat dengan imajinasi dan inovasi. Ketiganya saling terkait, tanpa bisa terpisahkan. Imajinasi adalah kemampuan manusia untuk melihat dunia secara berbeda. Dengan imajinasi, manusia mampu membayangkan sesuatu yang belum ada. Imajinasi juga membutuhkan empati, yakni kemampuan untuk melihat dunia dari sudut pandang yang berbeda.

Dalam arti ini, kreativitas adalah imajinasi yang diterapkan. Ide-ide yang berbeda diurai menjadi kerangka kerja yang memiliki dampak nyata. Kerangka kerja tersebut mampu menghasilkan sesuatu yang baru, guna melampaui berbagai tantangan hidup bersama. Namun, prosesnya tak berhenti disini.

Kreativitas perlu dikembangkan menjadi inovasi yang nyata. Dalam arti ini, inovasi adalah kreativitas yang diterapkan. Kerangka kerja lalu diubah menjadi sebuah sistem yang bisa diterapkan untuk perubahan menyeluruh di dalam organisasi, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Untuk bisa mencapai ini, maka imajinasi, kreativitas dan inovasi haruslah menjadi budaya.

Membangun Budaya

Budaya adalah keseluruhan latar belakang yang membentuk sekaligus dibentuk oleh pola berpikir dan pola perilaku sekumpulan orang di dalam suatu kelompok. Membangun budaya imajinasi berarti membangun kebiasaan berpikir berbeda, kebiasaan berdialog dan kebiasaan melihat segala sesuatu dari sudut pandang yang baru di dalam suatu kelompok. Kelompok ini bisa dalam bentuk organisasi, maupun masyarakat dalam arti luas.

Tahap berikutnya adalah membangun budaya kreativitas. Dalam arti ini, membangun budaya kreativitas berarti adanya keberanian untuk menerapkan ide-ide baru yang berbeda dari cara-cara lama. Disini juga dibutuhkan keterbukaan terhadap kemungkinan terjadinya perubahan sistemik. Ketika ide baru telah menjadi bagian dari sistem, maka budaya inovasi sudah bisa dibangun.

Di dalam organisasi, membangun budaya inovasi berarti membuka ruang sebesar-besarnya untuk beragam imajinasi dan kreativitas. Semua ini diterapkan di berbagai unsur organisasi, mulai dari pucuk pimpinan tertinggi sampai ke bawah. Inilah yang menjamin keberlanjutan dan keberadaan organisasi tersebut. Namun, ini semua hanya mungkin, jika kepemimpinan kreatif telah terlebih dahulu diterapkan.

Kepemimpinan Kreatif

Kepemimpinan kreatif amatlah berbeda dengan kepemimpinan konservatif. Di dalam pola kepemimpinan konservatif, kepatuhan buta dituntut dari semua orang. Kepemimpinan pun berjalan secara mekanis, tanpa ada upaya penyesuaian terhadap keadaan sama sekali. Ini bagaikan memimpin dengan menggunakan pola pikir mesin.

Di dalam pola kepemimpinan kreatif, imajinasi didorong untuk berkembang. Setiap orang didorong untuk menemukan ide-ide baru, guna mengembangkan masyarakat. Tantangan-tantangan baru hanya dapat dihadapi dengan cara berpikir baru yang berkembang dari imajinasi. Ini amatlah penting, terutama di era globalisasi dari revolusi industri keempat sekarang ini.

Sayangnya, di Indonesia, kepemimpinan kreatif masih belum menjadi pandangan umum. Hanya sedikit sekali organisasi yang menerapkan kepemimpinan kreatif, guna membangun budaya imajinasi, kreativitas dan inovasi semacam ini. Di dalam organisasi-organisasi besar, mulai dari lembaga pemerintah, BUMN, rumah sakit, sekolah dan bahkan bisnis, kepemimpinan konservatif masih menjadi acuan utama. Di dalam pola kepemimpinan konservatif, orang berprestasi justru sulit memperoleh pengakuan. Yang dihargai justru adalah para penjilat pimpinan yang sebenarnya minim prestasi.

Kreativitas memang masih dinanti di Indonesia. Kehadirannya menuntut kemauan berubah dari semua pihak, terutama para pemimpin masyarakat. Cara berpikir lama tidak akan pernah bisa menanggap keadaan yang terus berubah. Walaupun terus dinanti, semoga ia tak terlalu lama pergi.

 

 

 

 

 

Iklan

Diterbitkan oleh

Reza A.A Wattimena

Peneliti di bidang Filsafat Politik, Filsafat Ilmu dan Kebijaksanaan Timur. Alumni Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta, Doktor Filsafat dari Hochschule für Philosophie München, Philosophische Fakultät SJ München, Jerman. Beberapa karyanya: Menjadi Pemimpin Sejati (2012), Filsafat Anti Korupsi (2012), Tentang Manusia (2016), Filsafat dan Sains (2008), Zen dan Jalan Pembebasan (2017-2018), Melampaui Negara Hukum Klasik (2007), Demokrasi: Dasar dan Tantangannya (2016), Bahagia, Kenapa Tidak? (2015), Cosmopolitanism in International Relations (2018), Protopia Philosophia (2019), Memahami Hubungan Internasional Kontemporer (20019), Mendidik Manusia (2020), Untuk Semua yang Beragama (2020), Terjatuh Lalu Terbang (2020), Urban Zen (2021), Revolusi Pendidikan (2022) dan berbagai karya lainnya.

2 tanggapan untuk “Kreativitas yang Masih Dinanti”

  1. dari kalimat pertama “anak kecil kemampuan kreativ besar”= hidupnya belum tercemar dgn segala pengaruh.
    sampai kalimat terachir dalam thema kreasi , seluruh makna dan inti = dorongan utk kita semua, marilah kita ambil bagian dan ikut aktiv dalam kehidupan sehari2.
    fazit : “nalar sehat dan hati nurani”
    yg di terang kan dari sudut mana aja (kali ini “kreasi”)
    kesulitan dgn “kreasi” dan “malas/takut ” mencoba sesuatu yg baru bukan saja di indonesia. saya rasa fenomena nya global dimana, para konservativ takut kehilangan kedudukan mereka.
    contoh di lingkungan kecil kita bisa perhati in kelakuan / tindakan kita dlm kehidupan sehari2, boleh lah dibilang ” kita berniat berkreasi tapi masi gitu terhambat oleh pengaruh konservativ dalam benak kita”. kalau kita sadar ttg keadaan kita, kita sendiri tertawa dan sangat “menikmati” kelemahan kita sendiri.
    saya umpama kan keadaan rumahtangga yg amburadul, bagaimana kita memulai dengan mengatur semua nya ??
    jangan tunggu lama2 dgn segala alasan, mulai lah dengan segeran tanpa berpikir panjang.
    begitulah hidup !!
    banya salam dan selamat berkarya!

    Suka

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.