Oleh Reza A.A Wattimena
Penerbit Karaniya
JL.Mangga I Blok F 15
Duri Kepa, Kebon Jeruk
Jakarta Barat 11510
Telepon: +6221 568 7957
WhatsApp: +62 813 1531 5699
Atau di Toko Buku Terdekat
Buku ini lahir dari penderitaan yang saya alami. Selama bertahun-tahun, saya hidup dalam depresi. Secara singkat, depresi dapat dipahami sebagai kesedihan yang berkelanjutan, kerap kali tanpa alasan yang jelas, dan membuat orang tidak bisa menjalani kesehariannya dengan damai dan bahagia. Depresi ini mempengaruhi banyak unsur dalam hidup saya, mulai dari soal hubungan pribadi, sampai dengan hubungan profesional.
Saya kerap kali bertanya, apakah hidup memang seperti ini? Ketika keadaan tidak sesuai keinginan, penderitaan dan kekecewaan muncul. Saya juga menyaksikan, begitu banyak keluarga dan teman-teman saya terjebak pada soal yang sama. Mereka mencoba menemukan jalan keluar melalui agama ataupun konsultasi dengan profesional. Namun, jawaban atas permasalahan mereka tak kunjung tiba.
Puncak penderitaan saya terjadi pada 2014 lalu. Di awal tahun, saya mengalami masalah cukup parah di dalam rumah tangga saya. Konflik tak kunjung henti antara saya dan (mantan) istri saya. Kami sudah mengunjungi beberapa profesional dan pemuka agama. Namun, masalah tak selesai, bahkan cenderung semakin besar.
Bulan Februari pertengahan, berita buruk menghantam saya di pagi hari. Saya bangun sekitar jam 5.30 pagi, membuka HP, dan menerima berita mengejutkan, bahwa ayah saya meninggal. Tidak ada gejala. Tidak ada sakit. Katanya, beliau serangan jantung, dan meninggal di tempat.
Saya kaget dan menangis seketika. Saya sudah lama tidak berkontak dengan ayah saya, karena kesibukan saya menulis disertasi dalam rangka pendidikan doktoral di kota Munich, Jerman. Sekedar catatan, disertasi saya juga berantakan pada waktu itu. Banyak hal belum dibaca dan ditulis. Pembimbing saya juga tampak tidak puas pada kinerja penulisan disertasi saya.
Beragam masalah datang menimpa saya. Semua rencana gagal. Penderitaan datang mencekam jiwa. Namun, saat itu, saya harus kuat, karena harus kembali ke Indonesia untuk menemani keluarga.
Setelah beberapa minggu yang menyakitkan di Indonesia, saya harus kembali ke Jerman. Beragam buku dan disertasi sudah menunggu. Namun, depresi saya semakin kuat. Penderitaan yang amat besar menghantam saya selama berbulan-bulan.
Saya mencoba mencari jalan keluar. Saya berdoa. Saya mengunjungi pemuka agama saya pada waktu itu. Saya juga berbicara dengan profesional.
Namun, tak ada jalan keluar. Saya tak menemukan jalan keluar dari depresi dan penderitaan berat yang saya rasakan. Ini terjadi selama kurang lebih 6 bulan. Jujur, saya tidak mandi pada waktu itu, dan membiarkan rambut serta jenggot saya bertumbuh. Saya sudah seperti orang dari hutan.
Puncaknya adalah ketika saya berniat bunuh diri. Kota Munich di Jerman memiliki kereta bawah tanah yang baik. Saya berniat melompat, guna mengakhiri penderitaan saya yang tanpa jalan keluar ini. Ketika hendak melompat, saya terdiam. Saya harus menemukan jalan keluar.
Pada titik inilah saya berkenalan secara mendalam dengan ajaran Buddha, terutama Zen Buddhis yang memang tersebar sangat luas di Jerman. Saya memasuki Zen melalui Anthony de Mello SJ, seorang pastur Katolik yang amat fasih berbicara soal pemikiran Timur, termasuk Buddhisme dan Hinduisme. Saya pun mulai membaca beragam buku soal Zen, dan bergabung dengan komunitas meditasi Zen di Munich, Jerman.
Saya terlibat dalam dua aliran Zen, yakni Rinzai Zen dari Jepang, dan Seon Buddhis dari Korea Selatan. Saya mengikuti retret dan meditasi rutin yang diselenggarakan para Zen Master di Jerman dan Hongaria. Banyak sekali pemahaman dan kebijaksanaan yang saya dapatkan. Hidup saya berubah.
Isi buku ini merupakan perjalanan saya sejak saat itu. Saya berhasil menemukan jalan keluar dari penderitaan yang saya rasakan. Tentu saja, penderitaan tidak langsung hilang. Namun, saya paham akar penderitaan saya, dan punya cara untuk mengelolanya, ketika ia datang berkunjung.
Saya merasa, jalan Zen Buddhis akan bisa membantu banyak orang yang menderita. Mereka bisa juga memahami akar penderitaannya, dan keluar darinya, setelah menekuni jalan Zen. Yang terpenting, saya mendedikasikan buku ini untuk ibu dan keluarga saya yang juga bertahun-tahun mengalami penderitaan batin yang berat. Juga, saya berharap para pembaca buku ini bisa menemukan jalan yang cocok untuk kehidupan mereka, supaya bisa keluar dari penderitaan, dan memahami jati diri mereka yang sebenarnya.
“unzählbar sind die tore der wahrheit, ich gelobe sie zu durchschreiten.”
begitulah jalan hidup yang berliku2 dan penuh semak berduri kearah “pembebasan” .
setelah semua terjalan dan teratasi, saya mengerti dan ikut merasakan, betapa kuat nya bung mena .
kekuatan berapi 2 dengan penuh cinta kasih keseluruh alam semesta.
saya bisa ikut merasakan , betapa bersyukur nya bung mena mendapat begitu banya bencana dalam hidup.
semoga peminat membaca, mencakup arti dan maksud di selip2 kalimat !!
jalan yg sangat bijaksana untuk membantu sesama yang dalam kesulitan dan mencari jalan keluar !
salam hangat !!
SukaSuka
Terima kasih… ich möchte nur einfach die Methode und den Weg teilen, die Leiden des Lebens zu bewältigen. Nur einfacht das. Nicht mehr. Grüß
SukaSuka
Jika mau memesan secara online buku tersebut bagaimana caranya?
Terima kasih.
Salam.
SukaSuka
Silahkan wa ini WhatsApp: +62 813 1531 5699
SukaSuka
Jika bung yang telah memiliki banyak pengetahuan dan menulis buku “bahagia, kenapa tidak?” masih mengalami penderitaan dan sangat extream, bagaimana dengan orang-orang yang tidak punya daya untuk mengarungi kehidupan yang penuh liku dan tak punya akses untuk mendapat pengetahuan misalnya melalui sistem pendidikan? Hehehe 🙂
SukaSuka
Bung reza yang memiliki banyak pengetahuan dan menulis banyak buku bahkan ada dengan judul “bahagia, kenapa tidak” mengalami penderitaan dan sangat extream. Bagaimana dengan orang – orang biasa yang tak berdaya mengarungi kehidupan yang sangat rumit dan penuh kepentingan dan bahkan tak punya akses untuk memperbanyak pengetahuan misalnya melalui sistem pendidikan?
Salam!
SukaSuka
Buku itu saya tulis berbarengan dengan buku Zen. Proses penyutingan buku Zen membutuhkan waktu hampir 3 tahun. Begitulah. Banyak orang tersesat tidak hanya dalam kemiskinan, tetapi juga dalam penderitaan. Untuk merekalah buku ini saya tulis.
SukaDisukai oleh 1 orang
Saya sudah jawab sebelumnya ya. Salam hangat
SukaSuka
Maaf bung Rezza hanya ingin bertanya, sampai saat ini apakah bung reza msih mnegikuti Zen? terimakasih.
SukaSuka
Saat demi saat, Zen adalah jalan saya. Salam hangat.
SukaSuka