Peneliti, Tinggal di Jakarta
Tiga negara, yakni Amerika Serikat, Prancis dan Inggris, menyerang Suriah minggu ini. Alasannya: diduga Suriah menggunakan senjata kimia di dalam konflik dalam negeri mereka. Donald Trump, Presiden AS, langsung memerintahkan serangan militer terhadap Suriah dengan dukungan sekutunya, yakni Inggris dan Prancis. Hanya karena dugaan, serangan militer yang menghancurkan kehidupan Suriah, bahkan ketika mereka sedang mengalami konflik internal, dilakukan. Nalar apa yang bekerja disini?
Di dalam hukum internasional, dugaan selalu menuntut penyelidikan, bukan serangan militer. AS punya reputasi buruk soal ini. Perang Korea, Perang Vietnam dan Perang Irak kedua pada 2003 lalu dilakukan atas dugaan yang justru nantinya terbukti salah. Masalahnya, perang semacam ini memakan banyak sekali korban jiwa, harta-benda serta menciptakan penderitaan yang amat besar bagi mereka yang selamat. Ini tentunya tidak bisa dibenarkan.
PBB dan Komunitas Internasional
Bukankah ada hukum internasional? PBB bisa membuat tim khusus yang secara cepat dan tepat untuk melakukan penyelidikan ke Suriah. Bagaimana dengan jalur diplomasi atau bantuan kemanusiaan terhadap korban? Bukankah ini jauh lebih layak dipertimbangkan, daripada serangan militer sepihak?
Lagi pula, dimana PBB? Salah satu mandat PBB adalah menjaga perdamaian dunia. Sampai sekarang, banyak negara, termasuk PBB sebagai institusi internasional terbesar, masih diam membisu. Dugaan, bahwa PBB hanya merupakan kaki tangan AS dan sekutunya di Eropa Barat, mulai terasa sebagai kenyataan.
Sudahlah, kita tak usah berharap pada PBB. Bagaimana dengan komunitas internasional? Uni Afrika dan ASEAN masih diam saja. Apakah kita semua takut, atau hanya tak peduli, karena sudah lelah dengan keadaan Timur Tengah dengan drama perang mereka yang tak henti-henti?
Berbagai analisis muncul. Salah satu yang paling sering disuarakan adalah soal gas bumi. AS dan sekutunya berkepentingan untuk menguasai Suriah dengan pemerintah boneka, supaya pipa gas bisa mengarah dari Timur Tengah ke Eropa dengan lancar dan damai. Ini tentu ditambah soal minyak yang memang sangat banyak ditemukan di Suriah. Pemerintah resmi Suriah sendiri sudah lama bersikap kritis terhadap sepak terjang AS di tingkat internasional.
Politik Bully
Politik global memang sama persis seperti politik anak Sekolah Dasar yang suka berebut bermain perosotan. Ada sekelompok anak berbadan besar yang suka menindas anak-anak lainnya. Guru dan murid lain pun juga diam saja. Semua pura-pura tak tahu, tak peduli dan sibuk dengan urusan masing-masing.
Inilah mental pengecut yang diajarkan kepada kita sejak kecil. Kita diam di hadapan ketidakadilan. Kita cari aman, dan tak peduli pada penderitaan orang lain. Kita sibuk mengurusi kenikmatan dan kesuksesan hidup kita semata. Menyedihkan.
Padahal, jika Suriah dengan mudah diserang, seluruh dunia sebenarnya tak aman. Jika berseberangan dengan kepentingan penguasa global, serangan militer adalah harga yang mesti dibayar. Hanya diperlukan sedikit olah nalar untuk memahami hal ini. Atau jangan-jangan, nalar kita pun sudah raib dihancurkan oleh sikap pengecut dan ketidakpedulian? Apakah kita mengalami keadaan tuna nalar di tingkat global?
Sementara di dalam Negeri
Gejala tuna nalar semakin tampak di dalam negeri. Puisi orang menjadi sumber diskusi dan keributan besar. Pendapat orang tentang agama sebagai fiksi/fiktif membuat heboh banyak orang. Pasal penistaan agama pun dimainkan. Ini ditambah dengan politisi gagal yang berdiskusi tentang partai setan.
Apakah kita sadar, betapa konyolnya ini? Ini semua wacana yang tidak produktif untuk kemajuan bangsa. Ini semua wacana yang justru membuat Indonesia menjadi lemah, karena terpecah belah. Banyak hal lain yang layak menjadi wacana bersama, dan amat membutuhkan perhatian kita bersama.
Urusan E-KTP masih terus harus diawasi publik. Urusan BLBI masih belum selesai sampai sekarang. Banyak juga kepala daerah yang tertangkap korupsi. Semua ini harus dikawal oleh kita bersama.
Di luar negeri, serangan militer terhadap Suriah adalah pelanggaran hukum dan etiket internasional. Ini merupakan tindakan yang mengancam perdamaian dunia. Persoalan Rohingya di Myanmar masih juga membutuhkan perhatian kita bersama. Dukungan terhadap para korban pelanggaran HAM dan bencana alam di berbagai belahan dunia masih harus terus diberikan.
Sadarkah kita, bahwa kita sedang mengalami pengalihan isu dan pendangkalan wacana? Kita sibuk dengan hal-hal yang tidak penting untuk perkembangan bangsa. Sementara, hal-hal yang penting justru terabaikan. Wacana dan diskusi publik kita menjadi bermutu rendah, karena diisi dengan tema yang tidak penting, dan dilakukan dengan penuh kebencian serta kemarahan.
Tuna Nalar
Apakah kita semua, dan juga dunia, sedang mengalami tuna nalar? Apakah nalar kita menjadi begitu pendek dan sempit, sehingga kehilangan kemampuan moral dan komunikatifnya? Apakah kita terjebak menjadi manusia satu dimensi yang hanya sibuk soal perut dan kenikmatan pribadi kita? Apakah kita lupa, bahwa dunia ini saling terhubung satu sama lain, sehingga satu masalah di satu bagian dunia adalah masalah bagi kita semua?
Apakah kita tidak mampu melihat hubungan-hubungan kekuasaan yang tidak adil di tingkat internasional sekarang ini? Apakah kita tidak sadar sadar, bahwa di Indonesia, kita mengalami pengalihan isu dan pendangkalan wacana? Apakah kita tidak sadar, bahwa kita sedang dipecah belah? Apakah kita tidak sadar, bahwa kita sedang membuang waktu dan energi percuma untuk bertengkar sia-sia?
Jika kita kehilangan kepekaan pada semua hal di atas, maka kita mengalami tuna nalar. Nalar kita tidak berfungsi dengan baik. Kita hidup dikuasai hasrat berkuasa dan kenikmatan belaka. Kita kehilangan kemanusiaan yang justru sebenarnya merupakan inti hidup kita.
sepakat sekali dgn semua isi tulisan diatas. bahkan kita pun tidak yakin, apa yg kita dengar/baca dari sumber serius benar2 berita netral ?
dibalik semua tindakan yg tidak berperikemanusiaan ada maksud2 tertentu, yang tidak kita ketahui.
kita jadi bertanya : kenapa manusia bisa begitu liar, bodoh dsb dsb.
daya upaya apa yg kita mampu utk sedikit menolong keadaan yg begitu absurd ??
mencari “penyebab masalah”pun bukan jalan keluar , sebab semua berkaitan. contoh nya kita lihat, pemilihan president usa, yg sampai sekarang tertele2 tanpa achir.
apa ini jalan keluar ?
contoh2 berikut nya dalam bidang apa saja, di negara mana saja semua di landa “nalar buta global”.
fazit: sebagai mahluk dlm alam semesta, ada baik nya kita mulai di mikrokosmos kita dgn “nalar sehat dan hati nurani”, walau “kata2 keluar dari mulut jauh lebih mudah dari tindakan2 yg dijalankan”
dunia dari asal dan selalu begitu absurd. ada baik nya kita menyadari hal tsb. dalam hidup semua relativ.
sering kita alami keadaan kita dalam “nirwana dan neraka” yg begitu berdampingan dari saat ke saat !!
salam hangat !!
SukaSuka
Setuju dengan paparan Mas Reza di atas mereka tuna nalar hanya untuk operation fals flag demi hegemoni level tiga ( oil dan drug)
SukaSuka
eine klare Vernunft mit Gewissen, sie sind genug, um die Welt zu verstehen und zu helfen… Danke für die Erklärungen
SukaSuka
cerita lama yang berulang.. dan kita terdiam tak bisa berbuat apapun..
SukaSuka
Diam bukan bukan berarti tidak berusaha tapi sedang memaInkkan taring illusi , bila daulat negara sudah tidak ada , kita tunggu dan berusaha membuat daulat rakyat, bila ini pun tidak ada , ya kita tunggu daulat alamnya.
SukaSuka
Setuju sekali Sir, yg berkuasalah yg membentuk wacana. Kalaupun ada negara lain yg melakukan intervensi militer sperti yg dilakukan US, sudah pasti akan di kenakan berbagai sanksi oleh PBB.
SukaSuka
saya sepakat. Terima kasih
SukaSuka
Tepat sekali, seperti tesis dari Michel Foucault.
SukaSuka