Omong Kosong

pre05.deviantart.net
pre05.deviantart.net

Oleh Reza A.A Wattimena

Peneliti PhD di Munich, Jerman

Kita hidup di dalam masyarakat yang penuh dengan omong kosong. Berita-berita di media dipelintir untuk mencipakan sensasi dan kegelisahan sosial di masyarakat. Dengan begitu, stasiun televisi lalu mendapatkan pemasukan iklan yang lebih besar. Iklan dan berbagai propaganda bohong lainnya juga memenuhi jaringan sosial kita.

Akibatnya, kita tidak bisa membedakan antara kenyataan dan penipuan. Pikiran kita tertipu oleh fitnah dan propaganda di berbagai media. Uang kita juga habis, karena sering salah ambil keputusan, akibat kurangnya informasi yang akurat. Waktu dan tenaga kita pun terbuang percuma untuk hal-hal yang tidak penting.

Di sisi lain, keluarga dan orang-orang yang kita sayangi terabaikan. Kita sibuk mengejar omong kosong, dan melupakan apa yang sungguh penting dalam hidup. Hidup kita tersesat, namun seringkali kita tidak menyadarinya. Pada akhirnya, kita pun menderita, dan membuat orang-orang di sekitar kita menderita.

Omong Kosong

Omong kosong adalah kebohongan yang dibungkus dengan cara-cara tertentu, sehingga ia tampak sebagai benar. Omong kosong diciptakan dan disebar untuk memenuhi kepentingan pihak-pihak tertentu. Di Indonesia sekarang ini, ada dua kepentingan yang secara langsung ditopang oleh omong kosong ini, yakni fanatisme agama dan konsumtivisme ekonomi. Keduanya mengakar begitu dalam dan tersebar begitu luas di Indonesia.

Agama di Indonesia, dan mungkin di seluruh dunia, menyebarkan begitu banyak omong kosong, sehingga menutupi pesan luhur dan sejati agama tersebut. Omong kosong ini lalu menciptakan fanatisme yang akhirnya berujung pada kekerasan. Omong kosong ini juga menciptakan pembodohan di berbagai bidang, mulai dari larangan untuk sekolah, sampai dengan penindasan pada kaum perempuan. Omong kosong ini juga sejatinya melestarikan tata masyarakat feodal yang menguntungkan segelintir kecil orang, dan merugikan masyarakat secara luas.

Omong kosong juga tersebar begitu luas di bidang ekonomi. Orang dirayu untuk terus membeli barang yang ia tidak perlu, walaupun uangnya terbatas untuk melakukan itu. Akibatnya, banyak orang hanya hidup untuk bekerja, menabung dan membeli barang-barang lebih banyak lagi. Mereka kehilangan kepedulian pada kehidupan bersama, dan berubah menjadi robot-robot bodoh yang doyan berbelanja.

Yang juga menyedihkan, institusi pendidikan juga banyak menyebar omong kosong. Mereka membalut segala bentuk omong kosong dengan penelitian (yang juga omong kosong), sehingga tampak ilmiah dan bisa dipercaya oleh masyarakat. Milyaran rupiah dikeluarkan untuk membiayai penelitian omong kosong untuk menopang omong kosong pula. Pendidikan berubah menjadi pembodohan dan pusat penelitian berubah menjadi pusat omong kosong.

Anti Omong Kosong

Dengan demikian, kita semua perlu belajar untuk mendeteksi omong kosong di sekitar kita. Kita perlu melihat kotoran sebagai kotoran, dan bukan sebagai makanan enak. Kita perlu berhenti untuk menelan mentah-mentah omong kosong yang disebarkan oleh agama dan ekonomi. Kita perlu kembali ke pesan asali agama dan ekonomi, yakni untuk kesejahteraan batin dan kesejateraan sosial.

Dua hal kiranya penting disini. Pemikiran kritis yang ditawarkan filsafat amat berguna untuk mendeteksi segala bentuk omong kosong di sekitar kita. Filsafat kritis perlu diajarkan secara luas di masyarakat. Filsafat tidak boleh diajarkan sebagai dogma untuk membenarkan ajaran agama tertentu, seperti yang banyak terjadi di Indonesia, dan berbagai negara lainnya.

Namun, filsafat kritis harus juga diimbangi dengan pemikiran Zen yang berkembang di dalam Filsafat Timur. Zen mengajarkan orang untuk menyadari jati diri sejatinya, yang lebih dari sekedar pikiran maupun emosi yang muncul di kepalanya. Dengan kata lain, Zen mengajak orang untuk menjaga jarak dari pikirannya sendiri. Ini amat penting, sehingga orang tidak larut dan tenggelam di dalam pikiran kritisnya.

Hanya dengan begini, kita bisa terlindungi dari beragam omong kosong di masyarakat kita, dan tidak terjebak pada omong kosong di kepala kita sendiri.

Diterbitkan oleh

Reza A.A Wattimena

Pendiri Rumah Filsafat. Pengembang Teori Transformasi Kesadaran dan Teori Tipologi Agama. Peneliti di bidang Filsafat Politik, Filsafat Ilmu dan Kebijaksanaan Timur. Alumni Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta, Doktor Filsafat dari Hochschule für Philosophie München, Philosophische Fakultät SJ München, Jerman. Beberapa karyanya: Menjadi Pemimpin Sejati (2012), Filsafat Anti Korupsi (2012), Tentang Manusia (2016), Filsafat dan Sains (2008), Zen dan Jalan Pembebasan (2017-2018), Melampaui Negara Hukum Klasik (2007), Demokrasi: Dasar dan Tantangannya (2016), Bahagia, Kenapa Tidak? (2015), Cosmopolitanism in International Relations (2018), Protopia Philosophia (2019), Memahami Hubungan Internasional Kontemporer (20019), Mendidik Manusia (2020), Untuk Semua yang Beragama (2020), Terjatuh Lalu Terbang (2020), Urban Zen (2021), Revolusi Pendidikan (2022), Filsafat untuk Kehidupan (2023), Teori Transformasi Kesadaran (2023), Teori Tipologi Agama (2023) dan berbagai karya lainnya. Rumah Filsafat kini bertopang pada Crowdfunding, yakni pendanaan dari publik yang terbuka luas dengan jumlah yang sebebasnya. Dana bisa ditransfer ke rekening pribadi saya: Rekening BCA (Bank Central Asia) 0885100231 atas nama Reza Alexander Antonius. Lebih lengkapnya lihat di https://rumahfilsafat.com/rumah-filsafat-dari-kita-untuk-kita-dan-oleh-kita-ajakan-untuk-bekerja-sama/

6 tanggapan untuk “Omong Kosong”

  1. Izin share mas 😀
    mas Reza, apakah punya rekomendasi ebook pdf yang membahas pemikiran zen, atau tulisan2 mas Reza tentang pemikiran Zen?. Saya ingin membacanya.

    Suka

  2. anda luar biasa…tapi serius bertanya,,apakah di indonesia sudah separah itukah omong kosong yg terjadi??trus terang,,semakin hari saya semakin bingung ambil keputusan

    Suka

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.