
Nama Jokowi—nama populer Joko Widodo—tidak melulu dikenal sebagai Wali Kota Solo. Namanya dikenal di belahan negeri ini yang gersang akan pemimpin yang dicintai rakyatnya. Bersama wakilnya, FX Hadi Rudyatmo, Jokowi berhasil membangun Solo sebagai sebuah kota yang memanusiakan manusia.
Sementara pedagang kaki lima di kota lain dikejar-kejar petugas ketertiban kota, di Solo mendapat tempat layak untuk berusaha. Jokowi juga menata kota untuk kehidupan warganya yang lebih baik, termasuk menyediakan transportasi massal.
Kepemimpinan yang prorakyat, disertai dengan tindakan bersih, jujur, dan antikorupsi dirindukan negeri ini. Setidaknya hal itu ditandai dengan jumlah penanya di rubrik Kompas Kita yang lebih banyak mengharapkan Jokowi maju menjadi pemimpin lebih tinggi lagi.
Pak Joko, di tengah-tengah situasi begitu banyak orang yang ”kemaruk” menjadi pemimpin dan mayoritas akhirnya gagal, bagaimana Anda memahami kepemimpinan?
(Ali Nurdin, Pamulang Timur, Tangerang Selatan)
Kepemimpinan adalah soal kemampuan melihat dan mendengar dengan sungguh-sungguh keinginan dan kebutuhan rakyat. Selalu ada di tengah masyarakat, selalu ada di lapangan, jangan terlalu lama duduk di kantor. Dari situ pemimpin bisa mendesain kebijakan atau program-program yang berpihak pada kepentingan rakyat banyak. Seorang pemimpin yang berhasil, menurut saya, adalah yang mampu mendekatkan harapan masyarakat dengan kenyataan.
Pak Jokowi, pendekatan apa yang digunakan saat sukses melakukan penataan pedagang kaki lima, sementara di kota-kota besar lain mereka justru melawan setiap hendak ditertibkan?
(Fakhri Zakaria, Ciampea, Bogor)
Pola pikir harus diubah terlebih dahulu. Kita itu kalau bicara investor, selalu bicara triliun, bicara investor asing, berbicara yang gede-gede terus. Padahal, yang namanya pedagang kaki lima (PKL), usaha mikro, warung-warung, itu juga investor. Tapi, skalanya sangat mikro sehingga mereka inilah yang harus diberi perhatian sangat khusus.
Kunci sukses penataan PKL adalah pada komunikasi, dialog yang terus- menerus dengan mereka, supaya kedua belah pihak saling memahami apa yang dibutuhkan dan diinginkan. Ini soal bagaimana kita mampu bersikap nguwongke uwong (memanusiakan manusia).
Bagaimana visi Anda terhadap bangsa ini? Kita bisa lihat bersama bagaimana krisis moral sudah menerpa. Apa yang bisa Bapak lakukan dalam skala nasional untuk mengembalikan kebijakan, nurani, serta moral dari bangsa ini? Terima kasih, semoga Allah SWT selalu memberi kekuatan pada Bapak. Salam.
(Wira Hardiprakoso, xxxx@gmail.com)
Dalam kondisi seperti ini, yang harus dilakukan adalah pembangunan karakter mental dan moral. Kita sebenarnya sudah punya Pancasila yang sampai sekarang masih tetap relevan sebagai acuan dan dasar bagi seluruh elemen bangsa Indonesia dalam berpartisipasi membangun negara. Pancasila bisa dijadikan pegangan dan pedoman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Namun, sekarang malah terpinggirkan.
Saya belum berkapasitas untuk skala nasional, baru lokal saja. Di Solo, kami menerapkan konsep nguwongke uwong (memanusiakan manusia) yang sebenarnya sudah ada juga dalam ajaran Pancasila sebagai dasar kebijakan.
Sehubungan dengan kepemimpinan bapak di Solo yang baik dan bersih, apakah bapak mau maju sebagai calon presiden dalam pemilu mendatang? Saya yakin pasti banyak yang memilih Anda.
(Ign. Rudi Irawan, Bale Endah Bandung)
Waduuh, saya menakar kemampuan diri, mengukur diri. Yang ke sana biar yang pintar-pintar saja. Saya merasa tidak pintar.
Pak Jokowi, apa problem utama bangsa kita yang perlu segera dibenahi dan apa solusinya?
(Riris, Jakarta Timur)
Problem kepemimpinan. Ini juga terkait dengan rekrutmen politik untuk pemimpin. Idealnya, seorang pemimpin harus menjalani mulai dari bawah dulu, jadi bupati, gubernur, kemudian naik di tingkat negara. Dengan demikian, dia mengetahui betul kondisi riil di lapangan, tahu problem-problem, tahu masalah-masalah yang dihadapi masyarakat.
Saya kagum dengan kepemimpinan dan cara Bapak melayani rakyat. Apa yang membuat Bapak merasa perlu melayani rakyat setelah kemenangan dalam pemilihan wali kota. Saya dari Aceh. Menurut Bapak, dalam tataran kepala daerah, apa yang hilang dari Aceh, menurut pemahaman pemerintahan yang Bapak jalankan.
(Hendra Syahputra, Banda Aceh)
Saya dipilih oleh rakyat, diberi tugas oleh rakyat untuk bekerja, maka saya harus benar-benar bekerja untuk mereka.
Mohon maaf, pengetahuan saya tentang Aceh amat terbatas sehingga tidak bisa memberi pendapat.
Bapak banyak dikenal dengan kebijakan bapak yang populis. Kebijakan ini kadang ditentang anggota Dewan yang tidak suka. Bagaimana bapak menghadapi tekanan DPRD Kota Solo?
(Raja Amin, xxxx@alumni.ui.ac.id)
Menjalin komunikasi dengan anggota Dewan tak hanya dilakukan ketika dalam suasana formal ketika ada sidang-sidang dan kegiatan Dewan, melainkan juga secara informal, sekadar ngobrol sambil makan malam dan sebagainya. Berhadapan dengan Dewan sebenarnya hanya soal cara berkomunikasi.
Setiap program atau kebijakan yang akan dikerjakan kita paparkan secara detail, termasuk kalkulasi return sosial dan ekonomi yang didapatkan dari setiap program. Asal benar-benar memberikan manfaat bagi masyarakat, saya yakin akan mengurangi risiko ditentang.
Pak Jokowi, Anda tak pernah mengambil gaji? Lantas gaji itu dialokasikan untuk apa oleh pemda? Apa betul Anda sama sekali enggak pernah ambil?
(Dahnil Anzar, xxxx@yahoo.com)
Saya tidak ingin bersikap sok tidak butuh karena keluarga saya tetap butuh gaji. Ada pihak lain yang lebih membutuhkan, sementara kami masih bisa hidup dengan standar sederhana dari usaha pribadi. Gaji tetap saya tanda tangani, kemudian dikelola sekretaris untuk membantu yang lebih membutuhkan.
Mas Jokowi, Anda dikenal sebagai pemimpin yang menggunakan pendekatan ekonomi kerakyatan untuk membangun ekonomi Kota Solo. Apa alasan Mas Jokowi berani melawan main stream pendekatan ekonomi kapital yang secara masif lebih disukai elite politik kita? Apa Mas Jokowi tidak takut akan dibenci oleh banyak pejabat dan pengusaha?
( Amin Yeremia Siahaan, Rantau Prapat, Sumatera Utara)
Ya, kenyataan di lapangan ekonomi masyarakat kita realitasnya kebanyakan masih pada tataran itu, yakni sebagai pedagang pasar, pedagang kaki lima, perajin, usaha rumah tangga, dan sebagainya. Tentu kelompok inilah yang perlu mendapat prioritas perhatian. Yang besar-besar dibiarkan saja sudah bisa gerak sendiri mencari peluang.
Setelah kita jelaskan, mereka bisa memahami kok, bahkan banyak dari mereka yang mau menjalin kemitraan dengan pelaku usaha mikro kecil.
Seandainya bapak menjadi gubernur Jakarta, apa langkah pertama yang bapak lakukan untuk mengatasi berbagai macam masalah di ibu kota ini, seperti kemacetan, banjir, dan sebagainya? Bagaimana cara bapak mengubah pandangan masyarakat, terutama kelas menengah ke atas, untuk beralih dari mobil pribadi ke transportasi massal?
(Angga Walmy, Jakarta)
Seandainya, ya? Ha-ha-ha. Masalah terbesar di Jakarta memang macet dan banjir. Ada dua hal yang bisa dilakukan, pertama, penataan manajemen alokasi anggaran sehingga bisa tepat sasaran. Saya melihat APBD-nya punya kemampuan untuk mengatasi dua persoalan besar tersebut. Yang kedua, manajemen fokus dalam mengatasi macet dan banjir itu.
Untuk memasyarakatkan transportasi massal, perlu penyiapan monorel maupun MRT/subway yang terintegrasi, juga paralel dengan kebijakan pembatasan-pembatasan penggunaan kendaraan pribadi lewat pajak, electronic road pricing (ERP), genap-ganjil, dan lain-lain.
Saya sangat bangga dengan hadirnya pemimpin seperti Anda di tengah langkanya pemimpin yang bisa dijadikan teladan. Saya sangat berharap Anda bisa menularkan kepemimpinan Anda yang jujur, bersih, dan santun kepada pemimpin lain sehingga budaya korupsi bisa dikikis habis. Kira-kira usaha apa yang Anda lakukan untuk harapan saya ini?
(Ellin Suryatiningrum, Tangerang Selatan)
Saya belum merasa layak jadi teladan karena saya juga masih harus banyak belajar dari tokoh atau orang-orang lain yang lebih pantas diteladani. Saya masih terus berusaha untuk memperbaiki diri.
Saya salut Anda berani menolak 5 mal baru yang ingin buka di Solo. Apakah para pengusaha itu enggak mencoba menyuap? Bagaimana cara menolaknya?
(Gianti Pradipta, Jakarta)
Saya tidak antimal, apalagi Solo sebenarnya juga butuh investasi untuk menggerakkan ekonomi kota dan membuka lapangan kerja. Saya hanya ingin membatasi supaya pasar tradisional dan ekonomi rakyat tidak mati karena kehadiran mal yang terlalu banyak untuk kota seukuran Solo. Itu yang selalu saya katakan jika ada yang ingin membuka mal baru.
Tentu banyak cara digunakan untuk meloloskan keinginan membangun mal, tetapi jangan sampai aturan itu berubah karena uang.
Pak, bagaimana caranya supaya pasar tradisional tidak kalah dengan pasar modern?
(Hafidz, Purwokerto)
Saya bersama Pak Rudy (FX Hadi Rudyatmo, Wakil Wali Kota Solo) telah merevitalisasi 15 pasar tradisional selama 5 tahun terakhir. Dalam 5 tahun ke depan, seluruh pasar yang ada di Solo akan selesai direvitalisasi. Selain fisiknya diperbaiki habis-habisan, sumber daya manusia pedagangnya juga dibenahi. Mereka pun diberi pelatihan manajemen modern, manajemen keuangan, cara-cara penataan barang, higienitas, serta cara-cara melayani konsumen.
Saya ingin tahu bagaimana cara Anda ”menghalangi” keluarga Anda agar tidak mengambil keuntungan dari jabatan Anda sekarang? Setelah Anda tidak menjadi Wali Kota Solo nantinya, apa yang akan Anda lakukan?
(Maria Theresia, Depok, Jawa Barat)
Sejak awal menjabat, saya sudah membiasakan anak-anak dan anggota keluarga lain untuk tidak menggunakan fasilitas apa pun karena jabatan bapaknya sebagai wali kota. Mereka harus mandiri sebagaimana masyarakat lainnya.
Saya berikan pengertian, masa jabatan wali kota kan tidak lama, kalau sudah selesai jadi warga biasa lagi. Kalau tergantung pada fasilitas, nanti kaget kalau tidak ada fasilitas.
Pada dasarnya saya adalah tukang kayu. Selesai jadi wali kota, ya, saya kembali ke habitat lama di dunia usaha.
Pak Jokowi, sebenarnya apa sih cita- cita masa kecil Anda? Pernah terpikirkan untuk menjadi anggota DPR?
(Adrian Hernando, Cirebon)
Cita-cita saya sederhana saja: ingin jadi tukang kayu, menggeluti usaha produk-produk kayu.
Jadi anggota DPR? Ha-ha-ha, enggak pernah terpikir. Jadi wali kota dulu juga enggak pernah terpikir.
Mengapa Anda bisa tetap berdedikasi tinggi, padahal menuai banyak musuh dan hambatan? Apa yang Anda banggakan dari Indonesia yang karut marut ini sehingga Anda tetap berdedikasi tinggi ?
(Poppy Almatsier, Ciputat, Tangerang Selatan)
Ah, saya enggak merasa punya musuh kok. Apa pun, saya tetap bangga terhadap bangsa ini. Seberat apa pun masalah pasti ada solusinya. Ini kan karena mismanagement. Tinggal ada kemauan enggak untuk menyelesaikan itu. Perlu langkah-langkah nyata, langkah-langkah riil.
Senang sekali mendengar kisah dan aksi Pak Jokowi dalam memimpin Kota Solo. Apakah isu dan pihak-pihak terkait di kota yang perlu diperbaiki dan dikembangkan? Tantangan apakah yang paling berat di dalam memimpin kota dan mengadakan perubahan? Bagaimana menangani isu keamanan dan kenyamanan bagi turis agar datang ke kota kita?
(Arianto Bigman, Bintaro, Ciputat – Tangerang)
Kemiskinan masih jadi permasalahan besar. Sampai saat ini kita belum bisa menanggulangi sepenuhnya. Karena itu, kita upayakan agar beban keluarga miskin diringankan dengan mempermudah akses pendidikan melalui Program Bantuan Pendidikan Masyarakat Kota Surakarta (BPMKS) dan akses kesehatan melalui Program Pelayanan Kesehatan Masyarakat Kota Surakarta (PKMS).
Sebenarnya tidak ada yang berat asal bisa berkomunikasi intensif dengan multistakeholders. Berbagai perubahan yang akan dilakukan, biasanya telah dikomunikasikan dulu sebelum dilaksanakan.
Dengan berjalannya program-program penanggulangan kemiskinan, kesenjangan kaya-miskin tidak terlalu lebar, makin banyak ruang publik untuk interaksi antarwarga, dan lancarnya saluran komunikasi masyarakat-pemerintah, masalah keamanan relatif terkendali. Sementara kondisi nyaman akan tercipta di antaranya karena tata kota yang teratur, akses transportasi mudah, masyarakatnya yang ramah, obyek maupun atraksi wisata yang unik dan berkualitas.
Bagaimana cara terbaik agar masyarakat bisa diikutsertakan dalam proses pengambilan keputusan dalam menentukan kebijakan pemerintah kota?
(Mohammad Romadhoni, Sunter,Jakarta Utara)
Harus ada forum-forum di mana masyarakat bisa berinteraksi dan berdialog langsung dengan pemimpinnya. Di Solo, kami, antara lain, punya rembuk kampung (pertemuan dengan warga di tingkat kampung) hingga rembuk kutho (tingkat kota).
Dalam forum seperti itu, masyarakat bisa melontarkan kritik, pendapat, masukan, ide, gagasan, maupun evaluasi terhadap program dan kebijakan. Berdasarkan hal itu, kami kemudian melakukan perbaikan dan penyempurnaan.
Pak, kejujuran biasanya dimulai dari keluarga inti. Saya ingin tahu bagaimana masa kecil Bapak dan bagaimana Bapak mendidik putra-putri ntuk menjadi manusia yang jujur.
(Farida Fadjriani, dr, MARS, xxxx@yahoo.co.id)
Masa kecil saya? Ya, sama sajalah dengan anak-anak lain. Enggak ada yang istimewa.
Dalam mendidik anak, selain dengan ajaran agama, yang juga penting adalah menjadikan diri kita contoh, baik dalam perkataan maupun tindakan.
Pertama, saya sampaikan salut dan percaya Anda adalah satu dari sekian putra terbaik Indonesia. Anda pemimpin jujur, tegas, dan sungguh-sungguh membela rakyat, pantas menjadi teladan pemimpin bangsa ini. Namun, di negeri ini, siapa yang benar dan jujur belum tentu mendapat penghargaan, tapi justru teraniaya. Siapkah Anda bila suatu ketika harus menerima kenyataan pahit dituduh koruptor atau sebagainya?
(Kusumo Hararyo, Karangrejo Perum Untag II, Semarang)
Yang ada di pikiran saya adalah bekerja keras untuk rakyat dan bekerja berdasarkan aturan yang ada. Selama tak melanggar aturan mengapa harus takut.
Apakah keluarga Anda, terutama istri, tidak ”membujuk” Anda untuk berbuat sesuatu yang sedemikian sehingga bisa mendapatkan uang lebih banyak atau kedudukan yang lebih tinggi demi kesejahteraan keluarga?
(Arief M. Wirawan, Bandung, Jawa Barat
Kami ingin selalu dalam kesederhanaan. Alhamdulillah, Tuhan selalu membimbing kami sekeluarga sehingga tidak seperti itu. (son)