Ateisme dan Problematik di Belakangnya

Narasi Diskusi System Thinking Ateisme

Sabtu 9 April Pk. 09.00-11.30

Oleh Reza A.A Wattimena

Ateisme adalah tema yang kontroversial. Orang yang mengaku dirinya ateis sering dicap tidak bermoral, dan jelmaan setan. Namun kenyataan berbicara berbeda. Ternyata ada orang yang menyatakan dirinya ateis hidup amat bermoral, dan memiliki etos kerja amat baik. Apa yang terjadi? Darimana ia memperoleh sumber nilai moralnya, jika bukan dari agama?

Inilah pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh Edvin Mario Suryawan, ketika menjadi pembicara dalam diskusi System Thinking Ateisme, yang dilakukan di Fakultas Psikologi, UNIKA Widya Mandala Surabaya dalam kerja sama dengan Fakultas Filsafat di universitas yang sama. Pertanyaan ini lahir dari penelitian yang dilakukan oleh Edvin untuk skripsinya di Fakultas Psikologi. Diskusi berjalan dari pk. 09.15-11.30 pada Sabtu 9 April 2011.

Definisi ateisme itu licin bagai belut. Tak ada yang sungguh persis menggambarkan fenomena ini, baik secara individual maupun sebagai gejala sosial. Namun setelah melalui proses diskusi panjang, kelompok diskusi ini menyepakati satu definisi; ateisme sebagai penolakan terhadap keberadaan Tuhan, maupun entitas-entitas lain yang menyerupainya (supranatural). Walaupun tak sempurna namun definisi ini bisa digunakan sebagai titik pijak untuk penelitian lebih jauh.

Jika tidak ada Tuhan, lalu mengapa orang harus hidup baik? Dari mana orang menemukan nilai-nilai luhur, jika Tuhan dalam agama tidak mewahyukan itu padanya? Inilah dua masalah yang menjadi pergulatan Edvin, ketika memulai penelitiannya soal ateisme. Di dalam penelitian singkat ditemukan, bahwa ternyata orang-orang yang mengaku dirinya ateis cenderung lebih bermoral dalam hidupnya, daripada orang-orang yang amat berbangga menyatakan dirinya beragama.

Orang ateis tidak melakukan diskriminasi. Sementara banyak orang beragama melakukannya. Orang ateis tidak pernah memusuhi kelompok yang lain dari mereka. Sementara orang beragama rutin melakukannya. Inilah hasil dari penelitian singkat yang sebelumnya telah dilakukan oleh Edvin. Pertanyaannya lalu; mengapa ini terjadi?

Setelah melakukan diskusi cukup panjang, kelompok System Thinking sampai pada hipotesis, bahwa sumber moralitas bagi kaum ateis adalah akal budi. Mereka tidak berpijak pada iman pada agama tertentu, melainkan pada penalaran rasional, guna menentukan apa yang baik dan apa yang tidak. Tak heran di negara-negara yang terdiri dari mayoritas warga ateis, tata kota dan pemerintahannya amat rasional dan efisien. Hipotesis ini tentu masih perlu untuk diuji dan diteliti lebih jauh.

Namun masih ada beberapa pertanyaan yang menggantung, seperti apakah benar orang-orang beragama selalu irasional? Mungkinkah orang bisa menjadi ateis, ketika secara genetis, orang sudah selalu terarah pada Tuhan yang mungkin saja menciptakannya? Penelitian tentang ateisme dan problematik di belakangnya masih amat ketinggalan di Indonesia. Penelitian yang dilakukan Edvin ini amat berguna, supaya bangsa kita lebih terbuka pada beragam bentuk kehidupan, dan secara rasional menanggapinya.

Diskusi berakhir pada pk. 11.30. Edvin tampak kebingungan. Ia tampak memiliki banyak ide di kepalanya tentang ateisme, namun kesulitan untuk menuangkannya secara sistematis. Itu wajar. Inilah penelitian. Inilah proses belajar. Kita perlu lebih banyak melakukan diskusi-diskusi semacam ini, guna menajamkan penelitian yang tengah berlangsung. Tertarik bergabung? ***

Penulis adalah Dosen Filsafat Politik, Fakultas Filsafat UNIKA Widya Mandala, Surabaya

Diterbitkan oleh

Reza A.A Wattimena

Pendiri Rumah Filsafat. Pengembang Teori Transformasi Kesadaran dan Teori Tipologi Agama. Peneliti di bidang Filsafat Politik, Filsafat Ilmu dan Kebijaksanaan Timur. Alumni Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta, Doktor Filsafat dari Hochschule für Philosophie München, Philosophische Fakultät SJ München, Jerman. Beberapa karyanya: Menjadi Pemimpin Sejati (2012), Filsafat Anti Korupsi (2012), Tentang Manusia (2016), Filsafat dan Sains (2008), Zen dan Jalan Pembebasan (2017-2018), Melampaui Negara Hukum Klasik (2007), Demokrasi: Dasar dan Tantangannya (2016), Bahagia, Kenapa Tidak? (2015), Cosmopolitanism in International Relations (2018), Protopia Philosophia (2019), Memahami Hubungan Internasional Kontemporer (20019), Mendidik Manusia (2020), Untuk Semua yang Beragama (2020), Terjatuh Lalu Terbang (2020), Urban Zen (2021), Revolusi Pendidikan (2022), Filsafat untuk Kehidupan (2023), Teori Transformasi Kesadaran (2023), Teori Tipologi Agama (2023) dan berbagai karya lainnya. Rumah Filsafat kini bertopang pada Crowdfunding, yakni pendanaan dari publik yang terbuka luas dengan jumlah yang sebebasnya. Dana bisa ditransfer ke rekening pribadi saya: Rekening BCA (Bank Central Asia) 0885100231 atas nama Reza Alexander Antonius. Lebih lengkapnya lihat di https://rumahfilsafat.com/rumah-filsafat-dari-kita-untuk-kita-dan-oleh-kita-ajakan-untuk-bekerja-sama/

8 tanggapan untuk “Ateisme dan Problematik di Belakangnya”

  1. Saya tertarik dengan diskusi ini. Kita bisa membangun moral berdasarkan akal budi tanpoa Tuhan. Figur adalah refleksi dari ketidaksempurnaan kita, moral tertinggi, karena kita, manusia, masih dalam proses menjadi yang abadi. Disatu sisi binatang dan idi sisi lain merindukan kesempurnaan ( Tuhan). Maka menurut saya dalam hal ini Nietzche sangta masuk akal. Kita bunuh lebih dahulu Tuhan, baru kita bisa membangun moral yang lebih baik. Agama selalu bias dalam hal ini.m bahkan menurut saya agama sumber dari segala kekerasaan di Bumi. Barangkali akal budi menjadi tuntutan yang lebih baik, walaupun tidak sempurna.

    Suka

  2. Ada solusi lainnya. Iman dan agama tidak pernah boleh bertentangan dengan akal budi. Keduanya saling melengkapi dan menyempurnakan. Tidak ada iman tanpa akal budi. Dan tidak ada akal budi tanpa iman (keyakinan pada satu nilai tertentu)

    Suka

  3. Sangat menarik dgn dilakukannya pemisahan antara iman & agama dgn rasio sbg ‘pengikat’diantara keduanya, meskipun – hemat saya – theis & atheis sama2 merupakan bentuk dr suatu iman. Permasalahannya manakah yg dibangun diatas dasar rasionalitas yg lebih solid. Salam

    Suka

  4. iman dan akal budi ??? mana yang wujud nyatanya adalah yang pertama?? orang beriman pasti punya akal budi tapi apa orang berakal budi juga punya iman???

    Suka

  5. adonis yg merupakn sala satu cendekiawan dari irak-suriah. mngtakan bahwa justru dgn iman yg berdsarkan pd agama manusia mnjadi tdk bebas,ia stagnan pd dirinya sndri shngga mntup adnya kemungkinan untuk melakukan transformasi dgn sikon yg ada.

    Suka

  6. Pak mohon buat lagi tulisan yang membahas tentang ateisme, sepertinya sekarang tema ini jarang sekali di bahas?

    Suka

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.