Oleh Reza A.A Wattimena
Tahun lalu, saya berbincang dengan kawan saya, Wisnu Nugroho dalam salah satu kanal Kompas.com. Kami berdiskusi soal spiritualitas. Satu ide yang saya ingat, yakni soal rumah sejati kita sebagai manusia: kesadaran. Bekerja dari rumah, sesungguhnya, berarti bekerja dari titik kesadaran.
Beberapa waktu lalu, saya juga melihat tayangan TED.com di kanal Youtube. Isinya adalah Mingyur Rinpoche, seorang Master Buddhis Tibetan, yang membagikan ilmu meditasinya. Di bagian akhir tayangan tersebut, Mingyur mengungkapkan tingkat tertinggi di meditasi Buddhis Tibetan, yakni Dzogchen: menyadari kesadaran. Dua peristiwa ini, yakni diskusi dengan Mas Wisnu dan presentasi Mingyur Rinpoche, kini kembali mengetuk batin saya.
Karena pandemi COVID, banyak dari kita yang mesti bekerja dari rumah, entah karena tugas kantor, atau terkena pemecatan. Istilahnya WFH, atau work from home. Karena ini, banyak orang merasa terjebak di rumah, sehingga menciptakan tingkat stress yang lebih tinggi. Ini terjadi, karena mereka tidak sungguh bekerja di “rumah”.
Bekerja adalah bagian dari hidup. Tidak hanya itu, bekerja juga adalah upaya mewujudkan martabat manusia. Dengan bekerja, orang tidak hanya mendapatkan nafkah, tetapi juga mengekspresikan hakekat terdalamnya sebagai manusia. Namun, yang banyak terjadi adalah sebaliknya, yakni kerja menjadi sumber derita dan penjara hidup.
Ini terjadi, karena orang bekerja dari ketidaksadaran. Orang tidak sungguh bekerja dari rumah sejatinya, yakni kesadaran. Di dalam Zen, kesadaran murni adalah asal dari semua bentuk pikiran maupun emosi manusia. Tidak hanya itu, kesadaran murni inilah yang melahirkan segala kenyataan yang ada.
Kesadaran adalah pencipta segalanya, baik yang di dalam maupun di luar diri manusia. Kesadaran ini tidak ada konsep, tidak ada bahasa dan sepenuhnya mencerminkan kenyataan sebagaimana adanya. Inilah rumah kita yang sebenarnya sebagai manusia. kita berpikir dan merasa, misalnya ketika sedang bekerja di luar, namun selalu kembali beristirahat di dalam kesadaran (resting in awareness).
Bagaimana caranya untuk selalu kembali ke rumah kesadaran? Pertama, kita bisa menggunakan obyek pikiran, perasaan dan panca indera sebagai penopang kesadaran. Artinya sederhana, cukup dengarkan, lihat atau rasakan apa yang terjadi disini dan saat ini. Jadikan saat ini, apapun yang terjadi, sebagai obyek bagi kesadaran.
Tidak perlu menilai apa yang terjadi saat ini. Cukup sadari dan amati segala yang terjadi, entah itu suara, sensasi di kulit, pikiran ataupun emosi. Dengan cara ini, kita akan menemukan ketenangan disini dan saat ini. Kita kembali beristirahat di dalam rumah kesadaran.
Kedua, kita bisa menyadari kesadaran (aware of awareness) itu sendiri. Kita bisa mengamati kesadaran di dalam diri kita (observe the observer). Kita melihat ke dalam diri, dan beristirahat di dalam rumah kesadaran yang juga adalah kehidupan itu sendiri. Ini adalah teknik meditasi yang paling tinggi sekaligus yang paling sederhana, karena justru ia tidak memiliki teknik sama sekali.
Inilah bekerja dari rumah yang sebenarnya, yakni rumah kesadaran. Kita bisa menemukan keseimbangan di dunia yang semakin tidak pasti ini. Kita cukup beristirahat di dalam rumah kesadaran, dan tetap stabil di dalamnya, sambil terus berkegiatan di dunia luar.
Sesungguhnya, kita selalu berada di rumah kesadaran. Kita hanya lupa. Sudah waktunya untuk pulang…